ABAD KE 21 DALAM PENDEKATAN HOLISTIK DI BIDANG PENDIDIKAN NASIONAL
.
KATA PENGANTAR
Abad ke-21 merupakan permulaan dari satu millenium baru. Apabila kita telusuri kehidupan manusia secara lebih mendalam, maka akan terlihat bahwa disatu pihak terjadi pembentukan spesialisasi yang makin banyak karena dimungkinkan oleh makin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Dipihak lain kita juga mengamati bahwa kehidupan hanya menjadi bermakna apabila ada integrasi dan interaksi antara sekian banyak spesialisasi. Bagitu pula di dunia pendidikan, mengingat pendidikan mempunyai peran yang amat mendasar untuk membawa kemampuan berpikir, maka diperlukan pendekatan holistik dalam pembangunan dan pengelolaan pendidikan.
Memorandum pandangan ini bermaksud untuk membahas hal-hal apa yang perlu diperhatikan untuk menerapkan pendekatan holistik dalam pembangunan di bidang pendidikan.
Memorandum pandangan ini dirumuskan oleh suatu Kelompok Kerja yang dipimpin oleh Bapak Letjen (Purn) Sayidiman Suryohadiprodjo dan Bapak K.H. MA Sahal Mahfudh sebagai sekteraris, dengan anggota Ibu Dra. Mien Rachman Uno, Bapak Prof. Dr. Ahmad Amiruddin, Bapak Dr. Ki Supriyoko, M.Pd., Bapak Corneles Wowor, M.A., dan Bapak Drs. Suheru Muljoatmodjo, M.A.
Semoga pemikiran, pendapat, pandangan, saran dan usul BPPN yang tertuang dalam memorandum pandangan ini dapat dimanfaatkan untuk merumuskan kebijakan pembangunan pendidikan.
Jakarta, Juli 1999
Awaloedin Djamin
Ketua Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional
.
BAB I: PENDAHULUAN
.
Dalam kehidupan di Indonesia terasa sekali betapa ada sekat-sekat antara berbagai sektor atau bidang kehidupan. Seakan-akan setiap sektor atau bidang kehidupan tidak hanya merupakan satu keutuhan tersendiri, tetapi juga tidak mempunyai relasi dengan sektor atau bidang kehidupan lain. Hal itu terdapat dalam setiap kegiatan bangsa, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta. Lingkungan pendidikan pun tidak berbeda dari yang lain.
Keadaan demikian makin dirasa tidak realistis sama sekali dan amat merugikan usaha untuk mencapai kehidupan yang bermutu. Hal demikian telah terbawa oleh pemikiran yang tidak sesuai dengan perkembangan bangsa dan umat manusia. Sebab dalam kenyataan kehidupan manusia merupakan satu keutuhan yang lengkap, meskipun terdiri dari aneka macam sektor yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apalagi ketika umat manusia akan memasuki abad ke-21 yang sekaligus merupakan permulaan dari satu millenium baru. Kalau kita mempelajari kehidupan manusia secara mendalam, maka akan terlihat bahwa di satu pihak terjadi pembentukan spesialisasi yang makin banyak karena dimungkinkan oleh makin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Di pihak lain kita juga mengamati bahwa kehidupan hanya menjadi bermakna apabila ada integrasi dan interaksi antara sekian banyak spesialisasi. Ketika umat manusia memasuki Abad ke-21 fenomena itu menjadi makin jelas dan terasa keperluannya apabila ingin mencapai kehidupan yang bermutu.
Oleh sebab itu sudah tepat waktunya untuk mengajak bangsa Indonesia lebih memperhatikan pentingnya menggunakan pendekatan holistik dalam menjalankan kehidupan. Mengingat pendidikan mempunyai peran yang amat mendasar untuk membawa kemampuan berpikir, maka diperlukan pendekatan holistik dalam pembangunan dan pengelolaan pendidikan nasional. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan holistik adalah suatu pendekatan yang melihat pentingnya keutamaan bagian-bagian yang saling berkaitan dalam membentuk keseluruhan yang lebih bernilai daripada kumpulan bagian-bagian itu sendiri.
Memorandum Pandangan ini bermaksud untuk membahas hal-hal apa yang perlu diperhatikan untuk menerapkan pendekatan holistik dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan.
.
BAB II: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DI DUNIA BARAT
.
Merupakan satu kenyataan bahwa kehidupan umat manusia masa kini sangat dipengaruhi oleh cara berpikir yang dihasilkan oleh dunia Barat. Modernisasi merupakan satu sikap hidup yang telah diterima oleh bagian terbesar umat manusia yang menginginkan kehidupan yang lebih sejahtera dan lebih bermakna. Modernisasi adalah hasil dari Renaissance yang terjadi di dunia Barat dalam abad ke 15 dan 16, dan diikuti oleh berkembangnya Rasionalisme. Meskipun tidak dapat disangkal bahwa peradaban Islam dan Cina mempunyai pengaruh terhadap terjadinya Renaissance di Barat, namun yang terjadi di dunia Barat adalah sesuatu yang berdiri sendiri.
Perkembangan cara berpikir Barat setelah itu mengutamakan cara berpikir analitik yang menjadi sumber perkembangan berbagai cabang ilmu pengetahuan. Kemampuan manusia untuk mendalami sesuatu melalui analisis memungkinkannya untuk makin banyak mengetahui tentang hal-hal baru yang makin mendalam tetapi juga makin sempit ruang lingkupnya. Agama dan Filsafat melihat kehidupan secara menyeluruh, akan tetapi ilmu pengetahuan mendatangkan penguasaan atas berbagai spesialisasi yang makin sempit sekalipun makin seksama. Hal yang paling jelas kita temukan dalam perkembangan ilmu kesehatan. Dengan hadirnya cara berpikir analitik maka ilmu kedokteran makin mendalami pengetahuan dari setiap bagian tubuh manusia. Terbentuk spesialisasi yang makin besar ragamnya seperti terjadi dalam kemampuan membedah tubuh. Semula membedah tubuh merupakan satu spesialisasi dalam ilmu kedokteran, akan tetapi makin lama terjadi makin banyak cabang dalam spesialisasi bedah, seperti bedah jantung, bedah otak dan sebagainya yang masing-masing menghasilkan spesialisasinya sendiri. Hal serupa terjadi dalam perkembangan ilmu pengetahuan secara keseluruhan.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang makin maju mengakibatkan kemajuan pula dalam teknologi. Perkembangan ilmu fisika yang dipelopori Isaac Newton telah mempengaruhi cara berpikir di dunia Barat secara hebat dan berdampak luas serta lama. Hal ini menghasilkan Revolusi Industri yang terlebih dahulu terjadi di Inggris dan kemudian diikuti oleh negara lain di Eropa Barat. Selain itu cara berpikir Newton melihat dunia dan alam semesta sebagai satu keutuhan mekanistik (mechanistic whole). Ini memperkuat perkembangan spesialisasi dalam kehidupan. Masalahnya adalah bahwa pendekatan mekanistik melihat kehidupan tersekat-sekat menurut spesialisasi. Seakan-akan kehidupan terdiri dari berbagai spesialisasi belaka. Dan bahwa kehidupan dapat dipahami apabila setiap bagian atau spesialisasi dipahami dan dikuasai secara mendalam. Perubahan yang ditimbulkan cara berpikir Newton mengakibatkan dua perkembangan yang penuh kontras.
