TENAGA KEPENDIDIKAN NON-GURU

 

KATA PENGANTAR

Memorandum Pandangan ini menguraikan permasalahan menonjol terutama yang berkaitan dengan tenaga kependidikan non-guru yang perlu mendapat perhatian khusus karena profesi atau jabatan yang erat hubungannya dengan proses belajar-mengajar dari tingkat pendidikan prasekolah  sampai menengah. Secara khusus memorandum pandangan ini menelaah dan membahas ha-hal yang berkaitan dengan peranan kepala sekolah, pengawas, penilik, pembimbing, pustakawan, dan pamong belajar.

Memorandum pandangan ini disusun berdasarkan pemikiran, pendapat, pandangan dan saran dari anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) serta hasil kajian dan penelaahan antara lain melalui pertemuan dengan instansi pemerintahan, khususnya mengadakan dialog dengan Bapak Ir Abdul Azis Hoesen, M. Eng.SC. Dipl. HE, Direktur Pendidikan Guru  dan Tenaga Teknis Departemen Pendidikan  dan Kebudayaan dan dengan masyarakat serta berdasarkan kunjungan ke daerah-daerah maupun pada kesempatan lain, serta berdasarkan pada hasil pengalaman di lapangan.

Pemikiran, pandapat, pandangan, dan saran BPPN yang terumus dalam memorandum pandangan ini berkaitan pada hasil karya kelompok kerja yang dipimpin oleh Bapak Drs. F. Darmanto dengan anggota Bapak Letjen TNI (Purn) H. Soesanto Wirjoprasonto, Bapak H. Basyuni Suriamihardja, Bapak Drs. H. Mohamad Djazman Alkindi, Bapak K.H. Sahal Mahfudh, Bapak Dr. H. Fahmi D. Saipunddin, M.P.H., dan Bapak Prof. Makaminan Makagiansar, M.A. Ph.D.

Semoga pemikiran-pemikiran yang tertuang dalam memorandum pandangan ini dapat bermanfaat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional, yaitu peningkatan mutu manusia Indonesia seutunya.

 

BAB I: PENDAHULUAN

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem  Pendidikan Nasional (disingkat UUSPN) menyebutkan pada  Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 butir, bahwa tenaga kependidikan adalah “anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan". Menurut UUSPN Bab VII pasal 27 ayat (2) dan peraturan pemerinatah (PP) Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan Bab II Pasal 3 ayat (I), tenaga kependidikan terdiri atas: tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar dan penguji.

Rincian tenaga kependidikan ini cukup luas. Meskipun demikian rincian tersebut tidak menutup kemungkinan munculnya  profesi baru sebagai akibat dari tuntutan perkembangna ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika masyarakat. Sebagai contoh di Amerika Latin dikenal profesi “promotor masyarakat", yakni warga masyarakat yang dipilih  dan dilatih untuk melasanakan tugas khusus dari suatu proyek pendidikan. Mereka disebutkan dengan nama yang berbeda-beda: monitor, animator, pendidik masyarakat, para profesional, tergantung dari negara tempat mereka bekerja dan jenis program yang dikerjakannya.

Menurut UUSPN Pasal 27 ayat (3), guru tergolong pengajar, yaitu tenaga pendidik yang mempunyai tugas utama mengajar. Pengajar menurut PP Nomor 38 Tahun 1992 Pasal 3 ayat (2) adalah salah satu unsur saja dari tenaga pendidik.

