MEDIA TELEVISI: TUJUAN, ISI, PENGELOLAAN SERTA DAMPAK TERHADAP PERUBAHAN SISTEM NILAI (PENGARUH TAYANGAN PROGRAM TELEVISI TERHADAP PERILAKU ANAK DAN PEMUDA)

 

KATA PENGANTAR

            Memorandum pandangan ini memuat kesepakatan pemikiran bersama para pakar Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) terhadap pengaruh tayangan televisi terhadap perilaku anak-anak dan pemuda, baik pengaruh yang positif maupun pengaruh negatif.  Disamping itu, mengenai manfaat yang dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya dan peserta didik pada khususnya adalah melalui program-program televisi yang bermutu, yang dibuat sesuai dengan kebudayaan bangsa.

            Perkembangan pertelevisian di Indonesia sangat pesat.  Hal ini terjadi karena kebijakan politik pemerintah sangat mendukung perluasan pemanfaatan media elektronika bagi dunia televisi kita.  Telah dapat diperkirakan bahwa lambat laun tidak terdapat batasan-batasan wilayah dalam komunikasi informasi.  Oleh karena itu, disadari bahwa arus informasi yang datang dari luar akan sulit untuk dibendung, dan hal ini tentu akan mempunyai pengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa.

Pemerintah sebagai unit pengubah (agent of change) diharapkan dapat melakukan langkah-langkah positif untuk memanfaatkan televisi dan media elektronik lainnya, serta mampu menangkal secara dini pengaruh-pengaruh yang timbul oleh media televisi dan media elektronik tersebut.

Serangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan untuk mengkaji dan menelaah memorandum pandangan ini antara lain menelaah hasil-hasil  penelitian, mengadakan dialog dan konsultasi dengan para ahli, tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat.  Disamping itu, melakukan kunjungan dan pengamatan ke berbagai satuan pendidikan.

            Berdasarkan kesepakatan pendapat anggota BPPN, penyusunan memorandum pandangan ini dikoordinasikan oleh Bapak Ki Soeratman dan dibantu oleh Bapak Letjen TNI (Purn.) Soetanto Wirjoprasonto, Bapak F. Darmanto, dan Bapak Prof. Dr. Moegiadi.

            Pemikiran-pemikiran BPPN yang tertuang dalam memorandum pandangan ini semoga bermanfaat bagi pembangunan pendidikan dan pengembangan kebudayaan.

 

Jakarta, November 1992

Makaminan Makagiansar

Ketua Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional

 

 

BAB I: PENDAHULUAN

        Kemajuan teknologi, telah memperlancar komunikasi di seluruh penjuru dunia dan seluruh pelosok tanah air Indonesia.  Dengan perkembangan teknologi yang sedemikian pesat, terutama dalam kurun waktu dua dasa warsa belakangan ini, tidak ada satu bangsapun yang terasing dari pergaulan antar bangsa melalui media elektronika, media cetak maupun film.  Keadaan ini yang akan memperlancar dunia memasuki era globalisasi pada abad ke 21.

        Pemerintah yang cenderung menganut open sky policy telah melakukan berbagai program dalam mengantisipasi kemajuan teknologi antara lain dengan beroperasinya sistem komunikasi satelit domistik (SKSD).  Indonesia telah mempunyai jaringan komunikasi yang luas, melalui telepon, dan alat pandang dengar (siaran televisi) keseluruh pelosok tanah air.  Pengembangan dan pemanfaatan jaringan SKSD, terutama sebagai jaringan komunikasi pandang dengar akan memberikan pengaruh terhadap perubahan tata nilai dan sosial budaya dalam masyarakat.  Pengaruh terbesar siaran televisi terutama melalui perangkat lunak yaitu pesan-pesan yang disampaikan untuk para pemirsa.

        Televisi sebagai media komunikasi untuk penyampaian informasi, pendidikan, dan hiburan adalah salah satu media visual dan auditif yang mempunyai jangkauan yang sangat luas.  Mengingat sifatnya yang terrbuka, cakupan pemirsanya tidak mengenal usia dan meliputi seluruh lapisan masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa.  Luasnya jangkauan siaran dan cakupan pemirsanya, mejadikan media televisi sebagai media pembawa informasi yang besar dan cepat pengaruhnya terhadap perkembangan pengetahuan, sikap dan perilaku anggota masyarakat serta perubahan system dan tata nilai yang ada.

        Sekarang selain media televisi yang dikelola oleh pemerintah, masyarakat dapat juga menyaksikan siaran televisi yang dikelola swasta.  Disamping itu, sebagain masyarakat yang memiliki antena parabola dapat menikmati siaran televisi dari luar negeri.  Masing-masing jenis media televisi tersebut di atas mempunyai tujuan dan isi siaran yang berbeda, sesuai dengan misi masing-masing pengelola dengan sasaran kelompok-kelompok pemirsa yang berbeda-beda pula.

        Hal lain yang perlu mendapat perhatian berkaitan dengan televisi adalah penggunaan pita rekaman (video), laser disk, dan disket computer.  Teknologi ini telah sedemikian pesat perkembangannya sehinga mampu menghasilkan gambar dan suara yang prima menjadikannya sebagai barang komoditi yang disukai.  Ini terbukti dengan banyaknya palwa (video rental) tersebar di seluruh wilayah tanah air sampai pada tingkat kecamatan.

        Mengingat besarnya dampak media televisi terhadap perubahan sistem nilai masyarakat serta pembentukan pribadi anak didik kita dam bangsa pada umumnya, maka tujuan dan isi program yang ditayangkan hendaknya benar-benar mengandung misi untuk mengantarkan masyarakat Indonesia ke suatu sistem nilai yang kondusif terhadap pengembangan watak dan tatanan hidup masyarakat, sesuai dengan iklim sosial budaya setempat dalam kerangka mencapai tujuan pembangunan nasional.  Di samping sebagai upaya positif untuk memperluas cakrawala dan memperdalam pengetahuan setiap warga negara yang sekaligus mengantar mereka ke arah sikap yang kritis tapi positif, kreatif dan partisipatif terhadap pembangunan nasional yang kini sedang berlangsung.