Di satu pihak perubahan masyarakat dari masyarakat agraris ke masyarakat industri menimbulkan banyak kesengsaraan pada banyak kaum petani. Di pihak lain mendatangkan kesejahteraan yang lebih besar bagi seluruh bangsa di Eropa Barat. Perkembangan itu menjadikan Eropa Barat bagian dunia yang makin mampu menghasilkan berbagai barang dan cara kehidupan yang baru dan lebih bermanfaat dari pada yang ada sebelumnya. Pelaut Eropa menjadi mampu untuk mendatangi segala penjuru dunia dan dengan demikian juga membawa dominasi Eropa Barat atas seluruh umat manusia.
Perkembangan berpikir Barat juga menghasilkan pemikiran bahwa individu manusia merupakan unsur paling utama dalam kehidupan. Terwujudlah Individualisme yang kemudian begitu besar dampaknya terhadap perkembangan umat manusia. Hal ini berbeda dengan apa yang semula diajarkan agama yang menempatkan segala sesuatu di bawah kekuasaan Tuhan. Individualisme kemudian mengakibatkan timbulnya Kapitalisme dan Materialisme. Kapitalisme memberikan argumentasi bahwa umat manusia akan mencapai kesejahteraan tertinggi kalau setiap individu dimungkinkan untuk mengejar kehendaknya secara leluasa dan bebas. Materialisme mengemukakan bahwa benda (matter) lebih penting dan lebih dulu ketimbang gagasan (idea). Mereka berargumentasi bahwa kalau dilanjutkan secara konsekuen maka pikiran adanya Tuhan semata-mata hanya hasil dari otak manusia; tanpa ada otak manusia tidak ada Tuhan, begitu pendapat para pengikut Materialisme. Pemikiran ini kemudian menghasilkan Atheisme, yaitu pikiran bahwa Tuhan tidak ada. Bagi mereka yang masih mengaku adanya Tuhan kemudian terjadi Sekularisme, yaitu bahwa Tuhan atau Agama merupakan hal yang bersifat pribadi dan tidak boleh dicampurkan dengan aspek kehidupan lain, seperti dalam menjalankan pemerintahan, pendidikan atau dalam memelihara kesehatan. Dalam kehidupan yang demikian rasio atau nalar betul-betul dominan dan tidak memberikan tempat yang setara kepada emosi.
Dilihat dengan kaca mata masa kini nampaknya segala hal yang diuraikan itu bersifat absurd, akan tetapi merupakan kenyataan bahwa dengan sikap hidup itu dunia Barat menguasai seluruh umat manusia sejak abad ke-19. Cina yang tadinya dikenal sebagai pusat peradaban harus tunduk kepada kekuatan Barat. Dunia Islam malahan sudah lebih dahulu mengakui ketidakmampuannya untuk bersaing dengan Barat. Malahan timbul pikiran bahwa untuk dapat melepaskan diri atau bebas dari dominasi Barat, suatu bangsa atau umat harus menguasai cara berpikir Barat.
Keadaan tersebut terutama menonjol ketika Jepang yang selama 300 tahun hidup dalam perdamaian tetapi juga isolasi total atau Splended Isolation setelah Tokugawa Ieyasu menundukkan semua daimyo, pada tahun 1853 disadarkan bahwa tidak mungkin memelihara lebih lanjut kondisi itu setelah muncul kapal-kapal Amerika di bawah pimpinan Komodor Perry di Teluk Tokyo. Maka Jepang melakukan Restorasi Meiji yang intinya adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi Barat agar tidak dikuasai dan didominasi oleh Barat. Namun demikian Jepang selalu memelihara nilai-nilai budayanya sendiri yang antara lain meliputi pendekatan holistik. Sikap Jepang itu kemudian ditiru oleh banyak bangsa lain yang bukan Barat dengan berbagai variasi. Seperti dalam dunia Islam timbul sikap modernisasi tanpa Westernisasi. Hal itu berarti bahwa pemikiran Barat makin menguasai cara berpikir umat manusia lainnya.
Namun di dunia Barat sendiri terjadi perubahan. Karena sikap hidup yang mengutamakan individu maka terjadi persaingan yang bukan main kerasnya yang akhirnya menjalar kepada persaingan antara bangsa-bangsa Barat sendiri yang masing-masing mau menguasai Eropa dan dunia. Akibatnya adalah terjadi perang yang makin dahsyat karena menggunakan sistem senjata dan peralatan yang makin besar daya hancurnya sebagai hasil ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin berkembang. Perang yang semula terbatas di wilayah Eropa meluas menjadi Perang Dunia ke-1 yang sudah meliputi banyak bagian dunia dan akhirnya adalah Perang Dunia ke-2 yang membawa kehancuran jauh lebih besar pada bangsa Barat sendiri.
Dalam pemikiran pun terjadi perubahan. Dilihat bahwa pendekatan mekanistik yang diajarkan Newton tidak menggambarkan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan. Timbul pendekatan organik yang melihat kehidupan secara menyeluruh (organic whole), meskipun terdiri dari bagian-bagian atau spesialisasi. Yang penting adalah bagaimana melakukan hubungan (relationship) antara bagian dan bagaimana mengatur sentuhan struktural (structural encounter) antara bagian. Nampak sekali bahwa dirasakan keperluan untuk adanya integrasi disamping spesialisasi.
