SENTUHAN ANTAR BUDAYA DAN IDENTITAS BANGSA DALAM PENDIDIKAN DI ABAD KE 21

.

KATA PENGANTAR

Identitas bangsa Indonesia berarti sesuatu yang khas dari bangsa Indonesia yang membedakannya dari bangsa lain. Sebagai bangsa heterogen yang terdiri dari berbagai suku bangsa/etnik, budaya, dan beribu pulau, Indonesia amat menyadari bahwa keanekaragaman tersebut telah mungkin dapat dipersatukan dengan menghilangkan ciri-ciri kedaerahannya.

Pengaruh etnis semakin kuat, akan tetapi kita harus mempertahankan dan memelihara kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Untuk itu, penyelenggaraan pendidikan harus mempertimbangkan secara bijaksana penggunaan sentralisasi dan atau desentralisasi, sehingga tercipta keseimbangan yang harmonis antara kesatuan dan persatuan bangsa di satu pihak dan kemajuan daerah dipihak lain.

Memorandum pandangan ini memuat pemikiran anggota BPPN berkenaan dengan perkembangan identitas bangsa Indonesia di tengah dinamika budaya daerah, nasional, dan internasional serta pengaruhnya terhadap penyelenggaraan pendidikan di abad ke-21. Dalam penyusunan memorandum pandangan ini telah dilakukan berbagai kegiatan, antara lain menelaah dan mengkaji berbagai dokumen yang berkaitan dengan permasalahan, mengadakan temu wicara dengan pakar dalam bidangnya seperti dengan Bapak Dr. Ignas Kleden, Bapak Bikkhu Sri Panyavaro, Bapak Prof, Dr. Budi Darma, dan Bapak Dr. Ki Supriyoko.

Bertitik tolak dari pandangan, pemikiran dan pendapat dari para anggota BPPN, yang terumus dalam memorandum pandangan ini berpangkal pada hasil karya kelompok kerja yang diketuai oleh Bapak Drs. GBPH Poeger dan Bapak Prof. Dr. I Made Bandem sebagai sekretaris, dengan anggota antara lain Bapak Clementino dos Reis Amaral, Bapak Letjen (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo, Bapak August Kafiar, M.A., Bapak Pdt. Weinata Sairin, M.Th., dan Bapak Corneles Wowor, M.A.

Memorandum pandangan ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi perumusan dan penentuan kebijaksanaan pembangunan pendidikan.

Jakarta, Juli 1999

Awaloedin Djamin, Ketua Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional

.

BAB I: PENDAHULUAN

.

Bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 telah menyatakan kebulatan tekad untuk membentuk negara kesatuan Republik Indonesia.

Sebagai bangsa heterogen yang terdiri dari berbagai suku bangsa/etnik, budaya, dan beribu pulau, Indonesia amat menyadari bahwa keanekaragaman tersebut tidak mungkin dapat dipersatukan dengan menghilangkan ciri-ciri kedaerahannya. Oleh sebab itu, semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu dimaksudkan untuk mempererat tali kekeluargaan antar masing-masing etnik dan budaya.

Pemikiran tentang pentingnya kebudayaan nasional di Indonesia telah tertuang dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945. Sejalan dengan perkembangan zaman kebudayaan nasional perlu diaktualisasikan lebih nyata dalam rangka menghadapi pengaruh-pengaruh yang datang baik dari kebudayaan daerah maupun kebudayaan internasional. Dalam mengantisipasi perkembangan tersebut perlu ditegaskan wujud dari identitas bangsa Indonesia. Dalam kaitan ini pendidikan memegang peranan penting terlebih di dalam menghadapi abad ke-21.

Untuk itu dipandang perlu mengkaji dan menelaah permasalahan yang terkait dengan perkembangan identitas bangsa Indonesia di tengah dinamika kebudayaan daerah, nasional dan internasional serta pengaruhnya terhadap penyelenggaraan pendidikan di abad ke-21.

.

BAB II: DINAMIKA KEBUDAYAAN DAERAH, NASIONAL, DAN INTERNASIONAL

.

Dinamika sebagai sesuatu gerak atau kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan berlangsung terus menerus. Dalam kaitannya dengan kebudayaan dinamika sangat dipengaruhi oleh motivasi dan perilaku manusia serta berbagai interaksi yang terjadi dalam kehidupan umum.

