PERHATIAN KHUSUS TERHADAP PESERTA DIDIK BERBAKAT 

 

KATA PENGANTAR

            Pelayanan pendidikan terhadap peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, sampai saat ini belum  dapat diselenggarakan sebagaimana seharusnya.  Pola pendidikan dewasa ini pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan masih cenderung memberi perlakuan yang sama kepada setiap peserta didik.

            Kenyataan kita ketahui peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan  luar biasa apabila dikembangkan secara optimal merupakan aset yang sangat besar bagi pembangunan nasional, sebagi pelopor dan pembaharuan dalam penguasaan dan pengembangan kesenian dan olah raga.

            Dalam Memorandum Pandangan (position paper) ini ditelaah dan dikaji beberapa model program pendidikan yang kiranya dapat diterapkan untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa atau peserta didik yang berbakat.  Dengan demikian suatu perintisan program pendidikan dapat dimulai dalam waktu yang dekat ini dalam rangka pelaksanaan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

            Semoga pemikiran-pemikiran Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) dapat bermanfaat bagi upaya peningkatan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan.

 

                                                            Jakarta, Agustus 1992

 

                                                            Makaminan Makagiansar

                                                            Ketua Badan Pertimbangan

                                                            Pendidikan Nasional

 

 

I. PENDAHULUAN

            Yang dimaksud dengan peserta didik berbakat pada Memorandum Pandangan ini adalah peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, sehingga mereka berbeda dengan peserta didik yang lain yang tergolong normal.  Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional kepada mereka wajib diberikan perhatian khusus (lihat pasal 8 ayat 2).

            Sejarah pendidikan di banyak negara (sejak masa Plato, Socrates, Commenius, dan sebagainya), pelaksanaan pendidikan diselenggarakan dengan betuk klasikal ataupun perorangan. John Lock, seorang pedagog kebangsaan Inggris, mencetuskan satu teori yakni TABULARASA yang menganggap anak didik sebagi selembar kertas bersih di mana pendidikan dapat berbuat apa saja untuk membentuknya.  Teori ini mendapatkan tantangan keras karena melupakan faktor hereditas yakni unsur-unsur pembawaan yang dibawa oleh seorang anak sejak lahir.  Pada dasarnya anak tidak dapat dibentuk begitu saja. Setiap anak mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan bakatnya dan sebagi hasil interaksi antara bakat tadi dengan lingkungannya.  Dalam hubungan ini teori S-R (Stimulus-Response) menekankan pentingnya interaksi antara anak denga lingkungannya. Bagaimanapun cerdasnya seorang anak sebagai pembawaan akan tetapi apabila interaksi dengan lingkungannya (stimulus) sangat terbatas maka niscaya potensi yang dimiliki anak tadi tidak akan berkembang secara optimal.  Jadi, baik faktor pembawaan maupun lingkungan keduanya merupakan faktor penentu dalam pertumbuhan dan perkembangan seseorang.

            Karena pada hakikatnya setiap orang (individu) itu berbeda satu dengan yang lain (berdasarkan pengkajian dalam Differential Psychology) setiap peserta didik sebagai individu tumbuh dan berkembang sesuai dengan ritme dan irama pertumbuhan dan perkembangannya masing-masing.  Tidak ada dua orang, sekalipun mereka kembar siam, yang akan tumbuh dan berkembang dengan ritme dan irama yang sama.  Berdasarkan teori ini, perlakuan peserta didik dalam bentuk kelompok saja akan merupakan suatu tindakan yang bertentang dengan teori tentang perbedaan individu.  Seperti disebutkan tadi, sekarang perlakuan peserta didik dilakukan dalam dua bentuk yakni dengan pendekatan kelompok dan pendekatan perorangan. Yang terakhir disebutkan ini sumbangan Skinner sangat besar dalam mengembangkan pendekatan pelajaran yang bersifat perorangan yang dikenal dengan dengan sebutan Individualized Instruction.

            Dalam pendekatan perorangan ini Skinner mengembangkan sistem pengajaran yang dikenal dengan nama sistem pengajaran berprogram (programmed instruction).  Pengajaran berprogram ini dapat digunakan sebagai bahan pelajaran perorangan.  Jadi peserta didik belajar secara mandiri.  Di Indonesia sekarang ini dikenal dengan nama MODUL.  Melalui perangkat modul peserta didik dapat mempelajari bahan-bahan pengajaran untuk dapat menguasai seperangkat tujuan pelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.  Satu modul atau Pengajaran Berprogram disusun dengan memperhitungkan unsur-unsur sebagai berikut:

1.     Tujuan Modul yang ditulis terinci dalam bentuk perilaku yang diharapkan terjadi setelah suatu proses belajar selesai dikerjakan oleh peserta didik;

2.     Uraian bahan-bahan pelajaran yang perlu dipelajari;

3.     Tugas-tugas yang perlu dikerjakan oleh peserta didik sehubungan dengan penguasaan bahan pelajaran yang dipelajari dengan maksud memperkuat apa yang baru saja dipelajarinya;

4.     Pertanyaan dalam bentuk ujian dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya pada bagian pertama Modul tersebut;

5.     Lembaran jawaban yang menyertai pertanyaan ujian tadi.  Dengan lembaran jawaban ini peserta didik dapat mengecek sendiri ketepatan ataupun kebenaran jawaban yang telah diberikan pada ujian yang baru saja dikerjakan.  Maksudnya adalah sebagai umpan balik langsung kepada pesarta didik yang bersangkutan.  Dengan demikian proses belajar mandiri ini dikendalikan secara langsung melalui Modul yang dipelajari.

