BAB I: PENDAHULUAN
Sejak proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia telah bertekad untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sejalan dengan tekad itu, Indonesia telah membuka diri untuk
ikut serta memasuki era globalisasi. Hal ini ditandai antara lain dengan adanya usaha-usaha
mempersiapkan diri menuju perdagangan bebas seperti APEC, AFTA, dan sebagainya.
Perkembangan ke arah pergaulan dunia yang bebas dan terbuka kini mulai bergulir di semua
bidang kehidupan, tidak terkecuali bidang pendidikan. Berbagai sekolah internasional telah
berkembang pesat sejalan dengan tuntutan pasar dan kebutuhan masyarakat, termasuk masyarakat
internasional di Indonesia. Perkembangan ini sulit untuk dibendung karena kehendak yang kuat
dari masyarakat dan pasar di satu pihak serta dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di
pihak lain.
Yang dimaksud sekolah internasional dalam saran pertimbangan ini adalah sekolah asing maupun
nasional yang didirikan dan diselenggarakan oleh suatu yayasan yang dibentuk berdasarkan
peraturan perundang-undangan Indonesia yang mutunya diakui oleh dunia internasional. Dengan
definisi seperti ini, maka sekolah internasional merupakan sekolah yang bermutu internasional
yang penyelenggaraannya didukung sarana dan fasilitas yang diperlukan.
Perkembangan sekolah internasional di Indonesia di samping merupakan akibat kehendak yang kuat
dari masyarakat juga merupakan akibat dari perluasan hubungan diplomatik dengan negara-negara
sahabat dan bertambahnya investasi asing di Indonesia.
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah mendorong
sebagian orang tua yang menyekolahkan anaknya di luar negeri untuk menarik pulang dan
memindahkannya pada sekolah internasional di Indonesia. Keadaan ini menambah lajunya
perkembangan sekolah internasional di Indonesia.
Namun demikian, kehadiran sekolah internasional di Indonesia selama ini belum dapat
didayagunakan secara optimal untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional. Hanya sebagian
kecil saja anak-anak Indonesia yang dapat memanfaatkan kehadiran sekolah internasional
tersebut. Untuk itu diperlukan usaha-usaha untuk mengembangkan dan mendayagunakan sekolah
internasional di Indonesia.
Sementara itu, peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang mengatur tentang
pengelolaan dan penyelenggaraan sekolah internasional ternyata kurang mengantisipasi
perkembangan sekolah tersebut. Akibatnya banyak ketentuan yang berlaku terkesan bertentangan
dengan prinsip keterbukaan dan kebebasan yang menjadi tekad bangsa. Sebagai contoh sederhana
adalah ketentuan yang melarang penggunaan Bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya sebagai
bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar di sekolah. Contoh lain adanya larangan warga
negara Indonesia untuk bersekolah di sekolah internasional (sekolah asing). Kenyataan ini
mengundang reaksi, pertanyaan, komentar bahkan tuntutan dari berbagai kalangan masyarakat
agar pemerintah segera melakukan langkah-langkah antisipatif dalam menyongsong era
globalisasi yang sudah mulai bergulir dalam kaitannya dengan pengembangan sekolah
internasional.
Perkembangan sekolah internasional yang pesat sebagai tuntutan riil masyarakat di satu pihak
dan lemahnya antisipasi pemerintah dalam mengatur sekolah tersebut di pihak lain telah
mendorong Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) untuk mengkaji lebih mendalam
permasalahan ini dan berupaya untuk memberikan Saran Pertimbangan tentang Pengembangan dan
Pendayagunaan Sekolah Internasional di Indonesia.
BAB II: PERMASALAHAN
Berbicara tentang sekolah internasional berarti membahas tentang mutu, biaya penyelenggaraan,
kesempatan untuk memperoleh pendidikan, dan peluang bagi lulusan sekolah tersebut untuk
menempuh studi lanjut. Pembicaraan mengenai mutu pendidikan didalamnya terkandung masukan,
yaitu siswa yang diterima di sekolah internasional tersebut; proses, yang meliputi kurikulum,
kegiatan belajar mengajar, penyediaan prasarana dan fasilitas pendidikan, serta evaluasi atau
penilaian pendidikan; keluaran, yang meliputi prestasi lulusan dan peluang melanjutkan studi
ke jenjang yang lebih tinggi. Mengingat sekolah yang dibahas berkelas internasional, maka
sudah barang tentu mengkaji aspek-aspek yang menggambarkan corak keinternasionalannya.