 

BAB II: TELEVISI DI INDONESIA TUJUAN, ISI, PENGELOLAAN, DAN POTENSINYA

 

        Kebijaksanaan Pemerintah untuk memiliki dan mengoperasikan sistem komunisasi satelit domestik, sejak PELITA II, merupakan keputusan yang tepat.  Sistem ini merupakan kebutuhan yang mutlak bagi Indonesia, karena keadaan dan letak geografisnya.  Dasar pertimbangan pengembangan sistem ini adalah untuk keperluan penerangan, pendidikan dan hiburan.

        Jangkauan sasaran siaran radio dan televisi terus ditingkatkan sehingga menurut rencana pada akhir REPELITA V seluruh daerah terpencil/terisolasi dapat diliputi, dengan demikian, dapat dikatakan 100% wilayah Nusantara dapat menerima siaran.  Peningkatan kemampuan meliputi siaran tersebut juga didukung oleh perkembangan sumber daya energi surya, dan ditambah pula dengan kehadiran antena parabola, sehingga memungkinkan dapat menerima siaran televisi dari luar negeri.

        Sistem tersebut sangat handal untuk menjadi sarana menjalin satu kesatuan wawasan nusantara.  Disamping itu, sistem tersebut sekaligus sebagai salah satu sarana media komunikasi antar bangsa, khusunya di kawasan Asia Tenggara.

        Kemampuan siaran televisi yang dapat menjangkau keseluruhan pelosok tanah air dimungkinkan dengan memanfaatkan salah satu transponden yang dimiliki oleh sistem komunikasi satelit domestik.  Keberadaan media televisi mempunyai arti yang sangat penting dalam konteks kerangka pembangunan nasional.  Keseluruhan hasil dan dinamika pembangunan segera dapat diketahui oleh masyarakat melalui suara dan gambar (audio visual) dalam siaran televisi.

        Siaram televisi dari waktu ke waktu mengalami peningkatan baik dari segi jumlah maupun dari segi mutu.  Dari segi jumlah, selain TVRI (milik pemerintah), ada empat siaran televisi yang dikelola oleh swasta yaitu: a) Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) di Jakarta; b) RCTI di Bandung; c) Surya Citra Televisi (SCTV) di Surabaya; dan d) televisi Pendidikan Indonesia (TPI) di Jakarta.  Penyiaran televisi swasta sepenuhnya di bawah pengendalian dan pengawasan Yayasan Televisi Republik Indonesia.  Bahkan, menurut rencana dalam waktu dekat akan beroperasi lagi enam buah siaran televisi swasta, serta akan diorbitkan sebuah satelit swasta INDOSIAR.

 

A.    Televisi Republik Indonesia (TVRI)

1.     Tujuan

Siaran TVRI dilandaskan filsafatnya Pancasila dan landasan idiilnya:  hakekatnya pembangunan, yakni membangun manusia Indonesia seutuhnya dan membangun seluruh masyarakat Indonesia, mempunyai tujuan:  (a) membangkitkan/meningkatkan dan memupuk kesadaran membangun bangsa dan negara yang berwatakkan wawasan nusantara; (b) mengembangkan pola sejalan dengan pertumbuhan nilai-nilai yang dinamis dan lestari; (c) membentuk manusia Indonesia seutuhnya dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan sesuai dengan GBHN; (d) ditujukan pada seluruh lapisan masyarakat.  (direktorat Jendral Televisi RI, 1980)

2.     Isi dan Pengelolaan

Jangkauan wilayah dan penduduk siaran TVRI dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sesuai dengan kemampuan TVRI.  Pada tahun 1991 TVRI memiliki 10 stasiun penyiaran/studio; 273 stasiun pemancar/penghubung; jumlah unit produksi keliling/SPK sebesar 10 buah.  Jumlah jam siaran rata-rata perhari TVRI Jakarta 9 jam.

Perbandingan produksi bahan siaran antara produksi dalam negeri dan produksi luar negeri adalah 4:1 (80% produksi dalam negeri dan 20% produksi luar negeri)

Komposisi/perimbangan siaran TVRI Pusat dan Daerah tahun 1990/91 adalah sebagai beikut: (a) berita/penerangan 27%, (b) pendidikan/agama 24%, (c) hiburan/seni budaya (47%, dan (d) lain-lain 2%. (Departemen Penerangan 1991)

 

B.    Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI)

1.     Maksud dan Tujuan

RCTI dalam program pembangunan pemerintah di bidang informasi, melalui penyajian tayangan televisi yang menghibur, informatif dan mendidik.

2.     Isi dan pengelolaan

RCTI yang didirikan pada tanggal 26 Februari 1988, sejak tanggal 1 Juli 1991 melakukan penayangan melalui satelit palapa.  Sejak itu pemilik antena parabola di seluruh Indonesia dapat menyaksikan siaran RCTI dengan jelas.

Tanggal 1 Mei 1991, RCTI memperluas daerah operasionalnya ke Bandung.  Dalam rencana jangka panjang, akan dilakukan pelebaran/pengembangan jangkauan ke daerah-daerah lain.

Saat ini, RCTI melakukan siaran selama kurang lebih 106 jam per minggu, atau rata-rata 15 jam per hari dengan rincian hari Senin sampai dengan Jumlat pukul 12.00-02.000 WIB

Hari Sabtu pukul 08.00-03.00 WIB; hari Minggu pukul 08.00-01.00 WIB.

Persentase penggolongan acara yang disiarkan RCTI adalah sebagai berikut:  siaran pemerintah dan siaran berita TVRI 10%, siaran pendidikan, agama dan kebudayaan 20%, siaran hiburan dan olah raga 50%, siaran iklan/komersial 20%.

Untuk sementara waktu acara import di RCTI mencakup sekitar 85%, dibandingkan denga acara lokal yang baru mencapai 15%, hal ini disebabkan oleh terbatasnya tenaga profesional yang siap pakai dalam menangani acara /produksi lokal pada saat ini, dan juga terbatasnya biaya. Sejak awal tahun 1989, hampir semua program import telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dalam bentuk teks. Bahkan dalam waktu dekat, RCTI akan mulai menggunakan rekaman suara terjemahan (voice dubbing system) untuk sebagian acara-acar import, khususnya film kartun anak-anak. Namun, demi memenuhi kepuasan pemirsa, dan mencapai target RCTI, pada tahun 1994, acara lokal 40% dari jumlah keseluruhan acara (sumber: RCTI, 1991).