Dalam pandangan kapitalisme pun terjadi perubahan ketika mengundang perlawanan dari kaum buruh bangsa Barat sendiri. Terbentuklah pikiran Karl Marx dan Friedriech Engels yang mereka namakan Komunisme, yaitu gerakan yang bertujuan terwujudnya masyarakat yang dikendalikan diktator proletariat di mana tidak ada hak milik perorangan dan semuanya adalah milik masyarakat. Akan tetapi komunisme tidak berkembang di Eropa Barat sendiri, sekalipun diprediksi oleh Marx dan Engels bahwa komunisme akan berkembang di masyarakat yang sudah maju industrinya, yaitu Eropa Barat. Yang justru menjadi benteng komunisme adalah Rusia yang masih merupakan masyarakat yang sebagian terbesar adalah agraris. Maka terjadilah persaingan yang tajam antara Rusia yang berubah menjadi Uni Soviet dengan dunia Barat. Sekalipun komunisme tidak mampu berkembang terlalu kuat di Eropa Barat, namun perlawanan kaum buruh memaksa kaum modal untuk memberikan konsesi kepada kaum buruh. Dengan begitu kapitalisme di dunia Barat pun berubah dan menyesuaikan diri dengan sosialisme sehingga terbentuk paham sosial demokrasi yang bertujuan membangun Negara Sejahtera atau Welfare State. Kapitalisme tidak lagi dapat menghasilkan kesejahteraan kalau tidak menyesuaikan diri dengan tuntutan kaum buruh.
Materialisme dan sekularisme juga tidak lagi dapat bertahan mutlak. Manusia Barat makin menyadari bahwa kehidupan tanpa moralitas menjadi amat kering dan kurang bermakna. Padahal moralitas tidak dapat dipisahkan dari Agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka makin meluas minat manusia untuk kembali kepada ajaran agama yang dirasakan sebagai pedoman yang lebih kuat dan berharga ketimbang pedoman yang diberikan oleh benda.
Dalam segala perkembangan itu kemudian timbul pikiran bahwa Bagian (Part) tidak mungkin lagi menentukan Keseluruhan (Whole). Bagian memang tetap penting dan harus diusahakan kesempurnaannya, akan tetapi usaha itu tidak dapat lepas dari keharusan untuk juga memperhatikan perkembangan Bagian-bagian lain atau perkembangan Keseluruhan.
Individualisme Barat tetap kuat, akan tetapi sekarang mereka menyadari bahwa perlu ada harmonisasi dengan individu
lainnya sehingga tercapai satu Win-Win Solution dan menguntungkan masyarakat sebagai keseluruhan. Mengusahakan
Profit melalui kapitalisme tetap menjadi pedoman, tetapi disadari bahwa itupun harus memperhatikan satu
Perkembangan masa kini menunjukkan adanya globalisasi yang menyebabkan dua hal utama yang harus diperhatikan.
Pertama adalah keharusan umat manusia untuk pandai bekerja sama satu sama lain. Hal ini berlaku bagi setiap individu,
setiap masyarakat dan setiap bangsa. Akan tetapi di pihak lain globalisasi juga menuntut persaingan yang tajam antara satu
dengan yang lain. Barang siapa kurang mampu menyesuaikan diri dengan dua konsekuensi globalisasi tersebut, baik bangsa,
masyarakat maupun individu akan harus membayar mahal untuk kekurangannya. Hal ini akan menonjol sekali dalam
kehidupan umat manusia abad ke-21. Oleh sebab itu, setiap bagian umat manusia harus pandai menyesuaikan diri dengan
tuntutan itu.
Dengan penyesuaian diri tersebut dunia Barat berusaha untuk terus memelihara dominasinya atas umat manusia. Bahkan
mereka tidak keberatan untuk mengambil bagian-bagian yang ternyata lebih produktif dalam dunia non-Barat, seperti
dalam manajemen adanya cara Musyawarah-Mufakat di dunia Timur atau dinamakan nemawashi di Jepang.
Perkembangan dan cara berpikir yang semula bersifat linear menjadi non-linear. Terjadi paradigm shift dan
paradox yang amat mendasar dan mengubah cara berpikir lama. Kalau semula diduga bahwa membangun
kekuatan akan menjadikan kekuatan makin besar, maka dialami kenyataan lain. Terbukti bahwa satu saat ada batas
pada perkembangan, meskipun terus dilakukan usaha kuat untuk membesarkan hasil.
Bila bangsa Indonesia dalam proses modernisasi hanya mengambil dari pemikiran Barat yang permulaan saja dan sekarang
sudah mereka tinggalkan melalui penyesuaian hasil pengalaman mereka hal demikian merupakan satu kekurangan yang
justru merugikan bangsa Indonesia.
Seharusnya perubahan yang terjadi dalam alam pemikiran dapat ditangkap dan diecernakan oleh kita semua terutama
mereka yang mempunyai tanggung jawab kepemimpinan. Dengan begitu diharapkan adanya kesamaan persepsi dan
tindakan para penentu kebijakan sehingga menghilangkan egoisme sektoral.
.
BAB III: PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
.
Untuk melakukan pendekatan holistik di bidang pendidikan nasional dapat diidentifikasi masalah-masalah
sebagai berikut.
1. Sudah terbentuk kebiasaan yang cukup kuat dalam masyarakat Indonesia yang memandang setiap sektor
berdiri sendiri tanpa ada hubungan yang harmonis dengan sektor lain. Kebiasaan ini terutama terbentuk dalam
kehidupan bangsa yang sudah tersentuh modernisme, termasuk pendidikan nasional.
2. Sebagai akibat dari pengaruh feodalisme faktor kekuasaan di Indonesia sangat dipegang teguh oleh
kebanyakan orang. Karena setiap jabatan mengandung kekuasaan tertentu, maka setiap orang yang memegang
satu jabatan sukar sekali untuk bersedia mengharmonisasikan kekuasaan jabatannya dengan orang lain yang
mempunyai kekuasaannya sendiri.
3. Kebanyakan orang yang memperoleh pendidikan Barat menjadi ahli atau spesialis dalam salah satu bidang
kehidupan. Merupakan sifat kebanyakan spesialis untuk memandang spesialisasinya sebagai hal yang terpenting
dan terutama dalam kehidupan masyarakat. Hal itu dapat berakibat kurangnya kesediaan untuk melihat
hubungan antara bagian dengan keseluruhan.