Sekarang dalam pertumbuhan tekhnologi pendidikan, pengajaran yang bersifat perorangan ini digunakan bersama dengan pendekatan kelompok.  Jadi dengan demikian pendekatan kelompok selalu diselingi pula dengan pendekatan perorangan.  Maksudnya agar individu yang berbeda satu sama lain itu mendapat perhatian pula secara individual.

      Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa perhatian khusus perlu diberikan kepada setiap peserta didik sebagai individu.  Bukan hanya mereka yang mengalami kelainan fisik dan atau mental atau peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, tapi semua anak.  Hal ini ditekankan juga dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 24 yang berbunyi sebagai berikut:

      “Setiap peserta didik pada satuan pendidikan mempunyai hak-hak berikut:

      1.  Mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya …”   

            Perlakuan seseorang peserta didik sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan berarti dituntut perhatian khusus yang sifatnya perorangan (individual).  Dengan demikian perhatian khusus wajib diberikan kepada peserta didik biasa, peserta didik yang mengalami kelainan fisik dan atau mental dan peserta yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa atau yang berbakat.

Bagaimana pengalaman kita selama ini?

            Ukuran kelas kita selama ini mengalami perubahan yang drastis dari ukuran kelas besar ke kelas kecil terutama di daerah-daerah luar Jawa dan daerah pedalaman.  Jumlah rata-rata (Indonesia) 28 Sekolah Dasar (SD), 39 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan 39 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).  Ukuran kelas yang kecil, dengan catatan bahwa pekerjaan guru hanya terbatas pada jumlah jam yang telah ditetapkan di kurikulum, 24 jam per minggu pada SLTP dan Sekolah Menengah (SM), akan memberi peluang lebih banyak baginya untuk memberi perhatian khusus kepada setiap peserta didik.  Namun demikian seperti kita ketahui bahwa karena kesibukan guru sehari-hari di samping kecenderungan pengajaran kelompok yang masih sangat populer maka perhatian khusus tersebut masih jauh dari yang diharapkan.  Persoalaan ini hanya dapat diatasi apabila beban tugas dan tanggungjawab seorang guru di sekolah dapat dikurangi; di samping upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru sehingga mereka tidak perlu mencari penghasilan tambahan.  Usaha lain adalah mengadakan bahan-bahan pelajaran yang bersifat perorangan, seperti modul, yang memungkinkan setiap peserta didik dapat memperkaya pengalaman belajar masing-masing.  Perluasan dan pengayaan isi perpustakaan merupakan salah satu cara pula yang dapat ditempuh untuk mewujudkan perlakuan khusus kepada setiap murid yang biasa agar mereka dapat berkembang sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya masing-masing.

 

Perlakuan khusus terhadap peserta didik yang berkelainan fisik dan atau mental

            Di Indonesia, sekolah luar biasa (SLB atau SDLB) telah mendapat tempat yang sesuai di dalam sistem pendidikan.  Pendidikan tersebut terutama diusahakan, dikelola, dan diselenggarakan oleh masyarakat dan atau sektor swasta.  Dalam dua dekade terakhir ini program pendidikan luar biasa terus ditingkatkan.  Perubahan-perubahan kurikulum dilakukan untuk menyesuaikan program belajar.  Untuk itu didirikan pula Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB) atu jurusan PLB pada FKIP atau IKIP.  Maksudnya adalah untuk melengkapi tenaga pengajar yang mempunyai keahlian khusus dalam pendidikan luar biasa.

            Keadaan ekonomi kita belum memungkinkan untuk memberi perhatian sepenuhnya kepada para penyandang kelainan fisik dan atau mental.  Di beberapa negara yang telah maju, satuan pendidikan luar biasa dilengkapi dengan tenaga-tenaga ahli yang mempunyai keahlian pada bidang kelainan yang bersangkutan.  Dengan demikian pendidikan bagi mereka tidak hanya sepenuhnya diserahkan kepada guru yang menguasai mata pelajaran dan segi pedagokik akan tetapi juga dilengkapi dengan tenaga kependidikan lainnya yang mengetahui segi medis dari kelainan tersebut.  Sistem pelayanan secara terpadu semacam ini (di Indonesia) masih merupakan satu harapan yang sedang diupayakan perwujudannya.  Sistem seleksi penerimaan anak berkelainan serta diagnosis dan penempatan pada kelas-kelas khusus masih merupakan komponen sistem yang perlu disempurnakan. Hal ini banyak sekali bergantung pada besarnya biaya pendidikan yang dialokasikan untuk jenis program pendidikan ini.