Pada hakekatnya motivasi manusia tidak pernah berubah karena yang ingin dicapai adalah tata hidup yang meliputi rasa aman, kehidupan yang lebih baik, harkat, derajat, dan martabat yang terhormat, dan keturunan yang baik, yang terjamin kehidupan jasmani, rohani, dan masa depannya. Sedangkan perilaku manusia merupakan tata hidup yang terus menerus berubah mengikuti irama perkembangan zaman. Perkembangan zaman itu sendiri selain dipengaruhi oleh motivasi dan perilaku manusia juga dipengaruhi oleh tempat dan lingkungan. Misalnya bagi masyarakat di lingkungan pantai, tata kehidupan mereka sangat erat kaitannya dengan alam dan sumber daya kelautan.

Kebudayaan sebagai rangkaian motivasi dan perilaku manusia dipengaruhi oleh tempat dan lingkungan yang meliputi kebudayaan daerah, nasional dan internasional.

Kebudayaan daerah merupakan kebudayaan asli yang diwarisi, dihayati, ditumbuhkan dan dikembangkan oleh kelompok-kelonpok etnik tertentu di wilayah yang relatif kecil.

Sebagai warisan, kebudayaan daerah tidak akan lepas dari nilai-nilai tradisional dan dihayati dalam tata kehidupan sehari-hari yang cenderung tidak berubah. Dalam aktualisasinya perilaku masyarakat setempat dapat tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

Indonesia yang memiliki kurang lebih 931 suku bangsa dan 650 bahasa daerah yang berbeda baik ditinjau dari nilai-nilai tradisional maupun perilaku masyarakatnya. Bila dikaji lebih mendalam perbedaan etnis tersebut sangat mencolok ada yang sudah modern tetapi ada yang masih terbelakang dalam kurun waktu yang sama. Hal itu sering menimbulkan sifat inferioritas pada kelompok tertentu dan superioritas pada kelompok lainnya.

Keadaan ini menggambarkan adanya pluralisme masyarakat Indonesia. Menyadari hal itu muncul semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam upayanya mempersatukan bangsa Indonesia dan mengembangkan kebudayaan nasional.

Sebagai salah seorang pejuang bangsa Ki Hadjar Dewantara telah menyatakan dengan tegas bahwa "kebudayaan nasional adalah segala puncak-puncak dari sari-sari kebudayaan yang terdapat di seluruh kepulauan Indonesia, baik yang lama maupun yang baru yang berjiwa nasional". Pada waktu pemikiran itu dirumuskan hubungan antar kelompok etnis di Indonesia belum seperti sekarang.

Pernyataan tersebut dilandasi oleh teori Trikon yaitu (1) Kontinuitas, (2) Konvergensitas, dan (3) Konsentrisitas. Kontinuitas, memberikan rekomendasi untuk melestarikan budaya asli bangsa kita sendiri. Konvergensitas, membuka peluang adanya interaksi dengan budaya luar. Konsentrisitas, memberikan peringatan agar budaya asli atau budaya bangsa tidak hilang di tengah pergulatan dengan bangsa lain.

Pernyataan Ki Hadjar Dewantara di atas, dalam perkembangannya dipakai oleh pendiri bangsa di dalam merumuskan pengertian kebudayaan bangsa yang tertuang dalam Penjelasan Pasal 32 UUD 1945 yang berbunyi "kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budidaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia".

Namun demikian pernyataan tersebut hingga dewasa ini sulit untuk diaktualisasikan bahkan Kongres Kebudayaan tahun 1991 pun belum berhasil merumuskan secara konkrit. Sejauh ini para budayawan masih berbeda pendapat dalam menafsirkan apa yang dimaksud dengan kebudayaan nasional khususnya dalam menafsirkan makna dari puncak-puncak kebudayaan daerah sebagai kebudayaan bangsa.

Dari berbagai pernyataan dan rumusan kebudayaan nasional yang telah berkembang sejak kemerdekaan hingga sekarang maka dalam memorandum pandangan ini kebudayaan nasional diartikan sebagai buah usaha budi rakyat Indonesia yang mengandung motivasi dan perilaku masyarakat yang mempunyai makna keindonesiaan dan dipengaruhi oleh tempat dan lingkungan baik daerah maupun internasional, tampil dalam wujud nilai-nilai yang diterima dan berlaku sama di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai contoh nyata dapat dilihat antara lain pakaian resmi nasional pada acara-acara kenegaraan dan acara formal di kalangan masyarakat seperti kebaya, baju kurung, dan lain-lain untuk wanita dan untuk pria batik dan tenun serta peci. Inti kebudayaan adalah seluruh gagasan dan nilai-nilai budaya yang merupakan hasil abstraksi pengalaman para pendukungnya yang selanjutnya menguasai sikap dan tingkah laku pada pendukungnya.