 

C.    Televisi Pendidikan Indonesia (TPI)

    1.  Misi Televisi Pendidikan Indonesia

         Didorong oleh semangat luhur untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI), bertekad memberikan sumbangan pelayanan pendidikan.  Dengan mempertimbangkan keterbatasan pemerintah dalam menyelenggarakan seluruh program pembanguna pendidikan, serta dengan berpegangan pada arah dan tujuanpembangnunan pendidikan dan telah ditentukan, CTPI berniat memberikanpelayanan pendidikan dengan menggenakan media televisi, baik untuk jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah.

2.  Isi dan Pengelolaan

     Penyelenggaraan siaran TPI dijalin suatu kerja sama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen penerangan serta dengan menghimpun partisipasi masyarakat.  Sesuai dengan misi pendidikan yang diembannya, CTPI akan menyelenggerakan acara siaran dengan komposisi: siaran pendidikan yang akan meliputi 33,2% seluruh waktu siaran, terbagi dua sama bessar untuk pendidikan jalur sekolah dan luar sekolah; 31,9% acara hiburan;20% siaran berita, penerangan/informasi dan 2,4% acara penunjang.

TPI mempunyai sasaran pemirsa berikut.

a.      Peserta didk sekolah sekolah.  Pada tahap awal departemen pendidikan dan kebudayaan menetukan siswa SLTP dan SLTA sebagai sasaran pemirsa yang diprioritaskan.  Sasaran pemirsa ini akan diperluas, sesuai dengan ketersediaan waktu siaran dan kebutuhan pengajaran, seperti guru dan mahasiswa Universitas Terbuka.

b.     Peserta didik diluar sekolah.  Kelompok ini meliputi (1) anak pra sekolah, (2) ibu rumah tangga, (3) remaja dan pemuda putus sekolah yang akan memasuki atau berminat meningkatkankemampuan untuk memasuki dunia kerja, (4) siswa sekolah lainnya, dan (5) khalayak umum.

Program siaran dikategorikandalam mata acara berikut

a.      Pendidikan sekolah yang terdiri atas empat sub kategori (SLTP, SLTA, Universitas dan SLB).

b.     Pendidikan luar sekolah yang terdiri atas sembilan sub kategori (Kapita Selekta, Wanita Indonesia, Dunia Pertanian, Tuntunan Rohani Remaja, Pengetahuan Populer, Dunia wisata,, Pembinaan Bahasa dan Apresiasi Seni).

c.      Berita/penerangan yang terdiri atas dua sub kategori (Warta Berita dan Serba Neka Penerangan)

d.     Hiburan yang terdiri atas tiga sub kategori (dunia anak-anak, musik dan film cerita).

e.      Penunjang yang terdiri atas tiga sub kategori (pembukaan siaran, acara pengisi dan penutup siaran)

Penyelenggaraan acara siaran pendidikan dilakukan dengan bantuan dari berbagai unit pemerintah dan masyarakat yang terkait.  Siaran dilakukan bekerja sama dengan TVRI melalui siaran nasional.

Sarana penerima di tempat akan diusahakan sendiri oleh masyarakat serta dalam hal tertentu diharapkan ada bantuan dari pemerintah pusat dan daerah, sektor wisata dan masyarakat umumnya.  Pembiayaan kegiatan merupakan usaha swasta murni, dengan jalan menghimpun dana melalui siaran niaga. (Sumber CTPI, 1991)

D.    Potensi Televisi Pendidikan dalam Pembangunan Sektor Pendidikan dan Pendidikan Sumber Daya Manusia

Tidak dapat diingkari bahwa televisi telah memperlihatkan tingkat efektivitas dan efisiensi yang tinggi sebagai media pendidikan.  Negara-negara maju telah lama menggunakan televisi sebagai salah satu media pendidikan untuk membantu satuan-satuan pendidikan meningkatkan mutu proses belajar mengajar, meningkatkan mutu guru dan secara keseluruhuhan meningkatkan mutu pendidikan.  Program-program dikembangkan untuk siaran umum dan khusus, yang dikenal dengan sebutan close-circuit television (CCTV).  Di Jepang misalnya, program CCTV digunakan pada banyak satuan pendidikan.

Untuk Indonesia, televisi pendidikan, memiliki potensi yang besar untuk membantu meningkatkan mutu pendidikan.  Hal ini terutama meningkat antara lain:

1.      Penyebaran guru belum merata di semua satuan pendidikan dan lokasi, baik jumlah maupun mutunya;

2.      Penyediaan dan penyebaran buku dan alat pelajaran perpustakaan, labolatorium, bengkel kerja serta buku-buku pedoman dan petunjuk teknis masing-masing belum dapat mencakup ke semua satuan pendidikan, murid, guru dan petugas pendidikan lainnya.

3.      Sistem dan prosedur pengawasan/penilikan yang belum dapat dilaksanakan secara intensif dan ekstensif.

Media TV termasuk cara yang efektif dan efisien untuk memutakhirkan (up dating) pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan IPTEK yang berlangsung secara tepat.  TV dapat membantu program pendidikan guru, pejabat dan pendidikan jabatan.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, pengembangan dan pembinaan siaran televisi pendidikan merupakan suatu upaya yang baik, dengan catatan diperlukan upaya yang lebih intensif untuk memperkaya program-program pendidikan pada semua mata pelajaran, terutama mata pelajaran pokok seperti pendidikan agama, mata pelajaran ilmu-ilmu dasar seperti matematika, fisika, biologi, kimia, termasuk pendidikan keterampilan untuk pendidikan dasar serta mata-mata pelajaran yang penting untuk tingkat pendidikan menengah umum dan kejuruan serta perguruan tinggi.  Potensi televisi pendidikan sebagaimana telah diuraikan di atas tidak lain dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.

Dalam garis-garis besar haluan negara 1988 digariskan bahwa pengembangan sumber daya manusia perlu diselenggarakan secara menyeluruh, teratah dan terpadu di berbagai bidang yang mencakup terutama kesehatan, perbaikan gizi, pendidikan dan latihan serta penyediaan lapangan kerja.  Usaha pengembangan sumber daya itu dilakukan agar kualitas manusia Indonesia dapat ditingkatkan sebagai salah satu modal dasar pembangunan.

Sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional (UUSPN) pembangunan nasional di bidang pendidikan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur serta memungkinkan mereka untuk mengembangkan diri.  Ketentuan ini merupakan landasan untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia.