Berdasarkan rincian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang tergolong tenaga kependidikan non-guru cukup banyak, meliputi pelbagai profesi atau jabatan. Di antara mereka ada beberapa yang perlu mendapat perhatian khusus, karena profesi atau jabatan mereka erat hubungannya dengan proses belajar mengajar, yakni: ahli teknologi pendidikan, peneliti di perguruan tinggi (PT), kepala sekolah, pengawas, penilik, pembimbing, pustakawan, pamong belajar (tutor, fasilisator)

Ahli teknologi pendidikan dan tenaga kependidikan di perguruan tinggi tidak disoroti di dalam Memorandum Pandangan mengingat permasalahan mereka sangat kompleks dan memerlukan kajian khusus. Permasalahan mereka perlu dibahas secara khusus dalam suatu Memorandum Pandangan tersendiri. Memorandum Pandangan ini hanya menyoroti tenaga kependidikan non- guru dari tingkat pendidikan prasekolah sampai menengah, khususnya kepala sekolah, pengawas dan pemilik, pembimbing ,pustakawan, pamong belajar.

BPPN memandang perlu menyoroti secara khusus enam tenaga kependidikan non-guru tersebut, karena permasalahan mereka cukup mendesak untuk dipecahkan. Permasalahan mereka meliputi aspek berikut: profesionalisme, penyediaan, penyiapan dan kesejahteraan. Penanganan permasalahan masing-maasing tenaga kependidikan tersebut selama ini belum secara meyeluruh, artinya belum mencakup semua aspek yang terkait seperti tersebut di atas. Tertundanya penanganan permasalahan mereka secara meyeluruh pada akhirnya akan menghambat tercapainya tujuan pendidikan nasional, yang intinya adalah peningkatan mutu manusia Indoneisa seutuhnya.

Memorandum Pandangan ini terdiri atas 3 (tiga ) hal: pertama identifikasi permasalahan masing-masing dari enam tenaga kependidikan tersebut, kedua analisis permasalahan yang telah ditemutunjukkan sebelumnya, dan ketiga saran pemecahan masalah. Dengan Memorandum Pandangan ini BPPN berharap agar permasalahan keenam tenaga kependidikan mendapat perhatian sepenuhnya dan pemecahan secepatnya dari semua pihak yang bersangkutan, khususnya Pemerintah.

Sumber bahan dan acuan Memorandum Pandangan  ini adalah data dan informasi yang dihimpun oleh BPPN lewat pertemuan dengan instansi pemerintah, khususnya Biro Kepegawaian, Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis, Direktorat Pendidikan Masyarakat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan dengan masyarakat, baik pada kesempatan kunjungan ke daerah maupun pada kesempatan lain serta hasil pengamatan di lapangan.

 

BAB II: PERMASALAHAN

 

1.     Kepala Sekolah

Ada indikasi bahwa terdapat kelemahan umum yang cukup merata di kalangan kepala sekolah di bidang kepemimpinan dan pengelolaan sekolah.

Di samping itu, jabatan kepala sekolah seringkali diperebutkan, khususnya di kota atau di tempat yang makmur. Hal ini terdapat karena jabatan kepala sekolah umumnya dilihat sebagai simbol status yang terhormat dan sekalikus sebagai cara untuk menambah penghasilan.

2.     Pengawas dan Penilik

Pengawas (TK, SD, SLTP, SM) dalam pelaksanaan tugasnya umumnya menitikberatkan perhatian pada segi administrasi pendidikan, kurang memperhatikan segi substansi pendidikan, yakni personalia, perangkat kurikulum dan pelaksanaannya. Oleh karena segi substansi terlewat dari pengawasan, maka kekurangan atau kesalahan yang  terjadi pada bagian yang sangat penting dari pendidikan di sekolah tidak pernah dikoreksi. Ketimpangan ini pada gilirannya menghambat tercapainya tujuan pendidikan dan tujuan satuan pendidikan yang bersangkutan.

  Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh para pengawas belum dapat merata, artinya belum menjangkau semua sekolah terutama di daerah terpencil atau di daerah yang belum ada sarana  transportasi yang memadai.

Jumlah penilik (khususnya penilik pendidikan luar sekolah) yang tersedia belum memenuhi kebutuhan. Di samping itu, permasalahan eselonisasi penilik pendidikan luar sekolah sampai saat sekarang belum terpecahkan. Bahkan beberapa di antara mereka sudah mendekati usia pensiun. Motivasi kerja rata-rata tidak begitu tinggi.