Sejalan dengan kemajuan zaman yang menyatakan bahwa kebudayaan dipengaruhi juga oleh tempat dan lingkungan, maka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk teknologi informasi telah membawa pengaruh besar pada perkembangan kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional.

Pengaruh tersebut telah memperlakukan dan menempatkan kebudayaan daerah setara di seluruh Indonesia. Sementara itu, dalam kehidupan yang semakin mengglobal akibat dari makin terbukanya pergaulan antar bangsa di mana batas-batas wilayah/negara makin kabur maka tidak tertutup kemungkinan adanya lompatan budaya (quantum leap) dari kebudayaan daerah ke kebudayaan internasional seperti yang dialami masyarakat Bali.

Dalam pergaulan antar bangsa tersebut bangsa Indonesia sekarang ini telah membuka diri tidak hanya dengan bangsa-bangsa di lingkungan tertentu seperti kawasan Asia (Cina, Jepang, Negara Timur Tengah dan lain-lain), tetapi juga dengan bangsa-bangsa lain yang memiliki budaya yang sangat berbeda seperti Barat.

Dalam hubungan ini, kebudayaan nasional Indonesia berinteraksi dengan budaya-budaya nasional bangsa lainnya yang dalam perkembangannya akan membentuk kebudayaan internasional sebagai kebudayaan modern. Dalam hal ini kebudayaan internasional dapat diartikan sebagai perilaku universal yang dapat diterima oleh seluruh bangsa yang perkembangannya sangat dinamis seperti demokrasi dan Hak Azasi Manusia (HAM).

Dalam menghadapi perkembangan kebudayaan internasional diperlukan satu sikap yang mampu mempertahankan kebudayaan nasional termasuk kebudayaan daerah agar tidak larut dari pengaruh kebudayaan internasional. Sikap tersebut dalam wujud identitas bangsa.

.

BAB III: IDENTITAS BANGSA

.

Identitas bangsa sebagai satu sikap dan merupakan bagian dari kebudayaan nasional dihadapkan pada dinamika perkembangan kebudayaan daerah yang masing-masing mengalami perkembangan yang cukup dinamis dan kebudayaan internasional yang juga sangat dinamis perkembangannya.

Proses perwujudan identitas bangsa justru paling banyak dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern berasal dari Barat maka mau tidak mau yang sangat berpengaruh pada identitas bangsa adalah budaya Barat.

Identitas bangsa Indonesia mencapai titik yang diinginkan ketika nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila terwujud dalam kehidupan bangsa secara konkret baik secara materiil maupun spiritual. Dengan demikian identitas bangsa adalah sesuatu yang khas pada diri seseorang atau kelompok orang yang membedakan seseorang atau kelompok orang tersebut dari orang atau kelompok lainnya. Khas disini bisa fisik atau non fisik dan dalam proses dapat berubah.

Identitas bangsa Indonesia berarti sesuatu yang khas dari bangsa Indonesia yang membedakannya dari bangsa lain. Identitas tidak terbentuk secara tiba-tiba tetapi melalui proses, sehingga identitas bangsa bukanlah sesuatu yang statis melainkan dinamis tanpa meninggalkan jiwa dan akar-akarnya.

Dalam perkembangan identitas bangsa dapat mengalami titik balik dalam pergaulan antar bangsa yang terwujud dalam ikatan etnisisme sehingga dalam aspek kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara mengalami perubahan peta negara seperti yang terjadi di Uni Sovyet, Yugoslavia dan Cekoslovakia. Negara-negara tersebut mengalami perpecahan dan memisahkan diri karena cenderung membentuk satu konsep bangsa berdasarkan etnik, untuk mempertahankan dan menampilkan identitas bangsa.

Untuk mengantisipasi dan menghindari kemungkinan-kemungkinan terjadinya perpecahan dan disintegrasi bangsa, maka peranan pendidikan akan sangat menentukan dalam pembentukan tatanan berpikir masyarakat dalam upaya membimbing interaksi kebudayaan daerah, kebudayaan nasional dan kebudayaan internasional dalam mempertahankan dan memperkokoh negara kesatuan Indonesia.

.