Pendidikan untuk pengembangan kualitas manusia itu meliputi segala aspek perkembangan manusia dalam harkatnya sebagai makhluk yang berakal budi, sebagai pribadi, sebagai warga masyarakat, dan sebagai warga negara,  sehingga pendidikan yang paripurna akan meliputi usaha pengembangan jasmani dan rohani, kepribadian, kemasyarakatan, kebangsaan, dan kekaryaan, atau sebagaimana peningkatan kualitas fisik dan non fisik yang meliputi kualitas pribadi, kualitas hubungan dengan pihak lain (Tuhan, alam lingkungan, dan sesama manusia), dan kualitas kekaryaan.  UUSPN selanjutnya juga mengartikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik bagi peranannya di masa yang akan datang, dengan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan.  Sedangkan peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.  Dengan demikian, media teknologi baru itu (radio, televisi, pita rekaman komputer) menawarkan sejumlah alternatif pemecahan masalah pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia.

 

BAB III PERMASALAHAN

 

Pemanfaatan sistem komunikasi satelit domestik sebagai jaringan komunikasi angkasa, khususnya melalui siaran televisi, membawa pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, seperti cara kerja dan tata kehidupan sosial budaya.  Pengaruh terhadap tata kehidupan sosial budaya yang antara lain meliputi integritas nasional (berbangsa dan negara); pendidikan; pola konsumsi; pemanfaatan dan pengembangan teknologi di berbagai bidang misalnya pertanian dengan diversivikasi tanaman pangan, bidang kehutanan dengan program hutan industri, bidang kesehatan dengan program keluarga berencana dan norma keluarga kecil; nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dan berkembang di masyarakat (agama dan budaya); pengembangan dan pelaksanaan program-program pembangunan lainnya.

Kehadiran media televisi membawa pengaruh yang cukup besar bagi para pemirsanya baik sebagai anggota masyarakat maupun sebagai individu.  Pengaruh tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif.  Pengaruh media televisi terhadap pemirsa perorangan terwujud dalam perubahan pengetahuan, sikap dan perubahan perilaku.

Masalah utama yang perlu mendapatkan perhatian dalam kaitannya dengan kehadiran televisi terhadap kehidupan masyarakat khususnya generasi muda antara lain adalah:

1.       Seberapa jumlah pengaruh negatif terhadap aspek tatanan nilai dan moral bangsa.

2.       Seberapa jauh pengaruh tayangan program televisi terhadap perilaku anak dan pemuda.

3.       Sejauh mana pengaruh menonton acara televisi terhadap motivasi belajar peserta didik dan

4.       Bagaimana mengembangkan potensi siaran televisi untuk tujuan pelayanan pendidikan melalui proses belajar-mengajar.

5.       Permasalahan di atas dapat diringkas menjadi satu pokok permasalahan yaitu seberapa jauh pengaruh tayangan program televisi terhadap perilaku anak dan pemuda, termasuk pengaruhnya terhadap motivasi belajar.  Di lain pihak bagaimana potensi televisi untuk tujuan pelayanan pendidikan dapat ditingkatkan manfaatnya.

6.       Berapa hasil penelitian dan sejumlah artikel yang mengulas masalah tersebut di atas dapat dipakai sebagai rujukan untuk mendapatkan jawaban.  Namun hal itu tidak berarti akan segera dapat memecahkan masalahnya secara tuntas, karena hasil-hasil penelitian dimaksud belum dapat memberikan kesimpulan yang pasti dan konklusif.  Bahkan diantara pakar psikologi perkembangan, komunikasi masa, dan pakar pendidikan mempunyai pendapat dan kesimpulan yang bermacam-macam.  Yang pasti kehadiran televisi harus mampu secara dini mempersempit peluang perkembangan ke arah yang negatif dan sebaliknya mampu mengisi potensi yang dimiliki dalam upaya pembangunan sumber daya manusia.

 

BAB IV: ANALISIS MASALAH TENTANG PENGARUH TAYANGAN PROGRAM TELEVISI TERHADAP PERILAKU ANAK DAN PEMUDA

 

A.   Hubungan pengaruh televisi terhadap perilaku anak dan pemuda

Dalam psikologi perkembangan, pemuda dan remaja pada usia 12 sampai dengan 18 tahun berada dalam masa yang sulit.  Mereka berada dalam kondisi yang labil.  Selama masa perkembangan, para pemuda dan remaja menghadapi berbagai masalah, yakni masalah biologis, psikologis dan sosiologis.

Kehidupan anak-anak dan pemuda tidak terlepas dari pengaruh lingkungan dalam pembentukan jati dirinya.  Kini yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana pengaruh televisi terhadap perilaku anak-anak dan pemuda.  Beberapa ahli telah menyimpulkan bahwa pengaruh televisi pada anak-anak meliputi:  1) dampak fisik; 2) dampak emosional; 3) dampak kognitif dan 4) dampak tingkah laku.  Mereka berusaha membentuk gambaran dari lingkungannya, sebagaimana mereka membentuk citra jati dirinya sendiri.

Sebenarnya media masa termasuk televisi secara langsung tidak mengubah pendapat atau sikap, kecuali jika pihak yang bersangkutan sudah memiliki unsur untuk perubahan itu.  Pada dasarnya setiap orang yang berhadapan dengan media masa mempunyai unsur perubahan, yaitu persepsi, sikap datu pendirian yang mungkin berubah.  Unsur perubahan ini terbentuk karena pengaruh interaksi dengan lingkungannya, sehingga orang yang mempunyai selera musik pop misalnya, tidak berminat mendengarkan musik jazz atau keroncong.

Perubahan sebagai akibat dari pengaruh media massa hanya terjadi bila orang memang sudah mempunyai kecenderungan untuk berubah.

Televisi ini merupakan jendela terhadap dunia.  Segala sesuatu yang kita lihat melalui jendela itu membantu menciptakan gambar di dalam jiwa.  Gambar inilah yang membentuk bagian penting cara seseorang belajar dan mengadakan persepsi diri.  Apa yang kita peroleh melalui pengamatan pada jendela itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu lama waktu menonton dan mengikuti siaran, usia, kemampuan khusus seseorang dan keadaan seseorang pada waktu itu.

Siaran televisi dapat menyamakan dan meratakan jurang kesempatan dalam pengalaman dan pengetahuan antara masyarakat yang tinggal di kota dan di desa, antara masyarakat yang tidak atau kurang terdidik dan yang cukup terdidik, antara penonton yang putus sekolah dan yang berkesempatan menyelesaikan atau melanjutkan sekolahnya.  Kepada mereka semua, televisi secara potensial memberikan dampak yang relatif sama.