Kemudian disinggung juga berapa biaya yang harus ditanggung oleh orang tua dalam
menyekolahkan anaknya, bagaimana gaji atau penghasilan guru, dan fasilitas yang dapat
dinikmati siswa. Pembicaraan mengenai sekolah internasional juga menyangkut siapa saja yang
mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah tersebut, serta peluang para
lulusannya untuk menempuh studi lanjut.
Memperhatikan begitu luasnya aspek-aspek tentang sekolah internasional, maka dalam mengkaji
sekolah tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perkembangan sekolah internasional dibelantara pendidikan Indonesia serta
bagaimanakah pemerintah mengantisipasi serta mengatur perkembangan sekolah
internasional tersebut?
2. Bagaimanakah kebijaksanaan yang perlu dilakukan dalam menghadapi era globalisasi yang
diwujudkan oleh semangat bersaing sekaligus semangat bekerja sama?
3. Bagaimanakah model sekolah internasional yang dianggap cocok dan layak didorong untuk
berkembang, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam rangka
pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas internasional?
4. Bagaimanakah cara mendayagunakan sekolah internasional agar dapat memberikan manfaat yang
seluas-luasnya bagi pengembangan sistem pendidikan nasional?
5. Bagaimanakah mengupayakan agar bumi Indonesia dapat menjadi salah satu lahan pendidikan
berkualitas internasional, setidak-tidaknya untuk kawasan Asia Tenggara, dan dapat
memberikan keuntungan akademis dan/atau ekonomis bagi bangsa Indonesia?
BAB III: PEMBAHASAN MASALAH
A. Paradigma baru sekolah internasional
Selama ini pengembangan sekolah internasional di Indonesia masih menggunakan paradigma lama.
Hal ini terlihat antara lain dengan pendefinisian dan pengklasifikasian sekolah internasional
yang semata-mata hanya terdiri dari sekolah asing. Padahal sebenarnya sekolah nasional pun
dapat menjadi sekolah internasional sepanjang mutunya diakui secara internasional.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000 sekolah internasional tetap
menjadi kewenangan pemerintah pusat. Ketentuan ini didasarkan pada persepsi bahwa sekolah
internasional semata-mata terdiri atas sekolah asing. Ketentuan ini sementara tidak akan
menimbulkan permasalahan dalam rangka otonomi daerah sebab pendidikan asing berkaitan dengan
perwakilan diplomatik negara asing. Tetapi manakala paradigma baru digunakan nantinya,
ketentuan ini dapat menimbulkan masalah karena pengertian sekolah internasional di samping
terdiri atas sekolah asing bisa juga terdiri atas sekolah nasional yang pada kenyataannya
memang sudah terjadi.
Menteri Pendidikan Nasional memberikan penjelasan bahwa pendidikan asing di Indonesia
diperlukan sebagai konsekuensi hubungan Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Keberadaan
sekolah asing perlu diupayakan agar memberikan manfaat timbal balik bagi expatriate maupun
Indonesia yang ditempati agar memberi citra baik bagi dunia internasional, khususnya
kalangan investor. Oleh karena itu, untuk mendorong kalangan investor asing agar menanamkan
modal di Indonesia dilakukan penyederhanaan pelayanan dalam mengurus izin pendirian sekolah.
Perkembangan sekolah asing dan sekolah internasional terus dimonitor agar tetap berjalan
sesuai dengan fungsinya.
Dalam pengertian hanya terdiri atas sekolah asing, dewasa ini terdapat sekitar 42 sekolah
internasional di seluruh Indonesia, di antaranya terdapat sekitar 14 sekolah internasional di
Jakarta. Dari aspek hukum yang berlaku sekarang sekolah internasional diperuntukkan bagi
orang asing yang karena sebab tertentu berada di Indonesia. Oleh sebab itu, kurikulum yang
dipergunakan adalah kurikulum asing sesuai negara yang menyelenggarakan. Bahasa pengantar
adalah bahasa asing, dan guru yang mengajar adalah guru asing dan bilamana diperlukan
ditambah guru Indonesia. Guru Indonesia dipekerjakan karena sekolah tersebut wajib
mengajarkan materi pengenalan budaya Indonesia seperti Bahasa Indonesia dan budaya lokal
seperti kesenian.
Mengenai pendidikan asing dan sekolah internasional lebih jauh oleh Menteri Pendidikan
Nasional dijelaskan sebagai berikut:
1. Sekolah Perwakilan Diplomatik adalah sekolah asing yang didirikan dan diselenggarakan
bersama oleh suatu Perwakilan Diplomatik Negara Asing di Indonesia untuk keperluan
pendidikan dan pengajaran terutama bagi anak-anak warga negara asing anggota perwakilan
diplomatik/konsuler dari negara asing yang bersangkutan.
