PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT DAN SEKTOR SWASTA DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

 

KATA PENGANTAR

 

Memorandum pandangan (position paper) ini memuat uraian tentang berbagai bentuk peranserta masyarakat dan sektor swasta dalam penyelenggaraan pendidikan. Keikutsertaan masyarakat dan sektor swasta dalam penyelenggaraan pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung sangat penting artinya dalam mendukung dan menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Kemampuan masyarakat dan sektor swasta untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan pendidikan sangat potensial dan merupakan aset bangsa yang sangat besar, yang hingga saat sekarang belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu, upaya meningkatkan tujuan pendidikan nasional senantiasa perlu terus dilakukan dan dikaji agar lebih berdaya guna dan berhasil guna.

Pemikiran-pemikiran Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) yang tertuang dalam memorandum pandangan ini semoga bermanfaat bagi pembangunan pendidikan dan pengembangan kebudayaan.

 

UMUM

Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan.

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan melalui BAB XIII, Pasal 31 ayat (2), bahwa pendidikan yang dimaksud harus diusahakan dan diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai “satu sistem pengajaran nasional”. Sesuai dengan judul bab yang bersangkutan, yaitu PENDIDIKAN, pengertian “satu sistem pengajaran nasional” dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (selanjutnya disingkat UUSPN) diperluas menjadi “satu sistem pendidikan nasional”. Perluasan pengertian ini memungkinkan undang-undang ini tidak membatasi perhatian pada pengajaran saja melainkan juga memperhatikan unsur-unsur pendidikan yang berhubungan dengan pertumbuhan kepribadian manusia Indonesia yang bersama-sama merupakan perwujudan bangsa Indonesia, suatu bangsa yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memelihara budi pekerti kemanusiaan dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur sebagaimana dimaksud dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor: II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagaimana Pengamalan Pancasila di bidang pendidikan, maka pendidikan nasional mengusahakan pertama pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri, dan kedua, pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh yang mengandung makna terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.

Sistem pendidikan nasional adalah sekaligus alat dan tujuan yang amat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional serta dilaksanakan secara semesta, menyeluruh dan terpadu; semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara; menyeluruh dalam arti mencakup semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan; dan terpadu dalam arti adanya saling keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional.

Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah (UUSPN, pasal 25 ayat (1), butir 1 (penjelasan) dan karenanya masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional (UUSPN, BAB XIII, Pasal 47, ayat (1)).

Peranserta masyarakat secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelenggaraan pendidikan nasional dapat dilakukan oleh perorangan sebagai individu, keluarga, kelompok profesi, lembaga sosial, budaya dan keagamaan, serta sektor swasta yang meliputi dunia usaha dan industri yang merupakan perwujudan tanggung jawab serta hak masing-masing secara sendiri-sendiri maupun bersama dan berkedudukan serta diperlakukan dengan penggunaan ukuran yang sama (UUSPN, Penjelasan-UMUM, butir (h)).

Peranserta masyarakat yang bertujuan untuk menghimpun dan mendayagunakan pikiran-pikiran serta sumber daya pendidikan yang ada pada masyarakat secara bersama-sama dengan pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional, dapat berbentuk:

1.       Pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan yang dapat dilaksanakan pada semua jenis dan jenjang pendidikan, pada jalur pendidikan sekolah dan pada jalur pendidikan luar sekolah, termasuk pendidikan pra sekolah, serta tidak termasuk pendidikan kedinasan.

2.       Pemberian bantuan tenaga yang dapat berupa penyediaan tenaga kependidikan dan tenaga non-kependidikan, termasuk instruktur, fasilitator, tutor, ataupun narasumber untuk melaksanakan pendidikan keterampilan, kejuruan, pemberantasan tiga buta serta kurikulum muatan lokal.

3.       Pemberian bantuan dana yang dapat bersifat sumbangan wajib, sumbangan sukarela, pinjaman dan beasiswa bagi para peserta didik yang ekonomis tidak/kurang mampu dan/atau peserta didik yang berbakat.