Televisi sebagai salah satu lingkungan bagi seorang berperan dalam pembetukan kepribadian anak.  Proses terbentuknya suatu kepribadian tertentu bisa dilihat dari beberapa hal, pertama yaitu proses pembiasaan.  Seorang anak melihat suatu tingkah laku yang sering ditampilkan secara berulang-ulang. Tingkah laku tersebut akan menjadi lazim baginya.  Dengan demikian, televisi bisa merupakan suatu lingkungan yang membentuk kebiasaan perilaku.  Apabila dalam siaran televisi ditayangkan model kekerasan atau pornografi secara berulang-ulang, tingkah laku tersebut lambat laun bisa menjadi bagian dari perilaku anak.  Oleh karena itu, agar televisi berpengaruh positif pada pembentukan kebiasaan hendaknya televisi banyak menayangkan acara dengan model perilaku yang positif atau memperkuat perilaku anak yang sedang pada tahap pembentukan.

Bentuk lain peran televisi dalam pembentukan kepribadian anak adalah dalam proses dan peniruan.  Pengaruh proses ini terhadap seseorang berlangsung secara perlahan-lahan.

 

B.    Seberapa besar pengaruh televisi terhadap perubahan perilaku seseorang

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Penerangan dalam konteks pertelevisian di Indonesia memberikan gambaran sebagai berikut:  1) tingkat efektivitas televisi rendah dibanding dengan media cetak; 2) acara TV tidak selalu mendorong para remaja untuk mendiskusikan apa yang diketengahkan dalam siaran televisi dengan orang tua mereka, guru, teman atau saudara-saudara mereka; 3) para remaja umumnya menilai siaran TVRI belum menuhi kebutuhan kelompoknya, dan mereka menghendaki agar mutu siaran ditingkatkan.

Penelitian lain menyangkut siaran TVRI memberikan hasil sebagai berikut: 1) kehadiran televisi umumnya dapat diterima oleh masyarakat luas termasuk di daerah pedesaan, 2) televisi telah merupakan aspirasi dari masyarakat, 3) umumnya masyarakat desa masih kurang merasakan kebutuhan akan pentingnya informasi, tetapi lebih pada kebutuhan akan hiburan.  Karena kebanyakan mereka mempunyai latar belakang pendidikan yang sederhana atau rendah, mereka mempunyai kesulitan dalam mencerna bahasa yang dipakai dalam siaran.  Mereka mempunyai kerangka pemikiran yang berbeda dengan orang kota dan pengelola siaran.  Faktor ini menghambat pemahaman isi pesan yang disiarkan dan tujuan komunikasi yang hendak dicapai; 4) televisi merupakan media hiburan yang tak ada saingannya berkat cirinya yang pandang dengar, dan relatif selalu tersedia serta teratur dapat ditonton; 5) untuk sebagian orang, siaran televisi memberikan rangsangan ingin tahu terhadap hal-hal baru serta hasil perkembangan yang mereka saksikan.

Televisi sebagai salah satu media masa, peranan dan pemanfaatannya ditentukan oleh bagaimana interaksi media itu sendiri dengan masyarakat yang bersangkutan.  Televisi bukanlah media yang pasif, tetapi semakin disadari peranan aktif yang dimainkan oleh televisi, bukan televisi mempunyai fungsi pembudayaan.

Hasil studi tentang dampak berita televisi yang dilakukan oleh Udi Rusadi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Penerangan, Departemen Penerangan, antara lain menunjukkan bahwa film-film berita televisi telah membentuk citra khalayak tentang realitas sosial, pada tahap berikutnya dapat mempengaruhi norma-norma bahkan perilaku khalayak.  Baik-buruknya pengaruh yang terbentuk pada khalayak ramai ditentukan oleh dua hal, yaitu karakteristik realitas sosial yang disajikan dan kemampuan khalayak ramai dalam menyeleksi siaran televisi.

Betapapun besar atau kecilnya pengaruh televisi sebagaimana hasil penelitian di atas, kehadiran televisi apabila tidak dikelola secara benar dan hati-hati akan membawa dampak yang justru negatif bagi masyarakat, khususnya generasi muda.  Tayangan film di televisi yang menggambarkan kekerasan, sadisme, dan adegan-adegan yang memberi rangsangan imajinasi penonton kian hari kian meningkat.  Sebagai contoh film serial Miami Vice, Paradise, film-film Kung Fu Cina/Hongkong, dan lainnya.  Anak usia 5-13 tahun merupakan kelompok masyarakat yang paling peka sekaligus paling tanggap menangkap pesan-pesan kekerasan tersebut.  Pesan kekerasan tersebut akan sangat mudah terekam dalam pikiran mereka, dan pesan-pesan kekerasan itu menjadi potensial besar bagi perilaku yang mengarah ke tindakan kekerasan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan selama 20 tahun terhadap sekelompok anak-anak, psikolog Leonard Eron dan L. Rowell Huesmann dari Universitas Illinois menyimpulkan bahwa anak-anak yang pernah menonton film kekerasan dalam jumlah cukup, cenderung akan melakukan tindakan kekerasan maupun kriminal pada usia muda.  Bukan itu saja, di saat mereka dewasa pun mereka cenderung melakukan tindakan penganiayaan terhadap anak atau pasangan hidup mereka.  Suguhan kekerasan pada perilaku agresif, tindak kejahatan dan kriminalitas dalam masyarakat.  Semua anak dalam periode usia yang peka akan terkena dampaknya tanpa memandang jenis kelamin, tingkat intelegensi, maupun kelas sosial.

Di samping program televisi yang disiarkan dari satelit terdapat juga program-program tayangan televisi melalui pita rekaman, laser disk, disket komputer.  Justru melalui media jenis inilah disajikan film-film porno.  Kehadirannya jelas dilakukan dengan cara-cara ilegal, karena pemerintah secara absolute melarang peredarannya.  Tetapi oleh kalangan tertentu media tersebut menjadi barang komoditi yang sangat menguntungkan yang dilakukan melalui perdagangan gelap.  Bahkan untuk jenis laser disk sampai saat ini secara teknis badan sensor film belum mampu menyensor, belum ada alat yang mampu menghapus sebagian gelombang gambar dan suara pada laser disk.