4. Nilai-nilai budaya yang mengandung pendekatan holistik sebenarnya telah dimiliki masyarakat Indonesia
tetapi karena kuatnya pengaruh pemikiran Barat yang permulaan, nilai-nilai budaya sendiri diabaikan dan
bahkan ditinggalkan.
5. Kurang disadari oleh banyak orang yang telah memperoleh pendidikan Barat bahwa di dunia Barat sendiri
telah terjadi perubahan dalam cara berpikir. Berpikir holistik makin lama makin banyak penganutnya tanpa
mengabaikan pemikiran analitik. Kekurangsadaran kebanyakan orang Indonesia itu disebabkan karena kurang
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran di dunia Barat, antara lain karena kurang membaca
literatur baru.
6. Keinginan untuk cepat mengejar kemajuan bangsa lain membawa banyak orang Indonesia pada sikap
bahwa pendidikan harus menghasilkan orang yang siap pakai. Hal ini kemudian diarahkan pada pendidikan
kejuruan semata-mata. Di dunia Barat sendiri pendidikan kejuruan harus didahului oleh pendidikan umum
yang cukup memberikan landasan bagi kemampuan berpikir secara menyeluruh.
7. Sering terjadi kurang perhatian terhadap azas profesionalisme dalam menyatukan bagian-bagian.
Selain itu, sering terjadi pemaksaan hal-hal yang sebetulnya tidak dapat dipersatukan.
8. Kurang adanya transparansi dalam pemikiran pada masing-masing bagian, sehingga mempersulit terjadinya
integrasi dan interaksi bagian itu menjadi penyatuan pemikiran yang holistik.
.
BAB IV: PENDEKATAN HOLISTIK DALAM PENDIDIKAN NASIONAL
.
Kalau kita perhatikan kondisi pendidikan nasional di Indonesia, maka kita dapatkan cukup banyak kekurangan
yang disebabkan kurang adanya pendekatan holistik. Permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya terdapat pula
dalam pendidikan nasional. Oleh sebab itu untuk dapat melakukan pendekatan holistik perlu permasalahan yang ada
diatasi dan dihilangkan sebaik mungkin.
Kondisi itu harus dimulai dengan menetapkan sikap yang mengakui tepatnya pendekatan holistik untuk
menjalankan kehidupan masa kini dan yang akan datang. Dengan demikian berarti bahwa kita tetap perlu
mengusahakan penyempurnaan dari setiap unsur pendidikan nasional. Hal itu saja tidak cukup dan harus dibarengi
dengan usaha menempatkan serta menjalankan setiap bagian secara harmonis satu sama lain sehingga terwujud
keseluruhan pendidikan nasional yang sesuai dengan kebutuhan kehidupan bangsa yang maju dan sejahtera.
Dalam hal ini penegasan tentang sifat negara dan masyarakat Indonesia yang kita kehendaki dan kita bangun
menjadi sesuatu yang amat penting dan mendasar. Sesuai dengan Dasar Negara, yaitu Pancasila, maka
berdasarkan nilai pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, negara dan masyarakat Indonesia
bukan bersifat sekuler. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila sebagai Dasar Negara
memberikan pedoman kepada kita bahwa segala aspek kehidupan bangsa tidak dapat lepas dari Ketuhanan
Yang Maha Esa. Hal itu berarti bahwa agama bukan urusan pribadi semata-mata, sebagaimana dikehendaki oleh
paham sekuler, tetapi dalam batas-batas tertentu juga merupakan urusan negara dan masyarakat. Di pihak lain
negara Republik Indonesia bukan negara agama, sebab suatu negara agama selalu terikat pada satu agama
tertentu. Republik dan masyarakat Indonesia yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan keleluasaan bagi
setiap agama untuk mengembangkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan ajarannya masing-masing.
Hal ini penting sekali dikemukakan oleh karena belakangan ini ada gejala untuk menggolongkan Pancasila sebagai
satu paham sekuler. Dengan begitu orang-orang yang berpandangan demikian menganggap Republik Indonesia
sebagai negara yang menganut paham sekuler. Sikap ini mempunyai pengaruh besar kepada pendekatan
holistik terhadap pendidikan nasional, oleh karena sikap yang menyatakan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa
meliputi seluruh kehidupan bangsa dengan sendirinya mengharuskan kita menggunakan pendekatan holistik.
Untuk dapat memperbaiki keadaan yang kurang sesuai dengan keperluan kita, harus ada kesediaan untuk tidak
secara kaku mempertahankan kebiasaan-kebiasaan lama, bahkan harus mempunyai pikiran terbuka untuk gagasan
baru. Konsekuensi lain adalah harus ditinggalkan sikap feodalisme yang masih menghinggapi sikap hidup bangsa
yang begitu kuat berpegang pada kekuasaan dan wewenang. Orang harus lebih mampu dan bersedia untuk berbagi
pengetahuan dan mengharmonisasi wewenang yang dipunyai dengan wewenang orang lain. Sekat dan tembok yang
sekarang masih amat terasa adanya antara bagian organisasi yang satu dengan yang lain harus dibuka
lebar-lebar. Musyawarah-mufakat tidak boleh hanya menjadi semboyan yang indah tetapi harus dilakukan secara
konkret. Komunikasi harus dapat berjalan dengan efektif antara setiap unsur organisasi. Konsekuensi berikut
adalah bahwa seorang spesialis tidak lagi merasa atau beranggapan bahwa spesialisasinya adalah yang terpenting
dan terutama, melainkan penting bagi keperluan organisasi secara keseluruhan dalam mencapai tujuannya.
Pendidikan nasional terbagi dalam pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Dalam pendidikan luar
sekolah yang amat besar peranannya dalam pembentukan kepribadian adalah pendidikan informal terutama
di lingkungan keluarga. Di samping itu, pendidikan luar sekolah juga meliputi pendidikan nonformal yang dapat
berpengaruh besar, antara lain pendidikan pramuka, karang taruna dan lain-lain. Dalam pendekatan holistik
terhadap pendidikan nasional harus selalu ada hubungan yang erat antara pendidikan sekolah dan luar sekolah,
khususnya pendidikan di lingkungan keluarga. Kedua unsur pendidikan itu harus saling melengkapi dan saling
menunjang.