4.       Pemberian bantuan sumber daya yang dapat berbentuk:

(a)   bantuan sarana dan prasarana pendidikan yang berupa: tanah, bangunan, perabot, peralatan, laboratorium/tempat praktek, perpustakaan, pusat sumber belajar.

(b)  bantuan buku dan bahan pelajaran yang diperlukan oleh guru dan peserta didik;

(c)   pemberian kesempatan kepada tenaga kependidikan dan atau peserta didik untuk kepentingan pelatihan, praktek, penelitian dan pengembangan maupun pemagangan dengan mempergunakan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh masyarakat dan/atau sektor swasta;

5.       Keikutsertaan masyarakat dalam penentuan kebijaksanaan Menteri berkenaan dengan sistem pendidikan nasional yang diselenggarakan melalui suatu Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat yang bertugas menyampaikan saran, nasihat, dan pemikiran lain sebagai bahan pertimbangan (UUSPN, BAB XIV, Pasal 48);

6.       Pemberian pemikiran dan saran penyelenggaraan pendidikan dalam pengembangan kurikulum nasional yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan;

7.       Penyampaian masukan balik mengenai produk pendidikan yang khususnya ditujukan untuk memberikan penilaian terhadap ketepatan kurikulum pendidikan dikaitkan dengan pembekalan pengetahuan dan keterampilan seseorang peserta didik setelah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu, yang diperlukan dalam jabatan dan atau pekerjaan tertentu; serta

8.       Pemberian bantuan dan keikutsertaan dalam kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu yang berupa melakukan kerja sama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan tertentu, dan atau memberikan kesempatan penggunaan fasilitas penelitian dan pengembangan yang dimilikinya kepada satuan pendidikan tertentu.

Dalam melaksanakan peranserta masyarakat tersebut, semua pihak perlu berusaha untuk menciptakan suasana lingkungan yang mendukung terwujudnya tujuan pendidikan nasional (UUSPN, Penjelasan), sedang untuk memperlancar peranserta masyarakat, pelaku-pelaku dapat mengadakan forum konsultasi, kerjasama dan koordinasi berdasarkan bentuk peranserta masyarakat di tingkat nasional atau daerah.

        Di samping itu, pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan baik yang disediakan oleh pemerintah maupun masyarakat perlu dipertahankan fungsi sosialnya, dan tidak mengarah pada usaha mencari keuntungan material (UUSPN, Penjelasan).

Syarat dan tata cara peranserta masyarakat perlu diatur dengan peraturan perundang-undangan tertentu, dan/atau oleh suatu bentuk kesepakatan bersama antara pemerintah, masyarakat dan sektor swasta, sehingga bentuk peranserta masyarakat tersebut dapat lebih terarah dan melembaga. Di samping itu, perlu diperhatikan, bahwa peranserta masyarakat tidak dibenarkan bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, peraturan perundang-undangan lain yang berlaku, dan kepentingan nasional.

Untuk mewujudkan kesungguhan implementasi masyarakat sebagai mitra pemerintah di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional perlu diciptakan suatu kondisi hubungan timbal-balik yang benar-benar mesra atas dasar kedudukan yang sama (equal status), serta dilandasi oleh jiwa pengabdian dan perolehan manfaat bersama (mutual benefit oriented).

 

ORIENTASI PERANSERTA MASYARAKAT DAN SEKTOR SWASTA DI LAPANGAN

Dari uraian singkat di atas dapat dilihat betapa luas dan banyak bentuk-bentuk dan arah peranserta masyarakat yang dapat diperani oleh masyarakat dan sektor swasta, serta siapa-siapa yang diharapkan dapat berperanserta dalam penyelenggaraan pendidikan.

Pengamatan sepintas di lapangan menunjukkan, bahwa walaupun peranserta masyarakat telah dilakukan, namun masih terdapat banyak bentuk-bentuk peranserta masyarakat yang belum sepenuhnya dijamah, yang disebabkan oleh kemungkinan:

(a)   kurang adanya informasi mengenai bidang-bidang yang bisa diperani oleh pelaku peranserta masyarakat;

(b)  kurang adanya informasi mengenai tata cara berperanserta;

(c)   belum adanya pelembagaan yang jelas di bidang ini; dan

(d)  adanya bidang-bidang yang kurang/tidak diminati, karena alasan-alasan tertentu. Di samping kemungkinan masih kurang disadarinya hak dan tanggung jawab sebagian dari masyarakat dan sektor swasta di dalam peranserta penyelenggaraan pendidikan, dan karenanya perlu diupayakan peningkatannya.

