BEBERAPA PEMIKIRAN TENTANG KURIKULUM DAN SLTP YANG DISESUAIKAN DENGAN KEADAAN DAN KEBUTUHAN LINGKUNGAN: KONSEP DAN STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PELAKSANAANNYA

 

KATA PENGANTAR

Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang system Pendidikan Nasional menggariskan bahwa kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap mewujudkan peserta didik dan kesesuaiannya antara lain dengan lingkungan, jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Selanjutnya dinyatakan, bahwa pelaksanaan kegiatan pendidikan secara kebetulan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.

Memorandum pandangan ini membahas tentang kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan  di sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), yang merupakan unsur (kandungan) baru dalam kurikulum Pendidikan Dasar tahun 1994.

Berdasarkan pemikiran, pendapat dan pandangan dari anggota Badan Pertimbangan pendidikan Nasional (BPPN) penyusunan Memorandum Pandangan ini dipercayakan kepada satu kelompok kerja yang dipimpin oleh Bapak Pdt. Dr. Sularso Soepater, dengan anggota Bapak Drs. Suheru Muljoatmodjo, M.A., Bapak Tantri Abeng, M.B.A., dan Bapak Prof. Achmad Baiquni, M.Sc.,Ph.D.

Dalam memorandum pandangan ini diajukan beberapa pemikiran tentang kurikulum SD dan SLTP yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan.

Semoga pemikiran-pemikiran yang tertuang dalam memorandum pandangan ini dapat bermanfaat bagi upaya peningkatan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan.

 

                                                Jakarta, April 1994

 

BAB  I: PENDAHULUAN

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah meletakkan landasan yang sangat kuat bagi penyelenggaraan sistem  pendidikan Nasional  di Indonesia. Menurut Undang-undang tersebut, pendidikan nasional diselenggarakan melalui dua jalur pendidikan, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah meliputi jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan sekolah meliputi pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional. Sedangkan jenis pendidikan luar sekolah terdiri atas: pendidikan umum, pendidikan keagamaan, pendidikan jabatan kerja, pendidikan kedinasan, dan pendidikan kejuruan (PP Nomor 73 tahun 1991,Pasa 3,ayat (1).

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Sedangkan tujuan pendidikan nasional ialah untuk (1) mencerdaskan kehidupan bangsa dan (2) mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Salah satu wawasan nasional baru yang diungkapkan dalam undang-undang tersebut ialah disatukannya  sekolah dasar (SD) dan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) atau satuan pendidikan yang sederajat ke dalam jenjang pendidikan dasar, sehingga pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya 9 (sembilan) tahun yang diselenggarakan selama 6 (enam) tahun di SD dan 3 (tiga) tahun di SLTP atau satuan pendidikan yang sederajat. Selain itu, ditegaskan pula bahwa warga negara yang berumur 7 (tujuh) tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat.

Berdasarkan kurikulum, Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa kurikulum untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaianya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Selanjutnya digariskan pula bahwa “pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yangbersangkutan” (Pasal 38 ayat(1) ).

Berdasarkan ketentuan tersebut maka oleh departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah disusun kurikulum pendidikan dasar (SD dan SLTP), kurikulum sekolah menengah umum dan sekolah menengah kejuruan, yang direncanakan akan diberikan secara bertahap mulai tahun ajaran 1994/1995. Khusus mengenai kurikulum pendidikan dasar, di dalam susunan program pengajaran disediakan alokasi waktu secara tersendiri untuk mata pelajaran atau mata-mata pelajaran yang mencerminkan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan lokal. Alokasi waktu yang disediakan untuk masing-masing adalah sebagai berikut; SD kelas I dan II 2 jam pelajaran, kelas III 4 jam pelajaran, kelas IV 5 jam pelajaran, dan V serta VI masing-masing 7 jam pelajaran per minggu; sedangkan SLTP kelas I, II dan III masing-masing 6 jam pelajaran per minggu.

Bahan untuk kurikulum muatan lokal digali dari lingkungan alam, lingkungan sosial-ekonomi, dan lingkungan budaya yang terdapat daerah yang bersangkutan. Dengan demikian, jenis muatan lokal akan sangat beragam dan mungkin berbeda-beda antara satu provinsi dengan provinsi lainnya, atau bahkan antara kabupaten dalam satu provinsi yang sama. Sebagai contoh, suatu daerah dapat mengangkat bahasa daerah sebagai salah satu mata pejaran muatan lokal untuk sekolah di wilayah yang bersangkutan. Di daerah lain mata pelajaran muatan lokal dapat berupa pertanian, perikanan, pertukangan, atau keterampilan jasa, dan lain-lain yang mencerminkan kebutuhan nyata dari daerah yang bersangkutan. Di samping itu guna menjawab tantangan dalam era globalisasi, kurikulum muatan lokal tidak hanya merupakan penerusan hal-hal yang lama, tetapi memuat hal-hal yang baru yang menghasilkan peningkatan kualitas yang memperkuat daya saing.