Pengaruh yang ditimbulkan dari jenis media ini terhadap perilaku anak-anak dan pemuda lebih nyata dan langsung dibandingkan dengan program-program tayangan televisi melalui satelit.

Dampak negatif sebagaimana telah digambarkan di atas secara sadar dan penuh tanggung jawab harus dapat dibendung secara dini.  Untuk itu, program-program acara televisi hendaknya dapat diseleksi secara ketat, tetapi tidak mematikan perkembangan kreativitas anak.  Sedangkan untuk pita rekaman, laser disk, dan disket komputer, harus dilakukan cegah tangkal secara dini oleh instansi yang berkepentingan.  Walalupun disadari sepenuhnya bahwa di manapun peserta didik berada mereka tidak akan terlepas dari pengaruh negatif lingkungan.

Kini yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana pendidikan nasional mampu menumbuhkan dan menciptakan iklim sehingga para peserta didik senantiasa dapat mengatasi pengaruh negatif dari kehadiran berbagai siaran televisi tersebut.  Di damping itu, sejauh mana pendidikan nasional dapat mengambil peranan aktif menciptakan kehadiran televisi sebagai media informasi yang positif sehingga berfungsi memberi program-program yang bersifat mendidik?

Beberapa studi menemukan bahwa televisi sangat bermanfaat dalam proses belajar mengajar, terutama menyangkut perubahan ke arah yang lebih baik.  Sebuah penelitian di negara lain menyatakan bahwa peserta didik yang menonton 30 episode acara pendidikan mampu menjawab ujian pemecahan soal jauh lebih baik daripada rekan mereka yang tidak menonton acara tersebut.  Kenyataan ini harus diperhitungkan dalam penyelenggaraan pendidikan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah.

 

C.    Pengaruh Menonton Televisi terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik

Satu penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak-anak usia 5 hingga 11 tahun yang banyak menonton televisi, kurang memiliki motivasi belajar.  Mereka yang duduk di sekolah lanjutan yang hanya menonton televisi paling lama satu jam sehari, nilai ujian sekolahnya lebih tinggi tujuh persen daripada temannya yang menonton televisi empat atau tujuh jam sehari.

Kebiasaan menonton televisi dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan anak pasif dan kehilangan kegiatan yang aktif sehingga mereka enggan membaca buku.  Akibatnya kemapanan mereka menciptakan, berfikir, menduga dan merencanakan suatu tidak akan berkembang.  Televisi yang sebenarnya memperluas pengetahuan anak-anak juga berpengaruh terhadap perkembangan emosi.  Walaupun harus diakui bahwa televisi telah menjadi sarana pengganti sejumlah kegiatan waktu luang yang mulanya dilakukan anak-anak seperti membaca, atau melakukan tugas rumah tangga.

Yang menjadi pertanyaan adalah beberapa lama waktu yang paling baik digunakan anak untuk menonton televisi?  Mengenai hal ini belum ada hasil penelitian yang dapat memberikan kesimpulan.  Penelitian di atas hanya sekedar memberi gambaran bahwa ada pengaruh yang cukup signifikan antara banyaknya waktu menonton televisi dengan tingkah laku motivasi belajar peserta didik.  Sedangkan pengaruhnya terhadap prestasi belajar, menurut hasil penelitian tersebut berbeda sekitar tujuh persen antara mereka yang menonton paling lama satu jam sehari dengan peserta didik yang menonton lebih dari empat jam sehari, sehingga belum memperlihatkan tingkat signifikansi yang berarti.  Penelitian yang pernah dilakukan di Jakarta memperlihatkan kemerosotan pada nilai prestasi belajar.

D.    Pengembangan Potensi Siaran Televisi untuk Tujuan Pelayanan Pendidikan

Sebagai media pandang-dengar televisi mampu memberikan daya ingat yang lama kepada penonton.  Seorang pakar komunikasi massa R. Benxhofter mengatakan bahwa pelajaran yang bisa diingat lewat media pandang dengar ini, setelah tiga hari, bisa mendapat 65 persen, sedangkan lewat media pandang 20 persen.  Hal ini mempunyai makna yang sangat berarti dalam bidang pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar.  Apabila siswa dapat mengikuti acara baik program pendidikan yang ditayangkan melalui televisi, akan berarti dapat memperoleh informasi yang lebih baik daripada metode konvensional tatap muka atau paling tidak sebagai alternatif lain dalam proses belajar mengajar.

Bagi peserta didik pemanfaatan televisi sangat diperlukan. Lily E.F. Rompas melalui penelitiannya menyimpulkan antara lain bahwa melek lambing (visual literacy) pada umumnya, dan melek gambar film pada khususnya, sebaliknya dimulai di Sekolah Dasar (secara sederhana), dilanjutkan di Sekolah Lanjutan/yang lebih rumit sampai yang sangat rumit), sejalan  dengan melek huruf latin.  Media televisi dapat dimanfaatkan dalam skala besar (penonton) dalam waktu yang bersamaan, dan apabila ini terjadi akan memberi manfaat lain berupa penghematan tenaga dan biaya.  Di masa yang lampau ada “Dosen terbang” untuk mengatasi kekurangan tenaga dosen di Universitas tertentu di daerah.  Media televisi dapat dimanfaatkan untuk tujuan ini.  Sangat disadari bahwa guru-guru yang bermutu masih sangat terbatas jumlahnya, dan penyebaran belum merata.  Media TV dapat juga membantu mengatasi kendala ini.  Media elektronik seperti film, televisi dan video dapat dimanfaatkan dengan merekam perilaku mengajar guru-guru yang bermutu.  Hal ini dimungkinkan karena media elektronik mempunyai daya jangkau sangat luas dan cepat.

Manfaat lain adalah menyangkut rasa keadilan, bahwa masyarakat Indonesia yang berada di daerah tertentu dalam mengikuti program pendidikan melalui media televisi akan dapat mengikuti pelajaran yang sama dengan mereka yang berada di kota.  Terlebih apabila bahan kajian yang disajikan berbobot, diharapkan tingkat pemahaman yang peroleh akan setara, dan berskala nasional.