        Selain dari itu pelaksanaan peranserta masyarakat yang kini telah berjalan, masih terdapat pula masalah-masalah yang mmerlukan pembenahan demi lebih menjamin keberhasilannya, serta perlu diperhatikan azas keadilan dan pemerataannya.

1.     dalam pendirian dan penyelenggaraan pendidikan:

(a)     pada jenjang pendidikan prasekolah (Taman kanak-kanak) walaupun oleh UUSPN ditentukan bukan merupakan kewajiban atau keharusan, namun kiprah pihak swasta dalam melakukan penyelenggaraannya akan merupakan andil yang sangat berarti, khususnya jika dikaitkan dengan keterbatasan-keterbatasan sumber-sumber daya dan dana yang dimiliki negara/pemerintah kita.

(b)    Bila dilihat banyaknya warga belajar di jalur pendidikan luar sekolah yang amat mngharapkan “uluran tangan pihak-pihak kuat”. Kiranya dapat dipikirkan bentuk dan model penyelenggaraan pendidikan luar sekolah yang intinya berupa peranan aktif dunia usaha dan pihak swasta berpotensi akademik dan ekonomi kuat.

(c)     Pihak bank kiranya dapat mengambil peranan tinggi dalam membantu penyelenggaraan pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah. Kredit yang bisa diberikan kepada penyelenggara pendidikan luar sekolah yang berorientasi pada pembekalan mencari penghasilan, khususnya yang ditujukan kepada golongan ekonomi lemah, perlu dibuka lebar, dikaitkan dengan keterikatan dunia usaha dan industri dalam penampungan tenaga kerja yang dihasilkan oleh pendidikan luar sekolah yang bersangkutan.

(d)    Partisipasi masyarakat dan pihak swasta, baik perorangan maupun secara kelembagaan, perlu diantaranya memfokuskan diri kepada pembangunan wilayah-wilayah yang relatif masih terbelakang, termasuk wilayah pedesaan yang masih berstatus swadaya dan swakarya, dan di banyak daerah di wilayah Indonesia di Bagian Timur yang mulai ditingkatkan pembangunannya.

Keuntungan materi perlu sementara disingkirkan dari skema partisipasi ini. Benefit atau manfaat, baik manfaat ekonomi maupun manfaat sosial yang akan diperoleh dalam jangka relatif pendek bagi peserta didik ini, di kemudian hari akan mudah diarahkan untuk menarik pofit/keuntungan materi yang wajar bagi penyelenggaranya.

(e)     dalam konteks menghilangkan peluang terjadinya kesenjangan dan gejolak sosial, yang kini tengah tajam menjadi sorotan masyarakat kita, para golongan ekonomi kuat akan mempunyai banyak peluang memberikan andil melalui jalur pendidikan luar sekolah. Hal ini adalah sejalan dengan petuah Bapak presiden baru-baru ini yang disampaikan kepada para pengusaha golongan ekonomi kuat guna menerapkan “ajian”: Tuno satak, bathi sanak” (pepatah Jawa) yang artinya: “rugi benda, tetapi akan memperoleh keuntungan berupa banyak teman atau sahabat”.

2.     Dalam kegiatan perencanaan pendidikan, andil pihak swasta masih banyak yang dapat diperani, antara lain:

(a)      Dikembangkan profesi konsultan perencanaan pendidikan yang dapat dimanfaatkan oleh penyelenggara pendidikan, baik penyelenggara swasta maupun pemerintah, untuk keperluan perencanaan pendidikan yang berjangka panjang, menengah maupun tahunan.

(b)      Dihidupkan dan diaktifkan forum dan mekanisme umpan balik dari pihak swasta dan masyarakat luas dengan pemerintah bagi perbaikan dan penyesuaian perencanaan pendidikan.