Kurikulum muatan lokal merupakan suatu upaya yang setidaknya-tidaknya mempunyai dua fungsi yaitu: (1) menyadarkan masyarakat tentang  potensi daerah, yang dapat membuat daerah yang bersangkutan menjadi produktif seperti daerah lainnya apabila dikelola dan didayagunakan secara benar dengan memanfaatkan teknologi yang tepat, khususnya bioteknologi; dan (2) meningkatkan pengetahuan peserta didik agar dapat menjadi tenaga pembangunan di daerah yang bersangkutan yang lebih bermutu.  Muatan lokal diusahakan untuk mampu menanamkan kebanggaan pada diri peserta didik atas arti pentingnya kekayaan alam dan budaya daerahnya serta memberikan bekal keterampilan untuk ikut membangun daerahnya tanpa tergoda untuk pindah ke kota-kota besar. Dalam kaitan inilah semakin penting kedudukan lokal, yang memberikan kekhasan  pendidikan di daerah dalam hubungannya dengan keseluruhan sistem pendidikan nasional, yang mencerminkan kaitan antara pendidikan dengan ekologi pendidikan yang beragam, seperti daerah kelautan, pegunungan, dan lain-lain.

Berkenaan dengan keragaman keadaan sosial ekonomi dan perkembangan masyarakat di Indonesia, besarnya angka putus sekolah mengakibatkan banyaknya  pencari kerja denga kadar pendidikan dan keterampilan rendah. Dalam kaitan dengan hal ini muatan lokal dapat diarahkan guna ikut mempersiapkan anak didik untuk memasuki dunia kerja dengan kemungkinan lebih siap untuk dilatih.

 

BAB II: PERMASALAHAN 

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam perencanaan dan pengembangan  serta pelaksanaan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan antara lain sebagai berikut:

  1. Kemampuan teknis pemgembangan/penyusunan kurikulum di daerah. Pengembangan/penyusunan kurikulum muatan lokal adalah tanggung jawab daerah, dalam hal ini  Kepala Kantor Wilayah Departemen  Pendidikan  dan Kebudayaan (Kanwil Depdikbud) yang dalam pelaksanaan tugasnya  mengadakan konsultasi dengan berbagai instansi di daerah. Dalam kaitan ini, selama ini daerah (Kanwil) boleh dikatakan tidak berpengalaman melakukan penyusunan atau pengembangan kurikulum. Para pejabat Depdikbud pada Seksi Kurikulum di daerah pada umumnya lebih banyak berurusan dengan palaksanaan atau pengelolaan kurikulum nasional yang dikembangkan/disusun oleh Pusat. Selain itu di daerah belum ada tenaga yang secara khusus dipersiapkan untuk menangani pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyiapan kamampuan profesional bagi para pejabat/staf di daerah yang akan ditugasi secara khusus menangani pengembangan kurikulum muatan lokal.
  1. Kemampuan guru. Permasalahan kedua yang dihadapi dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum muatan lokal ialah penyediaan tenaga pengajar (guru atau instruktur) yang professional.  Di sekolah dasar (SD) yang ada sekarang ini digunakan sistem guru kelas, sehingga seorang guru harus mengajarkan berbagai macam mata pelajaran, kecuali Pendidikan Agama dan Pendidikan  Jasmani dan Kesehatan.  Ini berarti bahwa dengan kurikulum baru yang akan datang, guru yang bersangkutan harus mengajarkan mata pelajaran muatan lokal. Di samping SLTP telah berlaku sistem guru mata pelajaran dan sudah ada pula guru mata pelaharan keterampilan. Namun demikian, keterampilan yang diajarkan di sekolah-sekolah sekarang ini jenisnya masih sangat terbatas, misalnya tata busana, tata boga, administrasi, dan bertani. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan pembekalan kemampuan kepada guru, terlebih-lebih lagi guru (SD) sehingga pengajaran kurikulum muatan lokal di sekolah benar-benar meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan daerah dan kebutuhan masyarakat pada umumnya di daerah yang bersangkutan.
  1. Kelengkapan peralatan   dan sarana lainnya. Permasalahan berikutnya yang harus dipecahkan dalam pelaksanaan kurikulum muatan lokal ialah tersedianya peralatan dan sarana lainnya yang diperlukan agar tujuan pelaksanaan kurikulum muatan lokal dapat tercapai. Dengan kemungkinan sangat beragamnya jenis mata pelajaran muatan lokal yang diajarkan di sekolah, maka akan sangat beragam pula  jenis perlatan yang harus disediakan oleh Pemerintah.
  1. Sistem penilaian yang digunakan. Penilaian hasil belajar siswa yang berlaku di sekolah sekarang pada dasarnya  menggunakan jenis penilaian/tes objektif yang terdiri atas soal-soal pilihan ganda, atau benar salah. Jenis penilaian/tes ini jelas kurang cocok untuk mata pelajaran muatan lokal yang berupa keterampilan, yang lebih menonjokan kemampuan anak untuk melakukan sesuatu keterampilan tangan (manual) atau melakukan pekerjaan tertentu. Untuk  jenis mata pelajaran ini bentuk penilaiannya harus lain, yang tidal semata-mata mengukur kemampuan kognitif siswa, melainkan juga kemampuan psikomotorik. Dengan demikian, maka diperlukan pembekalan kemampuan kepada guru untuk dapat melakukan penilaian yang benar untuk mata pelajaran muatan lokal.
  1. Dana untuk membiayai pelaksanaan kurikulum muatan lokal. Untuk dapat menunjang pelaksaaan kurikulum muatan lokal yang terdiri atas berbagai macam mata pelajaran sudah barang tentu diperlukan dana yang tidak sedikit jumlahnya. Dana ini,     Di samping untuk membiayai pengadaan peralatan juga untuk pengadaan bahan habis yang digunakan dalam praktek mata–mata pelajaran muatan lokal tertentu.