BAB IV: PENGARUH TERHADAP PENDIDIKAN ABAD KE-21

.

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menjadikan manusia lebih baik, bertaqwa, berilmu, berketerampilan, dan siap dalam menghadapi masa depan. Sebagaimana halnya kebudayaan, perkembangan dan kemajuan pendidikan juga memerlukan rekayasa dalam bentuk strategi pendidikan. Tanpa rekayasa, maka kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang baik hanya akan dinikmati oleh kelompok kecil, dengan mengabaikan pihak-pihak lain yang berhak, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945, mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang baik pula.

Pendidikan merupakan komitmen yang dilakukan secara sadar oleh setiap individu untuk mengembangkan personalitas menuju pengubahan perilaku secara terus-menerus ke arah yang lebih baik.

Pendidikan yang memberikan penekanan perkembangan budi pekerti dan ketenangan jiwa bagi setiap individu sangatlah potensial untuk menciptakan keadaan yang harmoni di masyarakat.

Sistem pendidikan yang berorientasi pada ekonomi dan perolehan pekerjaan yang menghasilkan uang semata perlu dilandasi dengan pendidikan moral agar tidak menjauhkan manusia dari akhlak mulia dan budi luhur. Sistem pendidikan memberikan peran sangat besar bagi pendidikan moral bangsa.

Sebaiknya pendidikan dapat memberikan rasa damai (inner peace). Rasa damai tersebut berpotensi untuk menciptakan harmoni di masyarakat.

Pendidikan seharusnya berlandaskan pada realita dan aspirasi yang benar-benar terjadi baik di Indonesia maupun di dunia internasional. Untuk itu, kurikulum harus bersifat luwes dengan harapan agar peserta didik mendapat keluwesan tersebut dalam menghadapi kehidupan yang kompleks dengan perubahan-perubahan yang sangat cepat.

Pengaruh etnis semakin kuat, akan tetapi kita harus mempertahankan dan memelihara kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Untuk itu, penyelenggaraan pendidikan harus mempertimbangkan secara bijaksana penggunaan sistem sentralisasi dan atau desentralisasi, sehingga tercipta keseimbangan yang harmonis antara kesatuan dan persatuan bangsa di satu pihak dan kemajuan daerah di pihak lain.

Dalam penyelenggaraan pendidikan peserta didik perlu diberikan peranan lebih besar untuk menentukan pilihan yang ingin dipelajari.

Pendidikan di Indonesia pada umumnya masih bersifat teknis, kurang menciptakan dan menumbuhkan wawasan kepada peserta didik, oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan.

Di Indonesia banyak orang berbicara mengenai pentingnya pendidikan, tetapi anggaran pendidikan tidak mendapat prioritas utama. Prioritas utama ditujukan untuk pembangunan prasarana dan infrastruktur. Sebelum krisis moneter BPPN mengusulkan pada Bappenas bahwa anggaran pendidikan dan kebudayaan ditingkatkan yang semula 8,7% menjadi 12% dari APBN. Di Malaysia anggaran pendidikan di atas 20% dari APBN bahkan mencapai 25%.

Faktor pemimpin adalah faktor yang sangat dominan. Pepatah yang mengatakan bahwa "pemimpin bangsa seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat (ing ngarsa sung tulada)" adalah sangat relevan dengan pendidikan moral bangsa.

Dalam era globalisasi kita tidak mungkin menutup diri tanpa mengetahui bangsa lain. Kita tidak perlu meniru semua kebudayaan internasional, tetapi kita memasukkan unsur-unsur positif dari berbagai kebudayaan tersebut untuk memperkaya kebudayaan nasional.

Pendidikan agama sudah seharusnya tidak hanya menekankan pada pengetahuan dan kaidah-kaidah agama, tetapi juga pada implementasi kaidah tersebut dalam perilaku sehari-hari. Cara memberikan pendidikan agama di sekolah yang menekankan aspek formalitas harus diubah. Selain itu, para pemuka agama tidak lagi beranggapan bahwa keberagamaan seseorang dapat diukur dari kemampuan seseorang dalam menjalankan ritus keagamaan secara tepat dan benar. Bangsa Indonesia yang religius ini ingin mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai religius, sehingga mampu membangun dirinya sejajar dengan negara lain.

.

BAB V: PERMASALAHAN DAN KENDALA

.