(c)      Dikembangkannya asosiasi-asosiasi profesi di bidang upaya pendidikan meliputi aspek “perangkat lunak” dan “perangkat keras” dengan pembentukan forum-forum komunikasi dan koordinasi berjenjang dari tingkat propinsi, regional dan nasional.

(d)      Didayagunakannya secara optimal peranan, tugas, dan fungsi BPPN dalam kaitannya BPPN sebagai penghimpun dan pengolah aspirasi masyarakat, dan sebagai pemberi pertimbangan mengenai masalah pendidikan kepada pemerintah.

3.     Dalam penyusunan “perangkat lunak” berupa kurikulum muatan lokal dan pengisian aspek ko-kurikuler, pihak swasta mempunyai kebebasan yang relatif tinggi, khususnya bagi upaya menyambut kebutuhan nyata lingkungan.

Sementara seorang peserta didik berproses dalam pendidikan lingkungannya dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan, baik berupa perubahan struktur maupun proses. Oleh karenanya pendidikan kita yang secara kerangka dasar per definisi kurikulumnya ditentukan oleh UUSPN, isi kurikulum dan variasi bagi kurikulum muatan lokalnya dalam upaya mencapai tujuan pendidikan nasionalnya harus senantiasa dinamis dan antisipatif terhadap kecenderungan perkembangan masyarakat.

Dikaitkan antara potensi industri dan kebebasan penyusunan kurikulum bagi pendidikan luar sekolah yang relatif longgar, kiranya pihak swasta sektor industri berpeluang besar berpartisipasi melakukan penyusunan program studi dan melakukan operasi pendidikan internal yang relevan dengan jenis industrinya.

4.     Dalam bidang sarana dan prasarana pendidikan

Guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendidikan, pihak swasta yang berkecimpung dalam dunia industri, dapat berpartisipasi aktif berupa pengelompokan “asosiasi” industri perlengkapan pendidikan. Asosiasi ini bertujuan menghimpun industri dalam negeri yang profesional, khusus bagi perlengkapan pendidikan. Hal ini dirasa perlu, karena selama 20 tahun lebih Indonesia membangun, ketergantungan kita pada dunia industri luar negeri bagi keperluan pendidikan masih cukup besar. Produk peralatan pendidikan yang berasal dari luar negeri diragukan kesesuaiannya dengan tujuan pendidikan dan kemampuan ekonomi negara kita.

5.     Dalam proses pendidikan, kiranya amat luas peluang yang dimiliki oleh pihak swasta. Disamping pihak swasta dapat langsung menyelenggarakan pendidikan, yang sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh UUSPN, juga dapat langsung memberikan bantuan-bantuan kepada satuan-satuan pendidikan, misalnya berupa:

(a)   pemberian bantuan beasiswa bagi peserta didik;

(b)  pemberian bantuan perlengkapan pendidikan;

(c)   pemberian bantuan keuangan guna pelaksanaan pendidikan;

(d)  pemberian kesempatan untuk melakukan kerja praktek bagi para siswa pendidikan sekolah maupun bagi warga belajar pendidikan luar sekolah.

(e)   pemberian informasi perkembangan ilmu dan teknologi, baik sebagai produknya sendiri maupun yang bersifat adopsi inovasinya dari dunia luar.

Penyediaan dan pemberian bantuan tersebut di atas kiranya perlu diatur secara terkoordinasi, guna menjamin adanya keseimbangan dan mencegah pemanfaatannya hanya oleh sebagian golongan tertentu saja.

6.     Dalam upaya merintis dan memelopori pendidikan nasional supaya dapat memiliki ketahanan pendidikan yang tangguh, pendidikan yang mampu secara cepat melakukan adopsi inovasi ilmu dan teknologi dari dunia luar/internasional tanpa mengorbankan dasar afektifnya, peranan swasta sangat diperlukan. Pendidikan semacam ini bahkan yang juga mampu melakukan pemrosesan ilmu dan teknologi, sehingga dari padanya lahir “kebenaran-kebenaran ilmiah dan teknologi baru”, relatif mahal harganya. Namun manfaat balik yang diperoleh bagi pengguna produk ilmu dan teknologi baru, yang notabene adalah pihak swasta sendiri (pengusaha dan industri), juga akan tinggi. Pendidikan yang mampu melakukan manuver secara cepat, jitu dan terkendali, biasanya pendidikan yang diselenggarakan oleh pihak swasta, dan pada jenjang pendidikan tinggi. Ini antara  lain disebabkan karena ciri organisasi swasta yang tidak birokratik.