 

BAB III: ANALISIS PERMASALAHAN

 

Beberapa permasalahan tersebut di atas perlu dikaji mendalam lagi guna memperoleh cara pemecahan yang paling tepat, agar pelaksanaan kurkulum  SD dan SLTP yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan dapat benar-benar mencapai tujuan yang diharapkan.

1.           Kemampuan teknis pengembangan/penyusunan kurikulum  di daerah. Permasalahan ini timbul karena selama ini sumber daya manusia yang ada di lingkungan Departemen Pendidikan  dan Kebudayaan di daerah, yang terdiri atas penilik/pengawas, kepala sekolah, guru-guru senior, pejabat pelaksana, belum banyak dilibatkan dalam pengembangan kurikulum nasional yang dilakukan di tingkat pusat. Kemampuan potensial yang mereka miliki belum memperoleh kesempatan untuk berkembang karena mereka lebih banyak hanya dilibatkan dalam urusan mengelola pelaksanaan kurikulum nasional tersebut di daerah masing-masing. Mereka lebih banyak menerima pengarahan atau petunjuk yang digariskan dari instansi di Pusat daripada ditantang berpikir untuk mengembangkan atau menyusun kurikulum.

Potensi yang di miliki oleh sumber daya manusia di daerah harus semaksimal mungkin dikembangkan menjadi kemampuan nyata untuk dapat menangani pengembangan kurikulum muatan lokal di daerah yang bersangkutan. Untuk dapat mengembangkan kurikulum yang benar-benar sesuai dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan diperlukan antara lain kemampuan untuk menganalisis kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada umumnya serta kebutuhan pembangunan nasional pada khususnya di daerah tersebut, memperkirakan sumber daya yang dimiliki oleh daerah (potensi daerah) yang akan dapat mendukung pelaksanaan kurikulum muatan lokal, menganalisis kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan isi serta pelaksanaan kurikulum yang berlaku, menyeleksi kebutuhan daerah yang paling esensial untuk kemudian diterjemahkan ke dalam mata pelajaran muatan lokal, serta inovasi-inovasi yang membuka peluang-peluang baru untuk peningkatan yang lebih maju.