Pendidikan di lingkungan keluarga bersifat amat mendasar karena manusia Indonesia tumbuh sejak lahir di
lingkungan itu. Banyak sifat manusia yang sumbernya berada di masa ia berumur kurang dari lima tahun.
Pendidikan yang dilakukan orang tua dan anggota keluarga lain terhadap anak besar sekali dampaknya terhadap
perkembangan anak itu menjadi manusia dewasa dan seterusnya ketika ia menempuh kehidupan. Oleh sebab itu,
harus diberikan perhatian besar terhadap pelaksanaan pendidikan di lingkungan keluarga di Indonesia. Dalam
kenyataannya hal ini hingga saat ini kurang berjalan sebagaimana mestinya, bahkan makin lama menjadi makin
menurun mutunya disebabkan oleh banyak faktor. Padahal kepribadian manusia, termasuk budi pekerti, akhlak
dan kondisi mentalnya sangat ditentukan oleh pendidikan yang dialami sejak kecil di lingkungan keluarga dan bukan
karena pendidikan sekolah semata-mata.
Dalam pendidikan untuk membentuk kepribadian yang bermutu selain perlu ada perhatian besar pada pendidikan
agama yang memperhatikan baik faktor ritual maupun ajaran agama secara intensif, perlu juga ditanamkan sikap
positif sebagai kelanjutan dari pendidikan kepribadian yang diberikan di lingkungan keluarga. Keadaan ini
menjadi tantangan bagi kita, terutama ketika memasuki Abad ke-21 yang menuntut mutu kepribadian yang
lebih kuat, untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan keluarga-keluarga
di Indonesia. Selain itu diadakan kegiatan ekstra kurikuler yang aneka ragam, seperti olahraga, kesenian,
bahasa dan lainnya.
Peran signifikan hendaknya dilakukan oleh organisasi-organisasi swasta, seperti institusi keagamaan, paguyuban,
organisasi sosial, dunia usaha dan lainnya. Organisasi-organisasi itu hendaknya dapat mempengaruhi para orangtua,
terutama yang menjadi anggotanya, untuk selalu memperhatikan mutu pendidikan di lingkungan keluarganya.
Pemerintah hanya memainkan peran sebagai fasilitator, antara lain terwujudnya suasana dan kondisi kehidupan
yang kondusif untuk pendidikan di lingkungan keluarga. Hal tersebut meliputi tegaknya kekuasaan hukum,
kondisi sosial-ekonomi yang baik termasuk tingkat penghasilan para pegawai dan pekerja, kehidupan yang
dinamis tetapi teratur dan tenteram, makin meningkatnya mutu kehidupan politik yang demokratis dan
pemeliharaan kesehatan jasmani dan rohani yang meluas.
Pada waktu ini, belum cukup disadari perlunya keseimbangan antara penggunaan otak bagian kiri dengan otak
bagian kanan. Akibatnya adalah lebih diutamakan penggunaan rasio daripada emosi. Padahal yang diperlukan
untuk kehidupan masa kini dan masa depan adalah baik kecerdasan rasional (rational intelligence) maupun
kecerdasan emosional (emotional intelligence).
Di samping itu, perlu diperhatikan pula pendidikan sekolah. Harus ada penyesuaian organisasi pendidikan sekolah
dengan pendekatan holistik. Pertama perlu ada keseimbangan antara pendidikan umum yang memberikan landasan
berpikir kepada para pemuda kita dengan pendidikan kejuruan yang menjadikan pemuda sebagai seorang ahli
atau pakar dalam spesialisasi tertentu. Seorang pemuda mula-mula menjalani pendidikan dasar yang meliputi
Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 3 tahun. Berdasarkan Undang-undang Wajib Belajar
agar setiap pemuda Indonesia melaksanakan pendidikan dasar 9 tahun itu secara penuh. Sesuai dengan namanya,
pendidikan dasar memberikan dasar ilmu pengetahuan agar setiap pemuda dapat berkembang ke berbagai
kecakapan dan keterampilan yang ingin dicapai. Kecakapan atau profesi diwujudkan melalui berbagai pendidikan
kejuruan yang melintang dari tingkat menengah, ke tingkat akademi hingga tingkat universitas. Karena tidak
setiap pemuda tepat atau berkehendak mengikuti pendidikan tinggi yaitu akademi atau universitas, maka
pendidikan kejuruan harus diadakan pada tingkat menengah. Dengan begitu seorang pemuda yang selesai
menjalankan pendidikan dasar 9 tahun dapat memasuki pendidikan kejuruan pada tingkat menengah. Mereka yang
ingin memasuki pendidikan tinggi melanjutkan ke SMU selama 3 tahun dan setelah itu memasuki pendidikan tingkat
akademik atau tingkat universitas sesuai dengan kemampuan dan keinginannya. Kepakaran dan keterampilan yang
diperoleh melalui pendidikan akademik maupun universitas serta pendidikan kejuruan menengah akan menentukan
kemampuan bangsa dalam menghadapi berbagai persoalan globalisasi yang dihadapi dalam Abad ke-21.
Semua itu berarti bahwa Wajib Belajar yang dilakukan untuk pendidikan dasar harus di satu pihak memberikan
kesempatan kepada setiap pemuda untuk memperoleh pendidikan yang ia perlukan sebagai landasan. Di lain pihak
harus juga mempunyai mutu yang memadai agar yang diperoleh dari pendidikan dasar merupakan landasan yang kuat
dan berharga untuk menempuh pendidikan umum lanjutan atau pendidikan kejuruan menengah. Mengingat namanya
Wajib Belajar maka Pemerintah mempunyai tanggung jawab penuh untuk melaksanakannya dengan baik.
Selama Pemerintah masih menghadapi berbagai kekurangan, khususnya dana, wajib belajar belum dapat
diselenggarakan dengan memadai baik jumlah maupun mutunya. Oleh karena itu, sukar diperoleh hasil
keseluruhan bangsa yang memuaskan, khususnya dalam pembinaan Sumber Daya Manusia. Dalam kondisi
sekarang hanya mereka yang beruntung, termasuk mereka yang cukup uangnya, yang dapat menikmati pendidikan
dasar yang baik mutunya. Dalam kenyataannya jumlah itu terbatas. Bagian terbesar dari bangsa ini harus puas
dengan pendidikan dasar yang rendah sekali mutunya atau sama sekali tidak dapat memperoleh pendidikan dasar.