2. Sekolah Gabungan Perwakilan Diplomatik, adalah sekolah asing yang didirikan dan
diselenggarakan oleh beberapa perwakilan diplomatik negara asing di Indonesia untuk
keperluan pendidikan dan pengajaran, terutama bagi anak-anak warga negara asing anggota
perwakilan diplomatik/konsuler dari negara-negara asing yang bersangkutan.
3. Sekolah Internasional adalah sekolah asing yang didirikan dan diselenggarakan oleh suatu
yayasan yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia untuk
keperluan pendidikan dan pengajaran terutama bagi anak-anak warga negara asing bukan
anggota perwakilan diplomatik/konsuler sesuatu negara lain di Indonesia yang berada
langsung di bawah pengawasan Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini Departemen
Pendidikan Nasional.
Dari aspek hukum terdapat PP Pengganti Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1960 tentang Pengawasan
Pendidikan dan Pengajaran Asing, yang menurut Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1961 tentang
Penetapan Semua UU Darurat dan Semua PP Pengganti UU yang sudah ada sebelum tanggal 1 Januari
1961 menjadi Undang-Undang. Selanjutnya dalam UU Nomor 48 Tahun 1960 diatur beberapa
ketentuan sebagai berikut bahwa:
1. Sekolah asing ialah sekolah swasta yang menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar
dan/atau menggunakan rencana pelajaran asing, sebagaimana diatur dalam Bab I Pasal 1
ayat (1) butir b.
2. Sekolah swasta yang seperdua dari jumlah pengajarnya atau lebih terdiri atas orang asing,
dianggap dan diperlakukan sebagai sekolah asing, sebagaimana diatur dalam Bab I Pasal
2.
3. Izin untuk mendirikan sekolah asing baru tidak diadakan, kecuali dalam hal luar biasa yang
ditentukan oleh Menteri, sebagaimana diatur dalam Bab III Pasal 3 ayat (3).
4. Sekolah asing pada azasnya diselenggarakan semata-mata bagi orang asing, sebagaimana
diatur dalam Bab III Pasal 6 ayat (1).
5. Sekolah asing diwajibkan membuktikan dengan keterangan-keterangan yang sah bahwa
murid-muridnya berkewarganegaraan asing, sebagaimana diatur dalam Bab III Pasal 7 ayat
(1).
Dari pernyataan hukum Pasal 6 ayat (1) yang berbunyi "Sekolah asing pada azasnya
diselenggarakan semata-mata bagi orang asing" dan Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi
"Sekolah asing diwajibkan membuktikan dengan keterangan-keterangan yang sah bahwa
murid-muridnya berkewarganegaraan asing", dapat disimpulkan bahwa Warga Negara Indonesia
(WNI) tidak diperbolehkan mengikuti pendidikan pada sekolah asing di Indonesia.
Penjelasan Menteri Pendidikan Nasional di atas berikut aspek hukumnya sejalan dalam
pengertian terbatas bahwa sekolah internasional hanya terdiri atas sekolah-sekolah yang
diselenggarakan oleh kedutaan besar asing. Misalnya sekolah internasional Inggris, adalah
sekolah yang digunakan untuk melayani anak-anak pegawai kedutaan dan anak-anak orang Inggris
yang tinggal sementara di Indonesia. Dalam konteks ini bahasa, kurikulum, kegiatan belajar
mengajar, dan sebagainya, semua memakai standar sekolah di Inggris pada umumnya. Dengan
demikian, dalam paradigma lama ini sekolah internasional tidak lebih dari sekedar "sekolah
asing" yang beroperasi di Indonesia; sebagaimana sekolah Indonesia yang "dibawa" ke Jepang,
Sekolah Republik Indonesia Tokyo (SRIT) misalnya, yang oleh masyarakat Jepang juga disebut
sebagai sekolah internasional.
Kenyataan di atas sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat
sebagaimana telah diuraikan pada Bab terdahulu. Paradigma lama tersebut sudah waktunya
ditinggalkan dan dikembangkan paradigma baru yang lebih realistik dan sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman. Dalam paradigma baru ini sekolah internasional tidak lagi hanya terdiri
atas sekolah asing, yang diselenggarakan oleh kedutaan negara-negara sahabat, tetapi juga
terdiri atas sekolah asing yang diselenggarakan oleh lembaga swasta asing yang berdomisili di
Indonesia maupun sekolah nasional yang dikembangkan dengan standar atau kriteria
internasional.