7.     Dalam bidang penelitian dan pengembangan

Perbaikan dan penyempurnaan mutu produk pendidikan bersumber pada kemampuan pendidikan menyampaikan pengetahuan dan informasi mutakhir kemajuan ilmu dan teknologi. Untuk memungkinkan pendidikan menghayati materi yang akan diteruskan kepada peserta didik yang diasuhnya, (terutama bagi pengajar yang berkecimpung di perguruan tinggi), maka mereka dituntut keterlibatannya secara langsung dalam kegiatan membina, menggali dan memajukan ilmu dan teknologi. Guna mencapai tingkat penghayatan semacam ini mutlak diperlukan terjun secara nyata dan aktif melaukan sendiri kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi.

Sebagaimana kebanyakan negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, program penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi ini belum mengalami perkembangan sebagaimana diharapkan. Banyak faktor yang menyebabkan kelambanan dalam perkembangannya, antara lain: (1) sistem pendidikan di perguruan tinggi yang belum mampu menciptakan lulusan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian; (2) sistem bimbingan yang diterapkan di perguruan tinggi belum memungkinkan lahirnya peneliti-peneliti yang berpengalaman, yang dapat diandalkan untuk melakukan penelitian; (3) sarana dan prasarana yang ada di perguruan tinggi belum menunjang, seperti laboratorium, perpustakaan dan sejenis, yang belum dapat menunjang perkembangan minat para peneliti, yang justru diharapkan lahir melalui program Tridharma Perguruan Tinggi; (4) biaya penelitian yang relatif sangat kecil, yang terpaksa masih harus dibagi merata kepada semua peneliti; dan (5) kerja sama antar lembaga-lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan sektor swasta dan industri, yang masih perlu dirintis dan dicari bentuknya.

Kelemahan-kelemahan di atas tidak memungkinkan kita untuk melakukan penelitian dan pengembangan sendiri, yang berakibat kita harus menggunakan tenaga peneliti dari luar negeri dengan biaya yang relatif mahal dan belum tentu menjamin hasilnya lebih baik; pengujian berbagai hasil teknologi di luar negeri dengan biaya yang sangat tinggi dan yang mengakibatkan ketergantungan kita pada produk-produk ilmu pengetahuan bentuk teknologi dari negara lain. Ketergantungan ini dengan sendirinya merupakan kendala yang terbesar untuk tinggal landas, dimana perubahan-perubahan negatif yang terjadi di negara lain akan langsung berpengaruh secara negatif pula terhadap perkembangan industri di negara kita.

Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan peranserta masyarakat dan sektor swasta perlu kiranya diperhatikan kemungkinan keterlibatan dunia swasta atau industri yang secara langsung dapat menopang program penelitian dan pengembangan. Kerja sama antar berbagai lembaga penelitian dengan sektor swasta dan industri, ini sangat penting. Sektor swasta dan industri dapat menyediakan fasilitas dan dana yang diperlukan, sedangkan lembaga penelitian seperti perguruan tinggi menyediakan tenaga-tenaga peneliti yang baik.

Model interaksi semacam ini apabila diterapkan, niscaya akan menghasilkan tenaga-tenaga peneliti yang baik dan berpengalaman serta sekaligus dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat diperlukan untuk memacu laju pembangunan industri nasional.