Selanjutnya, diperlukan pula tersedianya pendidikan kejuruan menengah yang cukup banyak dan bermutu untuk
menghasilkan spesialis tingkat menengah yang amat diperlukan suatu masyarakat modern. Di sini peran dunia
swasta diperlukan, karena tidak mungkin Pemerintah yang sudah harus menyelenggarakan Wajib Belajar yang luas
dan bermutu, masih cukup dana untuk menyelenggarakan berbagai ragam pendidikan kejuruan tanpa peran serta
swasta. Pendidikan kejuruan menengah tidak hanya meliputi sekolah kejuruan, tetapi juga ada yang berbentuk
kursus-kursus. Pendeknya, ini merupakan pendidikan profesional yang terendah menyangkut berbagai kegiatan
suatu masyarakat modern. Mutu pendidikan ini tentunya penting sekali dan hasilnya langsung dapat digunakan dalam
masyarakat. Inilah pendidikan siap pakai yang sering dikehendaki orang.
Kondisi Sekolah Menengah Umum (SMU) menentukan hasil yang akan dicapai dalam pendidikan akademik dan
universitas. Sebab itu SMU harus memberikan landasan umum yang sungguh bermutu. Karena pendidikan di
SMU hakikatnya merupakan pendidikan persiapan ke pendidikan akademik dan universitas, maka jumlah pemuda
yang melanjutkan ke SMU harus dibatasi melalui ujian seleksi yang ketat. Hal ini berarti harus ada perubahan
dari keadaan sekarang yang memungkinkan setiap lulusan SLTP masuk SMU. Dengan jalan demikian mutu
pendidikan di SMU juga lebih terjamin. Pada SMU tidak diadakan jurusan seperti masa lalu, tetapi setiap murid
mengambil mata pelajaran utama (majoring) sesuai dengan tujuannya ketika hendak masuk pendidikan
tingkat akademi atau universitas. Akan tetapi dapat terjadi perkembangan baru dimana masyarakat menghendaki
setiap warga negara memperoleh pendidikan umum minimal 12 tahun. Dalam hal itu, SMU tidak hanya menjadi
lembaga pendidikan yang mempersiapkan murid menuju ke pendidikan akademik dan universitas, melainkan
harus membekali juga kepada murid yang akan langsung bekerja.
Pendidikan tingkat akademi dan universitas merupakan pendidikan profesional yang menghasilkan pakar-pakar
yang merupakan kader pimpinan dalam aneka ragam profesi yang ada dalam masyarakat modern. Hasil dari
akademi lebih tertuju pada pekerjaan yang bersifat praktek, seperti pimpinan pabrik, sedangkan dari universitas
merupakan kader yang meliputi segala aspek dalam profesinya. Meskipun pendidikan profesi jelas tertuju pada
kepakaran satu profesi tertentu, tetapi tidak berarti hanya terbatas pada hal itu. Kehidupan masa kini memerlukan
pendekatan antar-disiplin ilmu sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Sebab itu organisasi pendidikan tinggi
dalam berbagai fakultas harus memungkinan adanya hubungan antar-fakultas yang saling menunjang. Hubungan
akademik antar fakultas penting untuk dikembangkan. Sekarang ini masing-masing fakultas merupakan
benteng-benteng tersendiri. Bahkan harus ditingkatkan hubungan akademik antar universitas nasional maupun
internasional. Hasil dari pendidikan tinggi adalah kepakaran dalam bidang tertentu yang diperlukan oleh kehidupan
masa kini, tetapi kepakaran dengan pandangan yang cukup luas terhadap aspek kehidupan lain yang berada di
luar kepakarannya.
Pendidikan sekolah memerlukan kurikulum pendidikan yang dapat mewujudkan pendekatan holistik. Kurikulum
itu harus dapat mengarahkan pengajaran yang sesuai dengan tujuan tiap-tiap jenis pendidikan. Masyarakat pada
umumnya, guru, anak didik dan orangtua berkepentingan dengan kurikulum yang baik.
Materi pendidikan yang ditetapkan di satu pihak mendukung pencapaian penguasaan ilmu pengetahuan yang
dituju tetapi di pihak lain juga memberikan wawasan yang luas. Namun hal itu tidak boleh menyebabkan adanya
kurikulum yang terlalu berat (over load) karena hal itu justru tidak akan menghasilkan pendidikan yang
bermutu. Keadaan sekarang menunjukkan bahwa di banyak pendidikan kurikulum dirasakan terlalu berat untuk
dapat dicerna oleh murid secara baik. Pendidikan umum perlu menghasilkan harmonisasi antara pemupukan
kecerdasan, kondisi jasmani yang sehat dan pembentukan kepribadian. Sedangkan pendidikan kejuruan perlu
mewujudkan keseimbangan antara pelajaran teori dan praktek mengenai keterampilan dan kepakaran yang hendak
ditumbuhkan. Perubahan kurikulum, apabila diperlukan, hendaknya dilakukan secara bertahap dengan persiapan
yang matang.
Pendidikan SMU dapat lebih intensif apabila diselenggarakan dengan asrama, yaitu konsep sekolah berasrama
atau boarding school. Demikian pula pendidikan akademi dan universitas memerlukan asrama,
khususnya untuk penyelenggaraan pendidikan guru. Penggunaan konsep asrama untuk pendidikan universitas
disesuaikan dengan kebutuhan untuk pendidikan yang intensif dan interaksi antara mahasiswa dan dosen.
Perlu diperhatikan agar penyelenggara konsep ini tidak menimbulkan rasa asing murid terhadap lingkungannya.
Lebih penting dari organisasi pendidikan sekolah adalah penyelenggaraan pendidikan sekolah itu sendiri.
Namun penyelenggaraan pendidikan sekolah yang baik tidak atau kurang dapat berjalan tanpa ada organisasi
yang sesuai.
Hingga kini pusat dari penyelenggaraaan pendidikan sekolah adalah guru atau dosen di pendidikan tinggi.
Guru membuka pikiran dan perasaan murid agar dapat berkembang dan berminat belajar serta menguasai
berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan. Oleh sebab itu pembentukan guru-guru yang bermutu merupakan
titik sentral dalam penyelenggaraan pendidikan sekolah dengan pendekatan holistik. Guru yang baik adalah
guru yang tidak saja menguasai ilmu pengetahuan dengan tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi juga cakap
berkomunikasi dengan muridnya serta memberikan motivasi untuk mengembangkan diri. Guru harus dapat
membangkitkan pikiran dan perasaan murid untuk mengembangkan keunggulan pribadinya, di pihak lain juga
mempengaruhi murid agar selalu hidup dalam kebersamaan dengan murid-murid dan orang lain, terutama yang
ada di lingkungan. Hal ini berlaku bagi guru Taman Kanak-kanak maupun dosen perguruan tinggi, dengan
pendekatan yang berbeda sesuai obyek pendidikan yang dihadapi.