Pengertian sekolah internasional menurut paradigma baru antara lain menyangkut beberapa aspek
sebagai berikut:
1. Aspek mutu, yaitu sekolah yang mutunya diakui oleh dunia internasional (misal SMU
Internasional Global Jaya di Jakarta).
2. Aspek jaringan, yaitu sekolah yang memiliki jaringan internasional (misal SMU Al Azhar,
Jalan Sisingamangaraja, Jakarta).
3. Aspek pelayanan tenaga kerja asing, yaitu sekolah untuk melayani anak-anak pegawai asing
(misal Jakarta Japanese School).
4. Aspek pengembangan model, yaitu sekolah yang mengembangkan model sekolah tertentu (misal
Gandhi Memorial School di Jakarta).
5. Aspek persiapan studi lanjut, yaitu sekolah yang mempersiapkan anak-anak Indonesia untuk
belajar di luar negeri (misal International School di Denpasar).
6. Aspek kekhasan kurikulum, yaitu sekolah yang mengembangkan kurikulum yang spesifik dan
diakui secara internasional (misal Montessory School di Jakarta).
7. Aspek heterogenitas siswa, yaitu sekolah yang siswanya berasal dari Indonesia dan
negara-negara asing sekaligus (misal Jakarta International School).
Dengan memakai paradigma baru tersebut, maka nantinya sekolah internasional tidak hanya
diikuti oleh anak-anak asing, akan tetapi juga oleh anak-anak Indonesia. Dengan demikian,
kehadiran sekolah internasional di Indonesia dapat dikembangkan dan didayagunakan secara
lebih optimal.
B. Kondisi Nyata Perkembangan Sekolah Internasional
Apabila dirunut ada banyak faktor yang menyebabkan munculnya berbagai sekolah internasional
di Indonesia.
Adapun faktor-faktor yang dimaksud antara lain sebagai berikut:
1. Adanya tuntutan kemajuan menghendaki dikembangkannya sekolah-sekolah yang berkelas dunia.
2. Banyaknya orang tua yang tidak puas dengan pelayanan kebanyakan sekolah yang dianggap
konvensional.
3. Munculnya sekolah-sekolah di Indonesia yang melakukan kerja sama instruksional dengan
sekolah-sekolah di luar negeri.
4. Banyaknya yayasan yang ingin menawarkan model-model sekolah tertentu dari manca negara.
5. Banyaknya perguruan tinggi di luar negeri, khususnya Australia, yang ingin menarik
mahasiswa baru dari Indonesia, sementara para kandidat belum siap sehingga perlu
dilakukan pendasaran atau matrikulasi.
6. Banyaknya anak-anak karyawan asing pada industri/perusahaan (besar/internasional) di
Indonesia yang perlu dilayani kebutuhan pendidikannya.
7. Banyaknya anak-anak Indonesia yang berminat dan berpotensi mengikuti pendidikan di luar
negeri, tetapi karena berbagai kendala akhirnya tidak bisa mengikuti pendidikan di luar
negeri tersebut.
Berdirinya sekolah-sekolah internasional memberikan nilai positif dan sekaligus nilai negatif
dalam perkembangan pendidikan nasional di Indonesia. Adapun nilai positif yang dimaksud
adalah: (1) Sekolah internasional umumnya berkualitas baik, setidaknya lebih baik daripada
mutu sekolah-sekolah di Indonesia pada umumnya. Hal ini dapat merangsang sekolah-sekolah
nasional untuk meningkatkan mutu; (2) Sekolah internasional memberikan komparasi yang
berskala dunia (international comparison), dan hal
ini akan menambah wawasan siswa, guru, orang tua dan praktisi pendidikan pada umumnya;
(3) Sekolah internasional dapat memudahkan anak-anak Indonesia belajar di manca negara; dan
(4) Sekolah internasional dapat menjadi lahan baru bagi anak Indonesia untuk belajar dan
mengembangkan kemampuannya. Di samping itu, sekolah internasional memungkinkan anak Indonesia
mendapat beasiswa bagi yang berprestasi, tetapi secara ekonomi kurang beruntung.
Sementara itu, nilai negatif yang dimaksud adalah: (1) Sekolah internasional dapat
menimbulkan "kecemburuan akademik" bagi siswa-siswa di sekolah biasa; (2) Selama ini, sekolah
internasional cenderung hanya dapat dinikmati oleh anak-anak pejabat dan anak-anak dari
golongan the have, sedangkan anak-anak orang biasa
tidak dapat menikmatinya; (3) Dikhawatirkan memperlebar kesenjangan sekolah nasional.