 

Pendidikan bagi peserta didik berbakat

            Perhatian khusus terhadap para peserta didik yang memiliki kemampuan  dan kecerdasan luar biasa di Indonesia dapat dikatakan masih terbelakang.  Pendekatan kelompok yang banyak ditekankan dalam proses belajar mengajar dengan bimbingan kelompok tidak akan banyak membantu para anak berbakat ini untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal.  Oleh karena itu adalah sangat beralasan jika Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 menekankan  pentingnya pemberian perhatian  khusus kepada mereka seperti yang tercantum dalam pasal 8 ayat (2).  Hal inilah yang akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah. Ada anggapan yang keliru yang menyatakan bahwa bagi anak yang berbakat kemampuan potensial yang dimiliki pada hakekatnya tidak merupakan potensi pada mereka untuk mengembangkan dirinya masing-masing tanpa bantuan orang lain.  Anggapan ini keliru.  Pada tahap-tahap permulaan, perhatian sedini mungkin sangat penting, bimbingan bagi mereka sangat diperlukan.  Dengan bimbingan ini mereka akan berkembang.

            Hasil perkembangan ini akan memungkinkan mereka untuk mengambil inisiatif sendiri untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.

 

II. PROGRAM PENDIDIKAN BAGI ANAK BERBAKAT

            Selama dua dasa warsa yang terakhir ini, yakni sejak Pelita I tahun 1969/1970 sampai sekarang, perkembangan pendidikan di tanah air kita memperlihatkan hasil-hasil yang sangat memuaskan.  Sehingga tidak akan menimbulkan keragu-raguan utuk mengatakan bahwa pembangunan sektor pendidikan telah menjadi salah satu sektor pembangunan yang paling berhasil dalam pembangunan nasional.  Sekarang, dalam memasuki tahun ketiga Repelita V, sektor pendidikan (termasuk kebudayaan, generasi muda, pembinaan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa) masih tetap merupakan salah satu di antara lima prioritas pembangunan nasional.  Sektor pendidikan dilihat dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, menduduki peringat ketiga setelah pembangunan sektor perhubungan dan pariwisata, serta pembangunan pertanian dan irigasi.  Kebijakan nasional ini menandai pentingnya pendidikan sebagai salah satu sektor pembangunan untuk menghasilkan manusia yang seutuhnya dan untuk pembangunan sumber daya manusia.

            Sejak kita memperoleh kemerdekaan pada tahun 1945 sampai pada Pelita IV, titik berat pembangunan sektor pendidikan  ditempatkan pada perluasan kesempatan belajar.  Sedangkan pada Repelita V titik berat ini mengalami perubahan (lihat Garis-garis Besar Haluan Negara 1988).  Dalam Repelita V titik berat ditempatkan pada peningkatan mutu pendidikan pada semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan.  Di samping itu juga perluasan kesempatan belajar pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ditingkatkan.  Kedua tolak ukur ini menjadi sasaran utama dalam pembangunan pendidikan selama Repelita V, dan akan tetap diteruskan pada Repelita VI sampai universalisasi pendidikan dasar sembilan tahun dapat dicapai pada akhir Pelita VII.

            Selama perjalanan pembangunan pendidikan itu, perhatian banyak diberikan juga bagi peserta didik yang tergolong kurang beruntung (disanvantaged children).  Kurang beruntung dalam pengertian, mereka bertempat tinggal di daerah yang terasing jauh terpisah dari pusat-pusat keramaian sebagai akibat dari sarana  perhubungan yang belum memadai, mereka yang karena alasan ekonomi tidak memungkinkan untuk berpartisipasi secara aktif di dalam proses pendidikan di sekolah maupun di luar sekolah; dan mereka yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.  Untuk memberi pelayanan pendidikan bagi mereka ini, sekarang dikenal adanya SD kecil, Program Kejar Paket A dan Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa.  Sebentar lagi akan dimiliki sistem penyajian (delivery system) yang bernama sistem guru kunjung (visiting teacher)

            Semua ini dikembangkan dengan harapan dapat menaikkan angka partisipasi murni yang lebih mendekati 100 persen dan dapat mempertahankan angka partisipasi yang tinggi itu untuk selamanya.  Dengan catatan laju putus sekolah harus ditekan serendah mungkin.

            Bagaimana dengan perhatian khusus bagi peserta didik yang berbakat yang dalam Undang-Undang nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikenal dengan sebutan warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa?

            Sejak Pelita I pemerintah telah mulai memberi perhatian kepada siswa yang berprestasi tinggi dan berbakat.  Apa yang dapat dikerjakan selanjutnya? Ini yang akan kita bahas di dalam Memorandum Pandangan BPPN ini.

            Keberhasilan program pendidikan bagi peserta didik yang berbakat sangat bergantung pada tiga faktor, yaitu: (1) falsafah atau pandangan hidup yang kita anut; (2) kelayakan; (3) perencanaan yang  cermat.  Dari segi falsafah kita mempunyai Pancasila.  Bersumber pada falsafah pancasila ini, Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, serta Majelis Permusyawaratan Rakyat telah berhasil merumuskan beberapa pegangan (dasar hukum) yang dapat dijadikan titik tolak untuk memikirkan dan merencanakan program  pendidikan bagi para warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa.  Suatu program pendidikan sebagai pengejawantahan dari perhatian khusus sebagaimana dituntut pada undang-undang pendidikan kita.