Dalam penyelenggaraan pendidikan diusahakan agar murid dapat mengembangkan pemikiran dan perasaannya
sebaik-baiknya sehingga makin mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi. Di samping
diusahakan perkembangan murid secara individual juga ditumbuhkan rasa kebersamaan dengan sesama murid dan
masyarakat pada umumnya. Dalam mempelajari segala macam ilmu pengetahuan ditumbuhkan kesadaran dan
pengertian bahwa semua ilmu pengetahuan ada hubungannya satu sama lain karena semua berasal dari kehidupan
manusia. Dan menimbulkan kepada murid kemampuan untuk mengaktualisasikan ilmu pengetahuannya menjadi
kearifan. Kemudian timbul sikap bahwa semua aspek kehidupan adalah penting dan sebagai manusia yang harus
diperhatikan adalah mengerjakan apa saja dengan sebaik-baiknya penuh kesungguh-sungguhan. Sebab hakikatnya
pekerjaan tukang sapu tidak kalah penting dan maknanya bagi kehidupan masyarakat dibandingkan pekerjaan
seorang menteri negara. Manusia dapat dikatakan unggul kalau ia mampu untuk mengerjakan segala hal yang
dihadapinya dengan memberikan hasil sebaik-baiknya.
Pada Abad ke-21 terjadi perubahan dalam peran guru terhadap murid disebabkan oleh perkembangan teknologi
informasi. Dengan teknologi informasi masa kini yang terus berkembang seorang murid dapat menjangkau
aneka ragam informasi di seluruh daya dukung perangkat kerasnya (komputer). Ini mengubah keadaan lama
ketika jangkauan murid adalah terbatas pada ruang kelas atau gedung sekolah. Dengan demikian murid tidak
hanya dapat belajar dari gurunya, melainkan juga dari segala sumber yang dapat dicapainya. Berhubung dengan
itu terjadi perubahan dalam titik sentral pendidikan sekolah, yaitu murid itu sendiri sedangkan guru menjadi
fasilitator. Konsekuensi dari perubahan ini adalah perlunya penyediaan teknologi yang memadai, khususnya
teknologi informasi, penguasaan bahasa asing dan terutama bahasa Inggris sejak dini serta pendidikan guru yang
berbeda.
Namun ini tidak berarti bahwa peran guru menjadi kurang penting. Guru tetap penting karena sebagai fasilitator
ia harus membimbing murid dalam mengusahakan informasi, melakukan seleksi terhadap informasi yang masuk
dalam jumlah besar sesuai dengan keperluannya serta menggunakan informasi itu untuk mengembangkan dirinya.
Akan tetapi pembentukan dan pendidikan guru harus mengalami perubahan sebagai akibat perubahan peran itu.
Meskipun kondisi umum mengalami perubahan, keteladanan guru harus selalu diutamakan. Untuk mencapai hal
itu kondisi kesejahteraan dan status sosial guru harus mengalami peningkatan yang besar dibandingkan dengan
keadaan sekarang.
Pendidikan sekolah dan luar sekolah yang bermutu harus menyelenggarakan itu semua dengan baik, mulai
tingkat pendidikan pra sekolah hingga pendidikan tinggi. Melihat perkembangan umat manusia terbukti bahwa
itupun belum memadai untuk menghasilkan manusia seutuhnya. Dalam hal ini masih diperlukan pendidikan untuk
pengembangan kepribadian yang secara khusus memaksimalkan sifat-sifat positip dan meminimalkan sifat-sifat
negatif seseorang. Untuk mencapai hal itu, diperlukan kepemimpinan dan manajemen pendidikan yang menerapkan
pendekatan holistik. Ini merupakan tantangan berat bagi Indonesia, baik dilihat dari sudut penyediaan dana maupun
dalam pengelolaannya. Tantangan menjadi lebih berat lagi karena abad ke-21 mengharuskan setiap bangsa tidak
hanya pandai bekerja sama dengan bangsa-bangsa lain, tetapi juga kuat bersaing dengan mereka.
.
BAB V: KENDALA YANG DIHADAPI
.
Menjadi makin jelas kendala-kendala apa yang dihadapi bangsa Indonesia untuk dapat melakukan pendekatan
holistik dalam pendidikan nasional menghadapi abad ke-21.
1. Jumlah penduduk yang besar dengan jumlah angkatan muda yang jauh lebih besar dibandingkan angkatan
tua. Hal ini memerlukan perhatian dan kontrol yang amat luas jangkauannya.
2. Luasnya wilayah Indonesia disertai perbedaan antara daerah satu dengan yang lain. Tanpa pemberian
otonomi yang luas dan pembagian keuangan yang memadai sukar untuk mencapai hasil pendidikan yang
memuaskan.
3. Keperluan dana pendidikan yang tidak sedikit, baik dari Pemerintah maupun dari masyarakat. Padahal
penerimaan pemerintah masih sangat terbatas, apalagi setelah terjadi Krisis Ekonomi yang demikian berat.
Juga masyarakat Indonesia menjadi makin miskin setelah terjadi Krisis Ekonomi.
4. Tidak mudah untuk menyadarkan para orang tua untuk memperbaiki pendidikan yang mereka lakukan
untuk keluarga masing-masing. Terbukti bahwa di lingkungan orang tua yang cukup berada pun kurang ada
perhatian memadai terhadap pendidikan. Dengan penghasilan yang menciut sebagai akibat Krisis Ekonomi,
apalagi bagi mereka yang mengalami PHK, sukar sekali untuk minta perhatian orang tua dalam mendidik
anaknya. Tentu ada perkecualian, yaitu orang tua yang kuat kesadarannya terhadap keharusan mendidik anak,
sekalipun keadaan ekonominya terbatas.
5. Reformasi yang telah terjadi sejak tahun 1998 besar manfaatnya untuk menghilangkan feodalisme dan
segala aspeknya dan sebaliknya menimbulkan kehidupan demokrasi yang penting bagi perkembangan manusia.