3.   Pembimbing

Tugas memberikan bimbingan dan penyuluhan  kepada siswa di sekolah umumnya diserahkan kepada guru biasa, bukan kepada pembimbing khusus yang profesional. Berhubung pengetahuan dan keterampilan guru biasa di bidang bimbingan dan penyuluhan rata-rata terbatas, begitu pula sebagian besar waktunya dicurahkan untuk mengajar, maka pelaksanaan tugas memberikan bimbingan dan penyuluhan tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dengan demikian para siswa kurang mendapat manfaat dari bimbingan dan penyluhan di sekolah.

4.   Pustakawan

Pengelola perpustakaan di jenjang pendidikan dasar dan menengah pada umumnya tidak ditangani oleh pustakawan profesional, melainkan oleh guru biasa yang tugas pokoknya mengajar. Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan guru biasa mengelola perpustakaan dan keterbatasan waktu yang dapat disediakannya karena harus mengajar, mengakibatkan guru yang bersangkutan tidak dapat memenuhi tugas kepustakawanan sebagaimana mestinya. Dengan demikian, para siswa kurang memperoleh manfaat dari keberadaan perpustakaan di sekolah.

5.    Pamong Belajar (Tutor, Fasilitatior)

Jumlah mereka yang bersedia menjadi tutor dan fasilitator di jalur pendidikan luar sekolah selama ini sedikit, sehingga tidak memenuhi kebutuhan. Ketimpangan jumlah tutor dan fasilitator ini akan semakin terasa dengan telah ditetapkannya program Kejar Paket A dan Paket B sebagai salah satu alternatif untuk memenuhi kewajiban  belajar pendidikan dasar. Pelaksanaan program Kejar Paket A dan Paket B memerlukan cukup banyak tenaga.

Di samping itu, tingkat pendidikan tenaga yang ada rata-rata kurang memadai untuk pelaksanaan tugas mereka. Sebagian besar mereka berpendidikan sekolah menengah.

 

 

BAB III: ANALISIS PERMASALAHAN

 

1.     Kepala Sekolah

Guru yang diangkat sebagai kepala sekolah tidak dengan sendirinya memiliki pengetahuan dan kamampuan memimpin dan mengelola sekolah. Pengetahuan dan kamampuan di bidang kepemimpinan dan pengelolaan perlu diupayakan melalui pendidikan dan latihan khusus sebelumnya.

Sebelum April 1994 pendidikan dan latihan prajabatan tidak merupakan persyaratan nasional bagi mereka yang diangkat sebagai kepala sekolah. Pendidikan dan latihan diberikan lewat penataran dan musyawarah kepala sekolah kepada guru setelah yang bersangkutan diangkat sebagai kepala sekolah. Lagi pula dalam penyeleksian guru-guru yang diangkat sebagai kapala sekolah, golongan/kepangkatan mereka lebih diutamakan daripada profesionalisme mereka.  

Jabatan kepala sekolah oleh kebanyakan masyarakat, termasuk guru, dilihat bukan terutama sebagai hasil prestasi guru dalam melaksanakan  profesinya dan sebagai bukti kemampuannya mengelola, melainkan sebagai simbol status dan cara untuk menambah penghasilan yang bersangkutan. Persepsi ini kiranya tidak terlepas dari pengaruh materialisme yang melanda dunia pendidikan kita. Paham yang menempatkan nilai materiil di atas nilai-nilai lainnya, misalnya pengabdian, kesejahteraan umum, secara pelan tapi pasti masuk ke dalam dunia pendidikan.