 

BAB V STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

 

A.    Kebijakan dan perkembangan pertelevisian di Indonesia

Dengan kebijakan politik yang cenderung menganut open sky policy, arus informasi melalui komunikasi satelit yang masuk ke Indonesia akan terus meningkat.  Kenyataan ini sangat  beralasan karena kemajuan teknologi satelit akan mengalami perkembangan yang pesat. Sebagai contoh, dalam waktu satu dua tahun ini akan ada satelit generasi baru yang mampu memancarkan empat saluan televisi dari sebuah televisi transponder (Palapa mampu memancarkan saluran televisi dari sebuah transponder).

Ditinjau dari kemampuan ekonomi, masyarakat Indonesia akan terus bergerak maju.  Apabila sekarang ini baru memiliki satelit Palapa yang dikelola Pemerintah, maka dalam waktu dekat akan diluncurkan satelit INDOSTAR milik swasta nasional.  Di samping itu, pemerintah telah memberi izin baru pengoperasian enam pemancar televisi swasta.  Taraf hidup masyarakat akan terus meningkat, apabila tahun 1991 terdapat 9.121.000 pesawat televisi yang terdaftar, 54.400 pesawat televisi umum, 12.000 antena parabola, tentu pada tahun-tahun mendatang akan terus meningkat.

Oleh karena itu, kehadiran televisi sebagai sarana informasi, hiburan dan pendidikan harus mampu ikut serta membentuk manusia Indonesia seutuhnya dan membangun seluruh masyarakat Indonesia dengan mencerdaskan kehidupan bangsa meningkatkan harkat martabat bangsa sejajar dengan bangsa-bangsa yang telah maju.

B.    Pengaruh televisi kepada perilaku anak-anak dan Pemuda.

Sekalipun televisi bukan sebagai unit pengubah (agent of change), tetapi sebagai medium yang dapat membentuk gambar dalam jiwa seseorang dan dapat membentuk proses pembiasaan perilaku, maka seyogyanya program-program televisi diarahkan untuk membangun manusia Indonesia yang berkualitas dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur, serta memungkinkan para warganya mengembangkan diri baik berkenaan dengan aspek jasmaniah maupun rohaniah berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Daar 1945.

Anak-anak dan pemuda yang berada pada periode pertumbuhan dan perkembangan yang peka dihadapkan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan aspek biologis, psikologis, dan sosiologis. Kehadiran televisi hendaknya dijadikan sarana penunjang pembentukan jati diri yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, dinamis, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.

Oleh karena arus informasi yang disiarkan televisi baik dari dalam maupun luar negeri memang sulit untuk dibendung, cara terbaik untuk mengatasi kemungkinan pengaruh-pengaruh negatif dapat ditempuh.

  1. Mengingat mutu pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama serta pendidikan moral pada khususnya.

  2. Pemberian teladan pada semua strata kehidupan sosial masyarakat sebagai sesuatu bentuk pelaziman yang nyata

  3. Secara konvensional melalui penyeleksian dalam bentuk sensor terhadap program-program televisi yang berupa film, kaset video atau pita rekaman masih perlu dilakukan.  Dalam pengendalian program-program tayangan televisi peran komisi siaran diharapkan dapat menjadi filter.

C. Pengaruh Televisi pada motivasi belajar peserta didik

Sesuai dengan ketentuan undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, maka peranan keluarga harus terus ditingkatkan dalam menciptakan suasana yang mendukung terwujudnya tujuan pendidikan nasional.

Peran sekolah melalui bimbingan dan penyuluhan dapat dipergunakan dan ditingkatkan untuk memberikan pengertian dan kesadaran akan pentingnya mempelajari ilmu pengetahuan untuk dapat menguasai teknologi.  Menciptakan suatu kondisi dan rangsangan agar peserta didik gemar belajar dan dapat menentukan sikap selektif dalam mengisi waktu-waktu luangnya.

Peran ekstra kurikuler merupakan alternatif pilihan lain yang dapat ditentukan oleh sekolah, misalnya kegiatan pramuka, kesenian, olah raga, karya ilmiah remaja.

D. Potensi siaran pendidikan untuk tujuan pelayanan pendidikan

Kehadiran televisi pendidikan Indonesia merupakan suatu bentuk nyata pemanfaatan televisi untuk pendidikan, oleh karena itu perlu terus ditingkatkan.  Program pendidikan yang dinyatakan hendaknya bukan semata-mata penduplikasian dari materi pelajaran di sekolah, melainkan merupakan pengayaan ataupun pemantapan (reinforcement) terhadap pelajaran yang telah disampaikan di sekolah.  Tentunya tetap berpedoman pada garis-garis besar program pengajaran (GBPP) yang berlaku.  Dengan demikian akan tampil acara yang menarik yang diminati oleh peserta didik.

Untuk menjamin mutu program siaran televisi pendidikan tersebut keterlibatan tenaga ahli teknologi pendidikan hendaknya terus ditingkatkan.  Sarana dan prasarana yang menunjang program tersebut khususnya di sekolah perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Keterbatasan kemampuan dana oleh pemerintah perlu diatasi dan dicari upaya lain melalui proses peran serta sektor swasta/dunia usaha.

Sistem dan mekanisme pengelolaan pemanfaatan siaran televisi pendidikan di jajaran penyelenggaraan pendidikan perlu diatur dengan seksama, misalnya adanya perbedaan waktu di wilayah nusantara ini merupakan kendala yang perlu segera dicari jalan keluarnya agar pemanfaatan sistem televisi pendidikan dapat merata dan adil ke seluruh wilayah tanah air.

Guru sebagai pendidik dan pengajar hendaknya diberikan pemahaman akan arti pentingnnya media pendidikan tersebut, kehadirannya bukan untuk menggantikan kedudukannya sebagai guru melainkan untuk membantu meningkatkan peranannya dalam proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

Kehadiran televisi pendidikan (atau media pendidikan lainnya) di sekolah hendaknya menjadi bagian terpadu dari proses belajar mengajar.

 

 

BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN

1.       Televisi sebagai media elektronik yang memberikan informasi, hiburan dan pendidikan kehadirannya dapat diterima sebagai suatu yang positif dalam rangka menampilkan cakrawala budaya yang lebih luas, memperkaya khasanah ilmu dan teknologi serta ikut berperan mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia Indonesia seutuhnya.