            Ayat (2) Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menggariskan sebagi berikut:

            Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus.”

            Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1988, walaupun lebih dahulu dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989, berbunyi sebagai berikut:

            “Anak didik berbakat istimewa perlu mendapat perhatian khusus agar mereka dapat mengembangkan kemampuan sesuai tingkat pertumbuhan pribadinya.”

      Repelita V yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari kebijakan pokok bahasan yang sama pada GBHN mencantumkan program/kegiatan berikut:

Pada Sekolah Dasar

      “Dalam rangka pemerataan pendidikan akan diberikan beasiswa kepada siswa yang berbakat dan berprestasi tinggi tetapi lemah keadaan ekonomi”.

Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dicantumkan:

      “Sebagai pelengkap pelaksanaan pembinaan kesiswaan, maka kepada siswa berbakat dan berprestasi tetapi mengalami kesulitan ekonomis akan diberikan beasiswa”.

      Walaupun di sana sini terdapat ketidakserasian dalam penggunaan istilah dan penerapan konsep berbakat, terlihat dengan jelas adanya keinginan yang keras dari pihak Pemerintah dan rakyat untuk memberikan perhatian khusus kepada mereka yang berbakat, kepada mereka yang diketahui memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, dan kepada mereka yang memperlihatka prestasi yang tinggi.

            Untuk membuat perencanaan yang lebih baik, ada baiknya penggunaan istilah-istilah itu ditertibkan.  Untuk itu, mutlak kita harus menggunakan  istilah yang digunakan dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa.  Kemampuan dan kecerdasan luar biasa ini tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual, akan tetapi juga pada bidang-bidang non-intelektual.  Ia mencakup pula kemampuan seni, kepemimpinan, kreatifitas komunikasi dan produktivitas serta kemampuan psikomotorik seperti yang biasa diperlihatkan oleh para olahragawan.

            Ada beberapa istilah yang telah digunakan.  Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak menggunakan istilah berbakat.  Bukan juga berprestasi tinggi seperti yang selama ini digunakan dalam Pelita.  Istilah yang digunakan di situ adalah warga negara yang di memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa.  Kecerdasan selalu dihubungkan dengan perkembangan penalaran atau perkembangan kemampuan intelektual.  Hadirnya istilah kemampuan luar biasa pada rumusan Pasal 8 ayat (2) tersebut memberi peluang kepada para perencana pendidikan bahwa yang luar biasa itu tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual, akan tetapi juga yang bersifat non-intelektual.

            Penafsiran ini sejalan dengan satu definisi yang lazim digunakan di Amerika Serikat, dikutip:

      Gifted and talented are those identifed by professionally qualified persons who by virtue of outstanding abilities are capable of high performance.  These are children who require differentiated educational programs and/ or services those normally provided by the regular school program in order to realize their contribution to self and society”.

                                          (Rumusan: US Office of Education)

Siapakah yang dimaksud oleh definisi di atas?

            Anak-anak yang memiliki prestasi tinggi adalah mereka yang memperlihatkan prestasi belajar (achievement) dan atau potensi (potensial) pada salah satu atau lebih diantara bidang-bidang berikut di bawah ini:

1.  Kemampuan intelektual umum (intellectual ability);

2.  bakat akademik khusus;

3.  berpikir kreatif dan produktif;

4.  Kemampuan kepemimpinan;

5.  seni

6.  kemampuan psikomotorik

      (Marland:1972)

      (Yaumil Agoes Achir:1990)

            Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) dalam salah satu rekomendasi kepada Presiden Republik Indonesia dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga menggunakan keenam ciri-ciri di atas, yaitu:

1.     kemampuan intelektual umum;

2.     kemampuan akademik khusus;

3.     kreatifitas dan berpikir produktif;

4.     kepemimpinan;

5.     kemampuan di bidang seni;

6.     kemampuan psikomotor.

            Dalam perkembangan lebih lanjut BPPN menambah satu ciri lagi,  yaitu kemampuan berkomunikasi, yang kesemuanya itu dapat dikembangkan di atas rata- rata dengan perhatian khusus dan dengan komitmen (task commitment) dari peserta didik yang bersangkutan.

            Jadi, gifted and talented seperti yang tersirat pada definisi the US Office of Education sebenarnya sama dengan kemampuan dan kecerdasan luar biasa pada Pasal 8 ayat (2), Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

            Banyak pertimbangan harus diberikan untuk menetapkan sesuatu program pendidikan bagi mereka yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa.  Pengalaman negara-negara lain menunjukkan bahwa program semacam itu menuntut biaya yang sangat tinggi.  Perlu dilakukan pertimbangan-pertimbangan sosial-psikologis dengan memperhatikan segala kemungkinan yang berkaitan dengan reaksi serta opini masyarakat dan pengaruh langsung dari program tersebut terhadap pertumbuhan dan perkembangan peserta didik yang bersangkutan.  Dampak negatif terhadap pertumbuhan kepribadian peserta didik yang bersangkutan perlu diperhitungkan masak-masak. 