2.     Pegawas dan penilik

Pengawas mempunyai tugas mengendalikan dan menilai segi-segi berikut: administrasi, kelembagaan, tenaga kependidikan, kurikulum, peserta didik, sarana dan prasarana serta keadaan umum satuan pendidikan. Agar tahu dan mampu menjalankan tugas tersebut, pengawas harus berasal dari kepala sekolah atau sekurang-kurangnya dari guru yang berpengalaman dan berprestasi. Selain itu mereka tidak cukup hanya diberi penataran sesudah diangkat sebagai pengawas. Mereka perlu dipersiapkan sebelumnya melalui pendidikan dan latihan khusus yang berkaitan dengan tugas mereka. Penataran yang mereka terima selama ini kurang efektif.

Sejauh ini masih terdapat pengawas yang tidak berasal dari kepala sekolah atau guru. Lagi pula mereka tidak menjalani pendidikan dan latihan prajabatan. Disamping itu, dari pengamatan di lapangan nampak bahwa ada kecenderungan untuk memanfaatkan pengangkatan pengawas sebagai upaya membantu kesejahteraan pribadi pengawas yang bersangkutan, sehingga pengangkatan mereka tidak berdasarkan seleksi ketat. Fakta tersebut sangat mempengaruhi mutu pelaksanaan tugas pengawas, antara lain kurang memperhatikan segi substansi pendidikan di sekolah.

Pemerataan pengawasan sulit dilaksanakan antara lain karena ratio pengawas dan sekolah (1:15) kurang realistik, terutama untuk daerah terpencil. Dana pendukung kegiatan operasioanal mereka juga kurang memadai.

Jumlah penilik pendidikan luar sekolah tidak memenuhi kebutuhan, karena jabatan penilik kurang menarik. Misalnya eselon penilik pendidikan luar sekolah (V/a) lebih rendah daripada eselon pengawas TK dan SD (IV/b). Begitu pula sarana pendukung operasional kurang seimbang dengan beban kerja dan medan tugas yang sulit.

3.   Pembimbing

Kehadiran pembimbing di sekolah perlu untuk memberikan bimbingan pribadi dan bimbingan belajar serta kesempatan  penyuluhan kepada siswa. Lebih-lebih di SM, karena siswa SM umumnya sedang berada  pada masa peralihan, yakni meninggalkan masa kanak-kanak dan memulai memasuki masa dewasa. Di samping itu, pada tahun-tahun terakhir SM siswa harus menentukan masa depan mereka dalam kaitan dengan kelanjutan pendidikan atau dengan pekerjaan. Yang mereka butuhkan adalah pembimbing profesioanal atau sekurang-kurangnya guru yang mengetahui bidang bimbingan dan penyuluhan.

Akan tetapi pada umumnya  sekolah tidak memiliki pembimbing profesional dan menyerahkan tugas bimbingan dan penyuluhan kepada guru biasa. Ada beberapa kendala yang menyebabkan sekolah tidak memiliki atau mengangkat pembimbing profesional. Salah satu kendala adalah kesulitan mendapatkan tenaga profesional untuk bimbingan dan penyuluhan, karena jabatan ini kurang menarik ahli di bidang tersebut. Jabatan pembimbing belum diakui sebagai jabatan fungsional. Kendala lain adalah keterbatasan dana untuk mengangkat tenaga ahli pebimbing. Di samping itu, ada sementara penyelenggara sekolah yang kurang melihat pentingnya kehadiran dan peranan pembimbing professional.

4.   Pustakawan

Perpustakaan sekolah dapat menjadi sarana untuk menunjang upaya menumbuhkembangkan minat dan kegemaran membaca pada siswa. Agar potensi ini dapat menjadi kenyataan, perlu adanya pustakawan profesional yang mengelola perpustakaan. Pustakawan yang profesional tahu dan mampu memberikan informasi tentang perbukuan kepada siswa, membimbing mereka memilih dan memanfaatkan buku, dan memotivasi siswa agar gemar membaca, dan sebagainya.