Reformasi itu juga mengakibatkan sikap "kebablasan" dalam menggunakan kebebasan. Akibatnya adalah bahwa
disiplin masyarakat dan individu yang lemah sebelum terjadi reformasi, sekarang malahan makin lemah. Sukar
diharapkan adanya ketertiban dan keteraturan dalam pelaksanaan segala hal, termasuk dalam penyelenggaraan
pendidikan.
6. Masih banyaknya birokrat pendidikan yang belum transparan dalam memformulasikan gagasan dan
pemikirannya sehingga menyulitkan dalam pelaksanaan pendekatan holistik.
7. Penyebaran guru belum merata dilihat dari mutu, ragam dan jumlahnya.
Kendala-kendala ini harus dapat kita atasi kalau kita hendak melaksanakan pendidikan nasional dengan pendekatan
holistik yang bermutu. Ini bukan kewajiban Pemerintah saja, melainkan merupakan kewajiban seluruh bangsa.
.
BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN
.
Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Telah terjadi perubahan dalam pemikiran yang semula berorientasi pada individu dan bagian, sekarang
menyadari bahwa perlu ada harmonisasi dalam kebersamaan dan keseluruhan. Pengutamaan pada spesialisasi sekarang
harus disertai dengan integrasi dan interaksi dari setiap spesialisasi. Kesemuanya itu mengharuskan adanya pendekatan
holistik di samping analitik.
2. Pendekatan holistik di samping analitik berlaku juga bagi bangsa Indonesia dalam usahanya untuk
mewujudkan tujuan nasionalnya dalam abad ke-21 dan dalam kehidupan bersama dan berdampingan dengan
bangsa-bangsa lain di dunia. Kalau bangsa Indonesia kurang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan ini,
maka akan dihadapi banyak kesulitan dan hambatan.
3. Pendekatan holistik berlaku bagi setiap aspek kehidupan dan juga untuk pendidikan nasional. Dalam
kenyataan banyak hal yang terjadi di Indonesia, termasuk dalam pendidikan nasionalnya, masih jauh sekali dari
pendekatan holistik yang diperlukan. Oleh karena itu bangsa Indonesia harus mengadakan usaha penyesuaian
yang cukup luas ruang lingkupnya dan karena itu juga memerlukan sumber dana dan daya yang tidak sedikit.
4. Baik pendidikan luar sekolah, khususnya pendidikan di lingkungan keluarga, maupun pendidikan sekolah
memerlukan perbaikan yang menyeluruh dan fundamental yang cukup luas dan mendasar. Para orang tua harus
ditingkatkan kesadarannya untuk memberikan pendidikan lebih baik kepada keluarganya. Para guru harus
diperbaiki mutunya dan kesejahteraan serta status sosialnya untuk dapat memberikan pendidikan serta motivasi
kepada anak didik. Organisasi kemasyarakatan serta organisasi persekolahan harus disesuaikan dengan pendekatan
holistik. Demikian pula fasilitas pendidikan harus diperbaiki dan ditingkatkan mutunya.
5. Pemerintah dan masyarakat menghadapi kendala yang tidak ringan untuk dapat menjalankan berbagai
keharusan itu. Baik kendala yang bersifat materiil maupun yang non materiil. Namun demikian seluruh bangsa
harus berusaha sebaik-baiknya untuk dapat mengatasi berbagai kendala itu dan menjalankan kewajiban
pendidikannya.
6. Kondisi birokrasi pendidikan dan pengelolaan pendidikan nasional masih banyak memerlukan
penyempurnaan khususnya dalam mewujudkan pemikiran dan pekerjaan yang transparan.
Atas dasar Kesimpulan tersebut di atas disarankan agar Pemerintah, khususnya Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk sesegera mungkin merealisasikan pendekatan
holistik di bidang pendidikan nasional. Untuk itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebagai penanggung jawab
Pendidikan Nasional disarankan untuk:
1. Mengadakan sosialisasi yang luas mengenai pendekatan holistik, terutama yang menyangkut pendidikan
nasional.
2. Mengadakan hubungan secara terus-menerus dan intensif langsung dengan masyarakat dan melalui Dewan
Perwakilan Rakyat, agar masyarakat memainkan peran yang diperlukan dalam pendidikan nasional, terutama
menyangkut penyelenggaraan pendidikan di lingkungan keluarga dan pendidikan swasta yang bermutu.
3. Mengkoordinasikan segala pendidikan yang dilakukan oleh lembaga Pemerintah lainnya agar dilaksanakan
sesuai dengan pendekatan holistik yang tepat.
4. Mengusahakan pendanaan pemerintah untuk dapat menyelenggarakan pendidikan sekolah dengan mutu
yang menjamin terwujudnya daya saing internasional dan volume yang sesuai dengan jumlah warga negara Indonesia
yang memerlukannya.
5. Melakukan kepemimpinan dan manajemen yang se-efektif dan efisien mungkin atas seluruh organisasi
Pendidikan Nasional, khususnya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, agar sumber daya dan dana yang
terbatas dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
6. Memberikan perhatian khusus kepada pendidikan dan kesejahteraan serta status sosial guru dan tenaga
pendidik pada umumnya, agar dapat diperoleh Korps Pengajar yang bermutu sehingga menghasilkan pendidikan
dengan hasil unggul dan meliputi jumlah pengajar yang sesuai dengan pekerjaan yang dihadapi.
7. Dalam era globalisasi selalu memperhatikan dan mengikuti perkembangan pendidikan bangsa-bangsa lain,
khususnya yang ada di sekeliling Indonesia, untuk dapat mengembangkan pendidikan nasional yang mempunyai daya
saing internasional dan menghasilkan Manusia Indonesia dengan kemampuan tinggi untuk menghadapi serta
mengatasi berbagai aspek dan persoalan kehidupan di abad ke-21.
.
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK
.
1. Letjen TNI (Purn) Sayidiman Suryohadiprojo -- Ketua
2. K.H. MA Sahal Mahfudh -- Sekretaris
3. Dra. Mien Rachman Uno -- Anggota
4. Prof. Dr. Ahmad Amiruddin -- Anggota
5. Dr. Ki Supriyoko, M.Pd. -- Anggota
6. Cornelis Wowor, M.A. -- Anggota
7. Drs. Suheru Muljoatmodjo, M.A. -- Anggota
.