            Suatu program harus mempunyai tujuan yang jelas. Karena itu tujuan pemberian perhtian khusus kepada warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa pun harus mempunyai tujuan dan sasaran yang konkret dan jelas. GBHN 1988 hanya menyatakan, " ... agar mereka (anak didik berbakat istimewa) dapat mengembangkaan kemampuan sesuai dengan tingkat kemampuan pertumbuhan pribadinya.”  Di dalam pernyataan ini tersirat beberapa pengertian yang maknanya dapat digali untuk dijadikan landasan untuk menyusun program pendidikan.  Pertama, diakui bahwa anak didik yang  berbakat istimewa memiliki kemampuan yang berbeda dibandingkan dengan anak didik lainnya yang tergolong normal.  Diakui pula bahwa pendidikan harus disesuaikan dengan kepentingan, minat, kemampuan dan irama pertumbuhan dan perkembangan anak didik yang bersangkutan.  Ini berarti bahwa pengajaran tidak selalu harus bersifat klasikal dengan perlakuan yang sama untuk setiap anak didik.  Diakui pula bahwa agar potensi yang dimiliki oleh anak didik yang berbakat istimewa dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya maka diperlukan perhatian khusus dari pihak pendidik.

            Persiapan lebih lanjut yang perlu ditelaah ialah apa yang kita harapkan dan yang terjadi apabila anak didik telah berkembang dan tumbuh sesuai dengan kemampuan serta pribadinya? Apakah hanya semata-mata  untuk kepentingan anak didik itu saja? Apakah juga mempunyai makna kegunaan bagi masyarakat  banyak di mana anak didik tersebut (kelas) merupakan salah seorang anggotanya? Pertumbuhan dan perkembangan potensi yang dimiliki oleh seorang warga negara secara optimal tentu dengan harapan bahwa prestasi yang dicapai kelak tidak hanya akan berguna untuk dirinya akan tetapi juga untuk masyarakatnya.     

Jadi, rumusan GBHN seperti yang dikutip tadi dapat berarti:

(1) pemberian perhatian khusus, untuk perkembangan anak didik secara optimal;

(2) Pertumbuhan dan perkembangan tersebut berguna untuk dirinya sendiri sebagai individu dan untuk masyarakatnya.  Yang berarti pula bahwa kemampuan luar biasa yang dimiliki dapat membantu masyarakatnya untu menjadi masyarakat yang maju, adil dan makmur, material dan spiritual.

            Dengan demikian, biaya yang sangat mahal kelak dapat diimbangi dengan hasil-hasil yang memadai dalam pembangunan nasional.

            Seara terinci tujuan berbagai program pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa adalah untuk membantu peserta didik mengembangkan kemampuan yang dimiliki secara optimal dalam bidang- bidang berikut:

(1) kemamuan intelektual umum dan akademik khusus, seperti dalam bidang ilmu pengetahuan alam, matematika, bahasa, ataupun ilmu pengetahuan sosial;

(2) kepemimpinan;

(3) bidang seni, yaitu seni musik, seni tari dan yang sejenis;

(4) psikomotor.

Kreativitas, produktivitas dan kemampuan komunikatif dapat juga di kembangkan pada (1),(2),(3) dan (4).

            Sejauhmanakah sistem pendidikan nasional kita sekaligus dapat mengembangkan program-program yang beragam seperti tersebut di atas?

            Dalam hubungan ini ada baiknya kita mempelajari praktek yang sedang terjadi di negara-negara lain seperti Republik Rakyat Cina, Singapura, dan Amerika Serikat.

            Di Beijing (RRC) terdapat satu sekolah (dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas) yang disediakan untuk menampung siswa-siswa yang berbakat yang diidentifikasi secara nasional.  Titik berat program ditempatkan pada pengembangan kemampuan  intelektual umum dan kemampuan akademik khusus, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan alam dan matematika.  Jenis program yang diterapkan adalah akselerasi, dalam pengertian bahwa siswa dapat menyelesaikan program pendidikan lebih cepat dibandingkan dengan siswa-siswa lain pada sekolah biasa.  Para siswa diarahkan untuk menguasai studi IPA dan matematika dengan harapan bahwa mereka dapat dibina lebih lanjut di perguruan tinggi, sehingga mereka diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk pembangunan negara mereka.

            Singapura, negara sosialis dengan 2.7 juta penduduk, dan sebagai salah satu negara tetangga di Asia Tenggara.  Singapura pada tahun 1984 memulai suatu proyek perintis di dua sekolah menengah pertama untuk mengembangkan program bagi siswa yang tergolong berbakat  (istilah yang dipakai adalah gifted).  Program itu dimulai di kelas IV Sekolah Dasar dan kelas I SMP dan sekarang telah memasuki tahun ke enam di mana siswa-siswa pun telah mencapai perguruan tinggi.  Program yang dikenal dengan nama The Gifted Education Program (GEP) dimulai dengan masing-masing 100 orang siswa  pada kelas IV SD dan 100 pada kelas I SMP yang diseleksi secara nasional. Seleksi dilakukan terhadap para siswa yang duduk di kelas III dan kelas VI SD dengan menggunakan alat uji yang mampu mengukur siswa dalam kemampuan verbal (bahasa),kemampuan numerik (bilangan), dan kemampuan umum.  Mereka dipilih di antar kurang lebih 5% terbaik pada setiap sekolah sebelum mengikuti ujian seleksi.