Akan tetapi jarang sekali sekolah yang mempunyai pustakawan profesional. Ada beberapa faktor yang menyebabkan sekolah tidak mempunyai pustakawan profesional, antara lain:

a.      Kesulitan mendapatkan pustakawan profesional karena jabatan pustakawan di sekolah kurang menarik, antara lain disebabkan syarat untuk kenaikan golongan/kepangkatan mereka cukup berat. Untuk kenaikan golongan/kepangkatan mereka harus membuat abstraksi ratusan buku (SE Bersama Mendikbud dan Kepala BAKN Nomor 53649/MP/1998 dan Nomor 15/SE 1988, tanggal 16 Juni 1988 berikut lampirannya), sedangkan jumlah buku di sekolah seringkali sedikit; 

b.     Penyelenggara sekolah kurang melihat manfaat kehadiran pustakawan profesional;

c.      Keterbatasan dana untuk mengangkat pustakawan profesional.

   5.   Pamong Belajar (Tutor, Fasilisator)

Jumlah Pamong Belajar, yakni tutor dan fasilitator, pada Sanggar Kegiatan belajar sangat kecil. Sebagai gambaran pada tahun 1993/1994 untuk 239 Sanggar Kegiatan Belajar dibutuhkan 3.585 orang, tetapi hanya tersedia 1.993 orang (data  Ditjen Diklusepora). Kekurangan jumlah tutor dan fasilitator ini disebabkan antara lain karena mereka adalah tenaga sukarela yang diberikan honorarium relatif kecil, yakni Rp.20.000,-/bulan.

Masalah lainnya adalah kualifikasi pendidikan mereka sebagian besar adalah lulusan SM, padahal yang dibutuhkan tenaga yang memiliki pengetahuan umum dan wawasan yang luas. Mereka tidak menghadapi anak, melainkan orang dewasa yang latar belakang sosial, ekonomi dan pendidikannya bervariasi.

Kesukarelawanan para tutor dan fasilitator tersebut seringkali menyebabkan kurang terjaminnya mutu dan kelangsungan kerja mereka.

 

 

BAB IV: SARAN PEMECAAN MASALAH

 

1.   Kepala Sekolah

            Dengan telah terbitnya Keputusan Mendikbud Nomor 085/U/1994, tanggal 14 April 1994 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Sekolah di lingkungan Departemen  Pendidikan dan Kebudayaan, permasalahan mengenai kepala sekolah seperti diuraikan di atas akan dapat dipecahkan. Meskipun demikian ada beberapa saran yang perlu disampaikan sebagai berikut:

a.      Agar dimasukkan ke dalam persyaratan khusus (Pasal 3 ayat (3) bagi calon kepala SD dan SDLB ketentuan bahwa yang bersangkutan  pernah mengikuti pendidikan dan latihan calon kepala sekolah. Ketentuan ini sesuai dengan PP Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan, Pasal20 ayat (3).

b.     Pembatasan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 085/U/1994 yang hanya berlaku untuk kepala sekolah di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Pasal 1, butir 11), perlu ditinjau kembali. Ketentuan umum yang bersifat nasional dalam Keputusan Menteri tersebut hendaknya diberlakukan bagi kepala sekolah dari semua jenis dan jenjang sekolah, mengingat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah Penanggung-jawab pengelolaan sistem pendidikan nasional (UUSPN, Pasal 49).

Ketentuan khusus bagi kepala sekolah di bawah pembinaan Departemen dan instansi lain diatur oleh Departemen dan instansi yang bersangkutan, dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selaku penanggung- jawab pengelolaan sistem pendidikan nasional.

c. Pelaksanaan Keputusan Menteri Nomor 085/U/1994 hendaknya secara bertahap, mulai dari tingkat pendidikan menengah  ke pendidikan dasar.

d.     Agar diadakan pemasyarakatan keputusan tersebut kepada para guru dan evaluasi pelaksanaanya.

e.      Guru yang setelah menjabat kepala sekolah kemudian kembali menjadi guru hendaknya diberi penghargaan yang dapat membuatnya tahan dalam profesinya.

f.       Persepsi tentang jabatan kepala sekolah tersebut di atas perlu diluruskan dengan menyatakan dalam peraturan bahwa pengangkatan seseorang sebagai kepala sekolah didasarkan kemampuan memimpin dan mengelola, yang dilakukan secara terbuka dan transparan.

g. Agar ada usaha nyata untuk memperkecil pengaruh materialisme masuk kedalam dunia pendidikan  kita, antara lain melalui penyuluhan dan usaha meningkatkan taraf kesejahteraan guru.