1. Sejauh mana pengaruh perkembangan identitas bangsa Indonesia di tengah dinamika kebudayaan daerah, nasional, dan internasional yang perkembangannya begitu cepat dan sangat kompleks dan heterogen terhadap pendidikan abad ke-21?

2. Selama ini bangsa Indonesia berdasarkan pada Pancasila, UUD '45 dan Bhinneka Tunggal Ika. Kebhinekaan bangsa Indonesia baik sosial, budaya, agama, kepercayaan, dan etnis dapat merupakan kekuatan dan sekaligus juga kelemahan bagi keutuhan bangsa. Belakangan ini dengan tidak adanya kepastian hukum serta munculnya primordialisme di berbagai segi kehidupan dan hubungan antar kelompok lebih-lebih merupakan potensi kerawanan terjadinya disintegrasi bangsa. Kerusuhan yang terjadi akhir-akhir ini dapat menimbulkan kesan bahwa perbedaan antar budaya, antar etnis, antar agama, dengan sendirinya dapat menimbulkan konflik. Dalam kaitan ini bagaimana peran pendidikan dapat mengantisipasi dan mengatasinya?

3. Kebudayaan daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional kurang mendapat perlakuan yang adil, kurang dihormati, dan kurang diberi kesempatan untuk mengembangkannya.

Selama ini tanpa disadari telah terjadi kebijaksanaan yang sentralistik dalam berbagai bidang termasuk kebudayaan. Akibatnya terjadi kepincangan yang sangat terasa dalam pengembangan kebudayaan. Misal seni ukir Asmat yang sudah menonjol, ditarik ke Jakarta (di Ancol) sehingga didaerahnya tidak berkembang. Bahkan ada juga orang Asmat dibawa ke Bali agar pahatan patungnya dapat lebih halus, hal ini justru menjadi berkurang nilainya dan tidak laku di mata antropologi dan kolektor, karena kekhasannya hilang. Bila Asmat ini adalah yang dimaksudkan dengan puncak kebudayaan daerah, maka selayaknya Asmat dapat dikembangkan di daerahnya.

4. Setelah berkembangnya modernisme, masalah yang timbul dan hampir terjadi di seluruh dunia adalah adanya titik balik paradigma kebudayaan nasional yaitu dengan munculnya semangat etnisisme yang kuat dan kukuh. Hal ini dapat dilihat dengan pecahnya Uni Sovyet menjadi banyak negara etnik. Dalam kaitan ini bagaimana merumuskan kembali pemahaman kita akan kebudayaan nasional Indonesia yang disesuaikan dengan tuntutan sekarang dan masa depan? Bagaimana mentransmisikan nilai-nilai budaya ke dalam pendidikan untuk mencapai identitas bangsa yang solid untuk menghadapi globalisasi?

.

BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN

.

Dari uraian bab-bab di atas dapat ditarik kesimpulan dan sekaligus saran sebagai berikut.

1. Bangsa Indonesia harus membuka diri dalam pergaulan antar bangsa dengan mendorong kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional berinteraksi dengan kebudayaan internasional yang positif disertai dengan peningkatan ketahanan terhadap kebudayaan nasional.

2. Kebudayaan nasional perlu segera diidentifikasi secara tegas dalam upaya mempertahankan diri dari pengaruh kebudayaan internasional, sehingga tidak larut didalamnya.

3. Kebudayaan daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional harus mendapat perhatian dari semua pihak dengan memberikan perlakuan yang adil, penghargaan serta kesempatan seluas-luasnya agar dapat mempertahankan dan mengembangkan jati dirinya.

4. Untuk mencapai ketiga butir di atas perlu mengaktualisasikan identitas bangsa dalam tatanan berpikir setiap masyarakat Indonesia.

5. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk menjadikan manusia menjadi lebih baik harus didukung oleh penyelenggaraan yang berkualitas, sehingga dapat memberikan kemajuan dan perkembangan yang adil bagi seluruh unsur dan bagian bangsa Indonesia. Dengan demikian dapat berkembang baik kebudayaan daerah maupun kebudayaan nasional serta hubungannya dengan kebudayaan internasional.

6. Dalam kaitan dengan butir nomor 5 di atas, maka anggaran pendidikan dan kebudayaan harus memperoleh prioritas utama dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

7. Sudah menjadi kenyataan bahwa investasi terbaik yang dilakukan oleh suatu bangsa adalah investasi pendidikan dan kebudayaan.

.

KEMBALI KE MENU SARAN PERTIMBANGAN

KEMBALI KE MENU UTAMA