2.           Kemampuan Guru. Berkaitan dengan permasalahan kemampuan guru, pembahasan dibatasi pada lingkup kurikulum SD dan SLTP, mengingat bahwa dalam kurikulum pendidikan dasar ini dicantumkan secara nyata alokasi jam pelajaran per minggu untuk mata pelajaran muatan lokal. Guru adalah pelaku utama dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah, termasuk kurikulum muatan lokal. Di SD, seorang guru harus mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran, seperti pendidikan pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Kerajinan Tangan dan Kesenian, serta Muatam lokal (sejumlah mata pelajaran). Walaupun dalam kurikulum yang berlaku (Kurikulum 1984) guru tersebut sudah berpengalaman mengajarkan mata pelajaran  keterampilan, namun mata pelajaran muatan lokal akan memberikan beban tersendiri kepadanya, kerena kemungkian besar mata pelajaran muatan lokal akan berbeda dengan mata pelajaran keterampilan yang ada. Ini berarti bahwa guru dituntut untuk melakukan tugas lebih dari biasanya. Lagi pula di kelas-kelas akhir (kelas V dan kelas VI) dengan alokasi waktu 7 jam pelajaran per minggu, muatan lokal dapat diisi lebih dari satu mata pelajaran, sehingga beban guru akan menjadi tambah berat lagi. Selain itu perlu diingat pula dalam tahun-tahun awal pelaksanaan kurikulum baru belum banyak didapatkan buku-buku pelajaran yang menunjang pelaksanaan kurikulum muatan lokal. Dalam keadaan semacam ini guru dituntut untuk mencari bahan pelajaran sendiri yang sesuai dengan garis-garis besar program pengajaran.

Permasalahan kemampuan guru ini di SLTP mungkin tidak seberat di SD karena di SLTP digunakan sistem guru mata pelajaran. Guru-guru mata pelajaran keterampilan yang ada kemungkinan besar dapat mengajarkan kurikulum muatan lokal yang berupa mata pelajaran keterampilan dan kerajinan. Demikian juga mata pelajaran muatan lokal yang berupa bahasa daerah, kesenian daerah, Bahasa Inggris, dan lain-lain yang dapat diajarkan oleh guru-guru mata pelajaran terkait yang ada.

Hal penting yang tidak boleh dilupakan ialah  tujuan pemberian kurikulum muatan lokal itu sendiri, yaitu untuk memberikan bekal kepada siswa, khususnya yang tidak akan melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, untuk dapat hidup di masyarakat. Ini berarti bahwa kurikulum muatan lokal harus benar-benar bermakna bagi kehidupan siswa di kemudian hari. 

3.           Kelengkapan peralatan dan sarana lainnya. Pelaksanaan kurikulum muatan lokal, terutama yang berupa mata pelajaran keterampilan, misalnya elektronik, otomatif, tata boga, tata busana, kerajinan mengukir, dan sebagainya perlu diperlengkapi dengan peralatan dan bahan baku. Dengan adanya keragaman keadaan dan kebutuhan daerah, maka ada kemungkinan juga terdapat keragaman yang sangat tinggi dalam jenis-jenis mata pelajaran muatan lokal yang diajarkan di sekolah. Dengan demikian maka perlu juga disediakan bermacam-macam peralatan dan sarana pendidikannya.

Untuk mencapai efisiensi sering kali keluwesan pengaturan jadwal pelajaran perlu dikembangkan, tanpa mengurangi alokasi jam-jam pelajaran.

4.       Sistem penilaian yang digunakan. Sistem penilaian yang digunakan untuk mengukur kemajuan dan hasil belajar siswa hendaknya disesuaikan dengan hakikat mata pelajaran yang bersangkutan. Dalam hal mata pelajaran muatan lokal yang berupa keterampilan, sistem penilaian yang digunakan hendaknya mencerminkan pengukuran dalam aspek penampilan (psikomotor), bukan kemampuan kognitif siswa. Sedangkan untuk mata pelajaran muatan lokal yang berupa kesenian daerah, di samping mengungkapkan aspek penampilan (psikomotor) juga harus mengukur aspek sikap (afektif).

4.           Dana untuk membiayai pelaksanaan kurikulum muatan lokal. Permasalahan ini berkaitan erat dengan semua permasalahan yang telah disebutkan di atas khususnya permasalahan tentang peralatan dan sarana lainya. Keterbatasan kemapuan keuangan pemerintah harus diimbangi upaya lainnya dalam rangka memobilisasikan semua sumber daya keuangan dan potensi yang ada di daerah yang bersangkutan.

 

BAB IV: SARAN  KEBIJAKAN

 

Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut di atas dapat dikemukakan beberapa saran kebijakan sebagai berikut:

  1. Untuk mengatasi permasalahan kemampuan teknis pengembangan kurikulum di daerah perlu dilakukan pelatihan dan bimbingan teknis bagi calon pengembang atau perekayasa kurikulum di daerah, yang terdiri atas guru senior, kepala sekolah, penilik/pengawas, dan pelaksana/staf di jajaran Depdikbud di daerah. Tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan kemandirian yang bertanggung jawab dalam penyusunan kurikulum muatan lokal, yang tepat guna tetapi dinamis. Program pelatihan antara lain mencakup: penumbuhan dan pemekaran kreativitas, survei dan pengumpulan data lokal untuk diteliti guna pengelolaan alternatif-altrnatif muatan lokal, analisis dan pemecahan masalah, mobilisasi potensi masyarakat, pengambilan keputusan dan evaluasi.
  1. Berkenaan dengan permasalahan kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum muatan lokal, perlu diusahakan upaya sejenis dengan permasalahan pertama di atas yaitu pelatihan atau penataran. Mengingat banyaknya guru yang perlu ditangani, maka perlu diusahakan suatu strategi penataran/pelatihan yang efektif dan efisien, misalnya dengan melatih sejumlah tertentu calon guru-guru inti/penatar yang nantinya akan menatar guru-guru lainya secara berantai. Selain itu, apabila keadaan memungkinkan bisa dimanfaatkan bantuan instruktur atau nara sumber yang diambil dari kalangan masyarakat atau dunia usaha dan dunia industri yang ada di daerah yang bersangkutan. Dalam bidang keterampilan, kerajinan dan seni, para pakar dan seniman lapangan dapat diminta untuk berperan serta untuk melatih para peserta didik dan memperkenalkan kebudayaan daerah dan nasional, bila perlu dengan didampingi dalam hal cara-cara mengajar yang lebih baik. Tujuan kurikulum muatan lokal yang mengarah kepada menjadikan peserta didik siap latih adalah memperkenalkan bidang-bidang pekerjaan yang terbuka, membuka wawasan peserta didik mengenai kemungkinan-kemungkinan yang lebih luas dalam pengembangan karir dan pengembangan kewirausahaan melalui pemberian informasi maupun latihan-latihan kerja yang elementer, sehingga mereka siap magang, apabila mereka memutuskan untuk masuk ke dalam dunia kerja, karena putus sekolah atau sebab-sebab lain.
  1. Permasalahan pengadaan peralalatan dan sarana maupun dana diatasi dengan jalan mengerahkan segala sumber daya yang ada di daerah yang bersangkutan, melalui kerja sama antar berbagai pihak yang terkait, yaitu Pemerintah Daerah, orangtua murid, dan masyarakat  (Dunia usaha/Industri, tokoh masyarakat, ulama, dan sebagainya). Dalam prakteknya apabila dipandang perlu, untuk suatu latihan kerja tertentu, pelaksanaannya dapat diselenggarakan dengan waktu yang terkonsentrasi, sehingga lebih efisien,  misalnya: latihan kerja di pabrik tempe/tahu, pembuatan bata/genteng, pembatikan, bengkel pandai besi, peternakan dan lain sebagainya. Peluang-peluang untuk program seperti ini, perlu dimusyawarahkan sejak dini dan secara teratur dengan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3), tokoh-tokoh masyarakat setempat melalui koordinasi Gubernur masing-masing propinsi untuk memperoleh dukungan daya dan dana, di samping untuk menetapkan muatan lokal yang hendak dimasukan ke dalam kurikulum. Semua peralatan pendukung sangat perlu disediakan secara lengkap sebelum diberlakukan Kurikulum 1994. Apabila tidak dilakukan, Pelaksanaanya akan mengalami kegagalan.

4       Mengenai sistem penilaian kemajuan dan hasil belajar siswa, permasalahan perlu diatasi dengan memilih system penilaian yang benar-benar mengukur kemampuan yang hendak dinilai sesuai dengan hakikat mata pelajaran muatan lokal yang bersangkutan. Sistem penilaian tersebut hendaknya dapat merangsang kemampuan bernalar, sikap perasaan (sikap) atau perilaku. Untuk itu guru-guru perlu ditatar atau dilatih untuk dapat melaksanakan sistem penilaian yang sesuai. Mengingat pentingnya kedudukan dan fungsi muatan lokal dalam kurikulum pendidikan dasar, maka penentuan jenis kurukulum muatan lokal yang akan dikembangkan dan diberlakukan di sekolah-sekolah pada suatu daerah tertentu, hendaknya diputuskan oleh suatu badan musyawarah atau badan pertimbangan pendidikan daerah, yang penjabarannya lebih lanjut menjadi mata pelajaran muatan lokal dilakukan oleh Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan berkonsultasi kepada badan tersebut. Badan ini terdiri atas unsur-unsur instansi terkait (Bappeda, Kanwil-Kanwil Departemen terkait), dunia usaha dan dunia industri, serta tokoh-tokoh masyarakat setempat, dan dikoordinasikan oleh ketua Bappeda. Dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, Badan ini bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional.

 

KEMBALI KE MENU SARAN PERTIMBANGAN

KEMBALI KE MENU UTAMA