2.       Pada abad ke 21 kehidupan manusia dan bangsa akan sangat ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki serta penguasaan teknologi. Media teknologi dapat membuat manusia menjadi cerdas, dan juga dapat membuat orang malas berfikir.  Program-program yang ditayangkan akan menentukan pilihan di atas.  Oleh karena itu media ini harus mampu menunjukkan dimensi-dimensi yang nyata dalam perkembangan yang terjadi di masyarakat dan merangsang para pemirsa untuk berfikir kreatif dan bertanggung jawab.

3.       Ada kecenderungan bahwa kehidupan manusia sekarang dan masa depan akan selalu dihadapkan pada demikian banyak permasalahan sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keputusan diserahkan saja kepada manusia itu sendiri untuk menjadi manusia yang baik atau manusia yang tidak baik.

Ada kecenderungan bahwa kehidupan manusia sekarang dan masa depan akan selalu dihadapkan pada demikian banyak permasalahan sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan keputusan diserahkan saja kepada manusia itu sendiri untuk menjadi manusia yang baik atau manusia yang tidak baik.

Selayaknya pemerintah dapat mengarahkan dan memberikan penyuluhan kepada setiap warganya untuk mempu menentukan pilihan tepat di dalam menghadapi berbagai masalah tersebut, dan dalam hal ini media televisi baik yang diselenggarakan pemerintah maupun oleh lembaga swasta dapat digunakan sebagai sarana informasi yang ampuh.

4.       Pilihan program tayangan televisi menentukan arah pengaruh positif atau negatif seluruh pemirsa pada umumnya dan generasi muda pada khususnya.  Karena itu perlu adanya usaha yang sengaja untuk mendidik masyarakat (termasuk murid, guru dan orang tua murid) agar dapat secara selektif menerima pesan-pesan media massa yang mereka terima.  Oleh karena itu, peranan para ahli dari berbagai disiplin ilmu (seperti psikologi, ahli kebudayaan, ahli pendidikan, ahli hukum) sangat diperlukan untuk menyeleksi program-program tayangan televisi.

5.       Arus informasi melalui media televisi, media-media massa lainnya dalam konteks globalisasi adalah mustahil untuk dibendung.  Untuk itu, harus ada kebijakan yang didasarkan pada etika nasional yang bersumber dan ditopang oleh etika dan nilai-nilai ajaran-ajaran agama.  Selain itu pembauran yang dilakukan harus mencakup pengembangan-pengembangan hal-hal yang bermanfaat, yang selama ini kita raih agar serasi dan sepadan dengan tujuan kemajuan jaman, serta pengembangan hal baru yang berguna dan memang dibutuhkan dalam mengarungi masa depan.  Perhatian khusus perlu dipusatkan terutama pada daerah-daerah perbatasan yang hanya dapat menerima siaran TV/Radio dari negara-negara lain.

6.       Kehadiran Televisi seyogyanya lebih mampu mengarahkan kepada keterbukaan supaya masyarakat mengetahui lebih banyak informasi yang wajar.

7.       Peran dan fungsi lembaga sensor perlu ditingkatkan sehingga mampu menjaring dampak-jampak negatif yang mungkin timbul.  Di samping itu, peranan dan fungsi komisi siaran hendaknya makin nyata, termasuk komisi siaran di daerah bagi daerah yang telah mempunyai stasiun penyiaran televisi.

8.       Generasi muda (anak-anak dan pemuda) dalam masa perkembangan selalu dihadapkan pada permasalahan biologis, psikologis dan sosiologis.   Karena itu program televisi hendaknya dapat memberi pengaruh positif terhadap perilaku mereka sehingga masalah-masalah di atas dapat diatasi.

9.       Penanganan televisi pendidikan hendaknya dilakukan secara profesional.  Untuk itu, diperlukan tenaga yang terdidik dan terlatih dengan standar kerja tertentu dan kode etik tertentu pula yang didukung oleh lembaga/organisasi profesi

10.    Pendidikan tenaga ahli sekarang dilakukan di IKIP/FKIP, sebagai tenaga ahli di bidang teknologi pendidikan.  Sesuai dengan peranannya, tenaga ahli teknologi pendidikan tidak hanya diperuntukkan sebagai tenaga guru, tetapi juga diharapkan peranannya untuk merancang, mengembangkan, memanfaatkan, menyebarluaskan, meneliti dan mengelola kegiatan pendidikan dengan menggunakan teknologi komunikasi dan informasi.

11.    Kehadiran televisi pendidikan (atau media pendidikan lainnya) di sekolah hendaknya menjadi bagian yang terpadu dari proses belajar mengajar.  Oleh karena itu, guru harus diyakini terlebih dahulu akan kegunaan media pendidikan tersebut, dan bahwa teknologi media itu tidak akan menggantikan kedudukannya sebagai guru melainkan untuk membantu meningkatkan peranannya dalam proses belajar-mengajar.

12.    Mengingat adanya perbedaan waktu di wilayah Indonesia, seyogyanya perlu dipikirkan adanya regionalisasi jam siaran televisi pendidikan, dengan harapan agar jam siaran pendidikan dapat disesuaikan dengan waktu-waktu belajar di wilayah tertentu.

13.    Pemanfaatan prasarana dan sarana media elektronik yang dimiliki oleh berbagai departemen seperti unit produksi mesia (production house) pada Depdikbud, Deppen, BKKBN, atau Multi Media Center yang dikelola Departemen Penerangan hendaknya dapat diselenggarakan dalam suatu jalinan kerja sama yang serasi dan terpadu, sehingga pemanfaatannya dapat optimal.

14.    Mengingkat kecenderungan perkembangan pertelevisian (swasta) di Indonesia, serta penggunaan sateli siaran langsung, perlu segera dipertimbangkan adanya satuan saluran khusus siaran radio dan televisi pendidikan di Indonesia.

15.    Isi siaran televisi sepatutnya menampilkan tema yang sesuai dengan situasi dan kondisi sosial budaya bangsa.  Pemilihan tema tersebut hendaknya memperhatikan faktor-faktor sosial, budaya, dan lingkungan setempat serta agama yang dianut masyarakat.  Hendaknya dipertimbangkan juga pilihan waktu tepat bagi penayangannya.

16.    Untuk menunjang pembudayaan bangsa melalui penguasaan dan penggunaan bahasa nasional yaitu Bahasa Indonesia yang baik dan benar, disarankan agar dalam menyiapkan bahan siaran dan penyiarannya senantiasa selalu memperhatikan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

 

KEMBALI KE MENU SARAN PERTIMBANGAN

KEMBALI KE MENU UTAMA