            Falsafah yang mendasari program ini ialah bahwa pendidikan khusus bagi siswa yang berbakat merupakan investasi di masa yang akan dating.  Dengan pendidikan khusus tersebut diharapkan setiap siswa yang terpilih dapat mengembangkan kemampuannya secara optimal (fullest) dan dilengkapi dengan kemampuan untuk belajar serta diharapkan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kesadaran hukum yang tinggi.  Pengayaan (enrichment) ditetapkan sebagai pendekatan yang dikembangkan.  Kelas-kelas khusus diciptakan di antara kelas-kelas yang ada pada sekolah biasa dengan jumlah murid sekitar 25 orang per kelas.  Dengan demikian guru dapat memberi perhatian khusus kepada setiap siswa sebagai individu yang membutuhkan bimbingan untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.  Guru-guru dipilih berdasarkan kriteria: memiliki kesadaran tinggi terhadap perlunya program pendidikan untuk siswa berbakat, bahwa siswa berbakat merupakan satu potensi bangsa, mempunyai prestasi akademik dan kemampuan mengajar  yang baik.

            Dengan kelas berukuran kecil itu, diharapkan guru pun dapat mengembangkan dan menerapkan pendekatan-pendekatan inovatif dalam proses mengajar belajar menuju pada pembentukan kemampuan untuk memecahkan permasalahan.  Metode penjajakan dan penemuan (discovery) sangat ditekankan dalam pelaksanaan kurikulum. Kurikulum disusun dan dikembangkan berdasarkan kurikulum yang  telah ada  yang disiapkan untuk paras siswa yang berbakat.  Perkembangan para siswa diikuti terus menerus dari kelas IV sampai perguruan tinggi.  Setelah berjalan kurang lebih enam tahun dengan siswa sebanyak kurang lebih 100 orang, hanya 5 diantaranya yang keluar dari program karena alasan pribadi, seperti tidak merasa senang berpisah dengan teman-teman.  Penempatan kelas-kelas khusus ini pada sekolah biasa adalah untuk memungkinkan para siswa yang berbakat masih dapat berhubungan dan bekerja sama dengan siswa-siswa biasa, terutama dalam kegiatan ekstra kurikuler.  Dengan demikian dampak negatif yang bersifat psikologik dapat dihindari sejauh mungkin. Alat seleksi yang digunakan (tes kemampuan verbal, kemampuan numerik/bilangan, dan kemampuan umum) divalidasikan terus menerus dari waktu ke waktu sehingga alat uji itu dapat digunakan untuk seleksi secara lebih akurat.

            Di kelas-kelas khusus ini tidak ada penekanan pada bidang-bidang studi tertentu.  Dengan demikian setiap siswa yang terpilih dapat mengembangkan  satu atau lebih kemampuan unggul yang dimilikinya di antara keenam aspek kemampuan yang pernah diutarakan pada bagian terdahulu Memorandum Pandangan.  Tekanan pada kemampuan intelaktual.  Jadi bukan pada seni atau psikomotor.  Namun demikian, secara selektif disediakan pula program-program pada bidang seni dan psikomotor.  Karena sebagian besar waktu siswa adalah di dalam lingkungan keluarga, di dalam program ini kerja sama antara sekolah dengan orang tua ditingkatkan.  Ada pertemuan yang teratur antara petugas sekolah dengan orang tua siswa.  Ada pula umpan balik yang teratur dari sekolah ke orang-tua dan sebaliknya.  Hasil penilaian sementara menunjukkan: program tersebut telah berhasil merangsang minat serta motivasi belajar siswa; terjadi perkembangan pengetahuan dan keterampilan yang sangat berarti; disiplin dan karakter berkembang dengan baik; serta kepercayaan terhadap diri sendiri yang sangat berarti.  Siswa berpendapat bahwa mereka sangat tertarik dengan program kurikulum yang sifatnya pengayaan.  Hasil ujian akhir pada angkatan pertama menunjukkan hasil yang memuaskan dalam bahasa, IPA dan matematika.  Semua siswa pun meperlihatkan hasil yang baik dalam pengetahuan sosial.

            Di Amerika banyak program yang telah dikembangkan sehubungan dengan perhatian khusus bagi siswa yang berbakat.  Salah satu diantara nya, yang akan dikemukakan di sisni adalah “The ississippi School for math and Secience:: An Oporrtunity for Excellence”. Sekolah ini didirikan pada tahun 1987 dengan mengambil lokasi padakampus “The University of Mississipi for Women” dengan menerima sekolaj menengah atas.  Merek disiapkan untuk ke perguruantinggi dengan titik berat program pada kurikulum IPA dan mtematika, tetapi dengan tidak menyimpang mata pelajaran Bahasa Inggris, IPS, bahasa Asing, Seni musik, dan Pendidikan Jasmani.