2.   Pengawas dan Penilik

PP Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan pada Bab VI, Pasal 20 ayat (1) dan (2) menyebutkan ketentuan bahwa pengawas pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dipilih dari kalangan guru, dan dipersiapkan melalui pendidikan khusus. Ketentuan PP tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam suatu surat Keputusan Mendikbud tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pengawas Sekolah.

Selain itu, agar pengawas dapat menjangkau semua sekolah, maka hendaknya ketentuan ratio pengawas disesuaikan dengan memperhatikan kondisi medan tugas mereka. Begitu pula hendanya saran pendukung pelaksanaan tugas pengawas ditingkatkan.

Sehubungan dengan adanya kekurangan tenaga penilik pendidikan luar sekolah, disarankan agar daya tarik jabatan penilik tersebut dinaikkan dengan peningkatan kesejahteraan mereka, peningkatan eselon penilik dan dengan  penyempurnaan ukuran prestasi mereka.

3.     Pembimbing

Siswa pada pendidikan dasar dan terutama pada pendidikan menengah sangat membutuhkan kesempatan untuk memperoleh bimbingan dan penyuluhan. Oleh karena itu, layak untuk diupayakan secara sungguh-sungguh pengangkatan dan  penempatan pembimbing profesional yang khusus menangani bimbingan dan penyluhan di sekolah.

Untuk menarik tenaga pembimbing profesional masuk ke sekolah, disarankan agar jabatan pembimbing diakui sebagai jabatan fungsional.

Sekolah yang belum mampu mengangkat pembimbing profesional dan menyerahkan tugas bimbingan serta penyuluhan kepada guru biasa, hendaknya diwajibkan membekali guru tersebut dengan pengetahuan dan keterampilan khusus di bidang bimbingan dan penyuluhan. Kepada guru tersebut diberikan kesempatan yang cukup luas untuk melaksanakan tugas memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada siswa di sekolah.

4.     Pustakawan

Untuk menarik minat pustakawan profesional bekerja di sekolah, hendaknya persyaratan untuk kenaikan golongan/kepangkatan pustakawan di sekolah, khususnya membuat abstraksi buku ditinjau kembali dan diperingan.

Sekolah  yang menyerahkan pengelolaan perpustakaan kepada guru biasa supaya diwajibkan membekali guru yang bersangkutan  dengan pengetahuan dan keterampilan khusus di bidang perpustakaan. 

5       Pamong Belajar (Tutor, Fasilitator)

Mengingat pentingnya peranan pamong belajar dalam menyukseskan program pendidikan luar sekolah, khususnya program Kejar Paket A dan Paket B, yang merupakan alternatif untuk memenuhi wajib belajar pendidikan dasar, maka penambahan jumlah mereka sampai mencukupi kebutuhan perlu diusahakan lebih intensif. Salah satu bentuk usaha ke arah pemenuhan kebutuhan pamong belajar tersebut adalah meningkatkan informasi dan promosi kepada masyarakat, terutama dunia usaha dan industri, agar mereka bersedia berpartisipasi dalam bentuk dana atau tenaga. Upaya lainnya adalah meningkatkan jumlah honorarium atau kesejahteraan pamong belajar, sehingga mutu dan kelangsungan kerja mereka makin terjamin.

 

KEMBALI KE MENU SARAN PERTIMBANGAN

KEMBALI KE MENU UTAMA