Bentuk-bentuk peranserta masyarakat yang pada dewasa ini telah dilaksanakan, sebagian besar bersifat insidental dan belum terencana secara terpadu. Karenanya guna meningkatkan partisipasi peranserta masyarakat dan sektor swasta dalam penyelenggaraan pendidikan, serta guna menjamin pembinaan dan pengendaliannya yang lebih efektif, efisien, terpadu dan berencana, kiranya perlu dikembangkan suatu sistem secara lebih terstruktur, efektif, bermakna, berkesinambungan dan yang berdampak luas terhadap keberhasilan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Selain daripada itu, perlu diketengahkan di sini akan pentingnya pendidikan keluarga, yang walaupun penyelenggaraannya merupakan kemandirian masing-masing keluarga, namun pada hakikatnya upaya tersebut merupakan pula bentuk tersebdiri peranserta masyarakat. Pendidikan keluarga tersebut, karena berbagai kesibukan para orang tua, dewasa ini berangsur-angsur terabaikan, dan banyak orang tua yang beranggapan telah terpenuhi dengan cukup memasukkan anak-anaknya di sekolah-sekolah.

 

KESIMPULAN

Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan.

Pada dasarnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah, dan karenanya masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan pendidikan.

Peranserta masyarakat terdiri atas berbagai bentuk, dan bertujuan untuk menghimpun dan mendayagunakan sumbang pikir dan sumber daya pendidikan yang ada pada masyarakat secara bersama-sama dengan pemerintah guna pencapaian tujuan pendidikan nasional. Pengadaan dan pendayagunaan sumber daya pendidikan baik yang disediakan oleh pemerintah maupun masyarakat tersebut perlu dipertahankan fungsi sosialnya, dan tidak mengarah pada usaha mencari keuntungan material. Model organisasi, prosedur dan mekanisme keterlibatan secara aktif dan bertujuan semua kekuatan yang ada di dalam masyarakat termasuk dunia industri perlu dikaji dan dikembangkan lebih lanjut.

Untuk mewujudkan kesungguhan implementasi masyarakat sebagai mitra pemerintah di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional perlu diciptakan suatu kondisi timbal balik yang benar-benar mesra, atas dasar kedudukan yang sama (equal status), serta dilandasi oleh jiwa pengabdian dan perolehan manfaat bersama (mutual benefit oriented).

Pengamatan sepintas menunjukkan, bahwa berbagai bentuk peran serta masyarakat telah dilakukan, namun masih banyak terdapat pula bentuk-bentuk lainnya yang belum dijamah, yang kemungkinan besar dikarenakan antara lain: (1) kurang adanya informasi mengenai berbagai bentuk yang bisa diperani; (2) kurang adanya informasi mengenai tata cara untuk berpartisipasi; (3) belum adanya pelembagaan yang jelas; (4) adanya bentuk-bentuk yang tidak diminati, di samping kemungkinan adanya kurang kesadaran akan hak dan tanggung jawab sebagian dari masyarakat dari pihak swasta.

Keadaan ini menuntut optimasi dalam pengupayaannya dengan memperluas penyampaian informasi-informasi yang diperlukan serta diselenggarakannya forum-forum komunikasi pemerintah dan masyarakat, di samping perlunya segera diatur syarat dan tata cara peranserta masyarakat yang dapat berbentuk peraturan perundang-undangan tertentu, dan/atau suatu kesepakatan bersama antara pemerintah masyarakat dan sektor swasta.

Guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas peranserta masyarakat dan sektor swasta dalam penyelenggaraan pendidikan, serta guna menjamin pembinaan dan pengendaliannya yang lebih terpadu dan berencana, perlu dikembangkan suatu sistem secara lebih terstruktur, efektif, bermakna, berkesinambungan dan yang berdampak luas terhadap keberhasilan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Pendidikan keluarga, yang penyelenggaraannya merupakan kemandirian masing-masing keluarga yang bersangkutan, pada hakikatnya merupakan pula bentuk tersendiri dari peranserta masyarakat, yang perlu tetap dimintakan perhatian akan pentingnya upaya tersebut bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional, karena upaya tersebut berangsur-angsur mulai terabaikan, dan dianggap telah terpenuhi dengan cukup menyekolahkan anak-anak dari keluarga yang bersangkutan.

 

KEMBALI KE MENU SARAN PERTIMBANGAN

KEMBALI KE MENU UTAMA