            Tujuannya adalah sebagai berikyut: “TO Educate the gifted and talented student of the state, and its curriculum and admission polises shall reflect such purpose”.  DENGan dua misi pokok, yaitu : (1) menyerdiakan lingkungan dimana siswa diberi dan mendapatkan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan pribadi, dan (2) menyiapkan para siswa untuk masa teknologi yang akan dating dengan memberi dasar-dasar yang kuat dalam matematika, IPA, penelitian, kemampuan menulis, dan penggunaan komputer.  Para siswa di tempatkan di asrama, gratis.  Biaya sepenuhnya di tanggung oleh negara bagian.  Seleksi di lakukan dengan menggunakan berbagai macam alat uji, seperti scholastic Aptitude Tests (SAT), Dan wawncara.  Anggota panitia seleksi terdiri dari tokoh-tokoh yang mewakili golongan dalam negara bagian tersebut.  Panitia ini terdiri dari tiga macam, yang bekerja secara terpisah dalam menyeleksi siswa pada tahap pendaftaran yang sifatnya administratife, pada tahap wawancara dan pada tahap ujian seleksi akhir.

            Di Indonesia pengalaman-pengalaman berikut ini dapat dikaji sebelum kita melangkah lebih lanjut pada perintisan pengembangan program pendidikan untuk mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar b iasa.

            Sejak Pelita I Pemerintah telah memberi perhataian besar kepada siswa dan mahasiswa yang berprestasi tinggi tetapi yang berasal dari keluarga yang ekonominya kurang atau tidak menguntungkan.  Program ini berjalan sejak Pelita I sampai dengan Pelita IV; dengan bantuan beasiswa per bulan kepada siswa dan mahasiswa yang terpilih.  Pada Repelita V program tersebut ditempatkan pada skala kecil karena kurang memperlihatkan hasil-hasil yang positif.

            Adanya beberapa permasalahan yang perlu dikaji sehubungan dengan program ini.  Pertama, falsafah yang mendasarinya adalah pemerataan kesempatan belajar bagi semua warga negara.  Dengan program ini diharapkan semua anak usia sekolah dapat mengikuti pendidikan tanpa adanya hambatan ekonomi.  Terutama bagi mereka yang mempunyai bakat dan prestasi tinggi.  Jadi, para prencana dihadapkan pada suatu pekerjaan untuk mengadakan seleksi siswa dan mahasiswa yang berbakat dan berprestai tinggi dikalangan siswa dan mahasiswa yang ekonominya lemah.  Pekerjaan ini tidak semudah seperti yang dibayangkan oleh penentu kebijakan yang bersangkutan.  Populasinya luas sekali, mencakup semua siswa SD, SLTP, SLTA (umum dan kejuruan) dan mahasiswa perguruan tinggi; di semua propinsi, kabupaten, kecamatan, dan semua disiplin ilmu. Kedua, alat identifikasi siswa dan mahasiswa berbakat dan berprestasi tinggi yangdapat digunakan oleh guru yang belum dimiliki.  Karen itu hasil-hasil ujian pada raport dan skor semester pada perguruan tinggi dijadikan dasar untuk mengadakan dasar untuk mengadakan selaksi.  Pertimbangan keadaan ekonomi keluaraga diserahkan sepenuhnya kepada penyeleksi setempat (di sekolah dan perguruan tinggi).  Ketiga, dengan proses yang cukup panjang calon-calon pada umumnya baru selesai diproses palling cepat sekitar bulan Desember.  Atas dasar itu dana beasiswa baru dapat diterima oleh yng bersangkutan hanya beberapa bulan sebelum ahkir tahun ajaran pelajaran.  Dengan sendirinya tidak dapat menopang kebutuhan sarana belajar yang diperlukan oleh siswa /mahasiswa yang bersangkutan.  Kempat, hasil penelitian dan penelusuran menunjukan bahwa penerimaan beasiswa bergantian setiap tahun.  Dengan kata lain prinsip pemerataan penghasilan diterapkan dan dimanfaatkan melalui program ini.  Karena Repelita V program ini mengalami penciutan.

            Pengalaman lain yang patut untuk diuji adalah program pengembangan Pendidikan bai Siswa Berbakat di Jakarta dan Cianjur dari SD sampai SMA.  Suatu peritisan pengembangan model dengan pendekatan pengayaan bagi siswa-siswa yang lolos dari seleksi alat ujian bakat.

            Sekarang sedang dikembangkan SMA Taruns Nusantara di Magelang yang bestatus Swasta.  Dengan tetap menggunakan kurikulum yang berlaku, titik berat pendidikan ditempatkan pada pengembangan kemampuan kepemiminan dan disiplin.  Para siswa yang diseleksi secara nasional di semua propinsi disiapkan untuk dididik lebih lanjut di dalam berbagai bidang yang tidak hanya terbatas sebagai calon Taruna Akademi Militer Nasonal (AMN).

            Dari kedua program yang baru saja disebutkan belum banyak keterangan yang dimiliki mengenai programnya serta dampak program tersebut terhadap para siswa yang berbakat.  Belum banyak keterangan yang diperoleh mengenai keandalaan dan kesahihan alat uji yang digunakan dalam seleksi.

            Berdasarkan kasus-kasus tersebut di atas, dapat kiranya disimpulkan adanya beberapa model (prototip) program pendidikan unutk earga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, sebagai berikut:

1.     Model sekolah khusus dari sekolah dasar samapi sekolah menengah atas dan mempersiapkan para siswa untuk memasuki perguruan tinggi di dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan dengan asar-dasar pengetahuan yang kuat di dalam IPA dan Matematika (kasus Beijing, RRC).

2.     Model kelas khusus yang didirikan dan dikembangkan di antara kelas-kelas biasa pada sekolah dasar sampai sekolah menengah.  Model ini tidak menitikberatkan pada IPA dan Matematika akan tetapi juga memberi dasar-dasar pengetahuan yang kuat kepada para siswa di dalam bahasa dan humaniora.  Program elektif disediakan bagi mereka yang berminat dai dalam pengembangan seni psikomotor/pendidikan jasmani (kasus singapura)

3.     Model Mississipi membentuk sekolah khusus di dalam kampus perguruan tinggi yang membatasi siswa hanya bagi mereka yang duduk pada dua kelas akhir sekolah menengah (kelas sebelas dan dua belas).  Mereka disiplin untuk memasuki perguruan tinggi.  Kurikulum dikembangkan secara khusus pula dengan memberikan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam dan luas pada IPA, matematika, Bahasa, Penelitian, kemampuan mengarang/menulis, dan komputer.

4.     Model pemberian beasiswa kepada siswa mahasiswa yang bebakat dan berprestasi tinggi tetapi berasal dari ekonomi lemah.  Pada model ini siswa/mahasiswa diberi beasiswa dalam rangka pemerataan kesempatan belajar.  Tidak terlalu banyak pengalaman yang dapat diungkapkan melalui program ini di dalam pengembangan program pendidikan bagi mereka yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa.

5.     Pengembangan Program Pendidikan Bagi Siswa, sebagai model yang dikembangkan di SD, SMP, SMA di cianjur dan Jakarta.  Pada model ini dapat dipelajari bagaimana identifikasi siswa berbakat dilakkukan dengan berbagai alat uji, berbagai modul/ program belajar yang telah dikembangkan \, kerja sama dengan orang tua siswa, sikap dan pendapat orang tua, presatasi belajar para siswa di sekolah-sekolah, kemampuan siswa SMA di dalam PMDK dan SIPENMARU, dan kemampuan pengalaman siswa di berbagai perguruan tinggi di negeri Belanda.

6.     SMA Taruna nusantara, sebagai SMA swasta di Magelang yang menampung siswa-siswa yang berbakat, dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di sekolah-sekolah biasa, untuk dididik dalam bidang kepemimpinan dan pembangunan karakter/disiplin. Siswa-siswa ini disiapkan tidak hanya untuk memasuki AMN akan tetapi perguruan tinggi lainnya yang sesuai.  Para siswa diasramakan, tanpa dipungut bayran.  Guru-guru diseleksi diantara sejumlah gur yang dapat memenuhi persyaratan yang diminta untuk mengembangkan program tersebut secara efektif.

            Dengan memprhatikan falsafah yang sedang dikembangkan di dalam system kehidupan masyarakat Indonesia (lihat GBHN, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989), serta kelayakan pelaksanaannya, pengembangan suatu Model pendidikan bagi warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat segera di mulai, di rintis di dalam system pendidikan nasional kita.  Salah satu model yang dapat di jajaki lebih lanjut adalah pendirian/ pengadaan kelas-kelas khusus di sekolah biasa ( dimulai pada skala kecil ), dengan menggunakan pendekatan pengayaan (enrichment), dan belum merupakan program akselerasi (mempersingkat siklus belajar pada jenjang tertentu), serta memberi dasar-dasar pengetahuan dan ketrampilan intelektual yang kuat pada para siswa  (pendidikan dasar dan menengah) di dalam bidang Matematika, IPA, social-Budaya, dan Bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris).  Kemampuan bahasa mencakup pula kemampuan untuk mengarang/ menulis.  Sedangkan pada bidang studi Matematika, termasuk aplikasi komputer.  Sedangkan untuk mengembangkan kemampuan kepemimpinan, seni dan psikomotor, pada taraf awal, dapat di mulai dengan program (pakjet) yang bersifat elektif.  Bersamaan dengan upaya perintisan seperti yang baru saja diketengahkan, setiap satuan pendidikan yang memungkinkan dirangsang agar lebih peka dalam mengenali peserta didik yang berbakat, sedini mungkin, dan menyediakan program/ kegiatan kurikuler khusus atau ekstra- kurikuler di luar program reguler dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan seni. 

  

KEMBALI KE MENU SARAN PERTIMBANGAN

KEMBALI KE MENU UTAMA