Hal yang menarik untuk disimak bahwa pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional
sudah mulai mengubah kebijaksanaannya dengan mengizinkan sekolah asing untuk menerima atau
menampung putra bangsa maksimal 20 persen dari jumlah siswa yang ada. Sementara ini hanya
dibolehkan menerima SLTP Kelas I ke atas. Kini terdapat 6 sekolah asing yang telah
menandatangani semacam Nota Kesepahaman (Memorandum of
Understanding/MoU). Perubahan ini dapat dipahami dan arah kebijaksanaannya sudah benar
tetapi belum dianggap cukup memadai dalam rangka menyongsong era globalisasi.
Dari dialog dan kunjungan BPPN ke beberapa sekolah internasional terdapat perkembangan baru
dengan munculnya sekolah internasional yang didirikan oleh yayasan atau apapun namanya
sebagai milik swasta nasional atau asing seperti Gandhi
Memorial School (GMS) dan Jakarta Japanese School
(JJS). Jenis sekolah ini bermunculan di beberapa kota besar seperti Bandung, Surabaya,
Medan, dan Denpasar. Pada dasarnya pengelolaan dan penyelenggaraan sekolah internasional
tersebut sama dengan sekolah asing lainnya tetapi satu dan lain sekolah dibedakan pada
orientasi saat sekolah tersebut dibangun. Ada yang berorientasi pada sistem yang berlaku di
negaranya seperti JJS, ada juga yang berorientasi pada dunia internasional seperti
Gandhi Memorial International School (GMIS). GMIS
berafiliasi dan memperoleh akreditasi dari The
International Baccalaureate Diploma, Geneva, Switzerland; University of Cambridge Local
Examinations Syndicate (IGCSE, O & A Level Examinations); Board of Secondary Education Indian
Schools, Indonesia; University of London Examination & Assessment Council; Australian Music
Examinations Board; Association of Indian Universities, New Delhi; University of Bombay;
dan University of Madras. Pelajaran bahasa yang
diberikan di GMIS ada 5 macam bahasa yaitu bahasa Inggris sebagai bahasa pertama; dan
pelajaran bahasa lainnya yang meliputi bahasa Indonesia, Perancis, India, dan Cina. Penilaian
ini bermakna sangat tinggi dan bergengsi karena lulusan SMU yang berhasil dapat dengan mudah
masuk ke universitas berkelas dunia seperti Harvard
University, Massachusetts Institute of Technology (MIT), Oxford University, dan lainnya.
Gandhi Institute of Business and Technology (GIBT),
Ancol, yang dibuka mulai tahun 2000 menyelenggarakan program pendidikan Tahun Persiapan
(Foundation Year) dan S1 dari
Northern Consortium, Inggris.
Northern Consortium merupakan perhimpunan dari 12
Universitas di Inggris, yaitu University of Bradford,
University of Huddersfied, Leeds Metropolitan University, University of Leeds, Liverpool John
Moores University, University of Liverpool, Manchester Metropolitan University, University of
Manchester, UMIST, University of Salford, Sheffield Hallam University, University of
Sheffield. Pada tahun persiapan semua mahasiswa diwajibkan mengambil empat modul, tiga
modul lainnya dapat dipilih dari tujuh modul yang tersedia dalam daftar pilihan. Untuk setiap
modul diadakan ujian di akhir tahun.
Yang menjadi permasalahan sekarang ini adalah belum banyaknya putra bangsa yang berkesempatan
memperoleh pendidikan jenis sekolah tersebut. Kesulitan utama yang dihadapi putra bangsa
adalah faktor bahasa dan faktor biaya pendidikan yang tinggi. Pernyataan ini merupakan
pengakuan dari beberapa pimpinan dan kepala sekolah tersebut, dan kenyataan itu benar
adanya.
Kesulitan ini berawal dari sistem pendidikan nasional kita yang membatasi penggunaan Bahasa
Inggris dan bahasa asing lainnya sebagai bahasa pengantar. Ketentuan ini perlu mendapat
perhatian yang serius, karena sesuai dengan tekad bangsa Indonesia sebagaimana telah
dikemukakan pada bab pendahuluan, para pendiri bangsa terdahulu telah melihat jauh ke depan
bahwa bangsa Indonesia harus mampu berperan aktif dalam kancah pergaulan dunia. Oleh sebab
itu, ketentuan dan kebijaksanaan yang tidak mendukung bahkan menghambat tekad di atas harus
segera dihapuskan.
Perkembangan lebih lanjut mengenai sekolah internasional, kini mulai tumbuh sekolah-sekolah
nasional yang berkelas dunia. Sekolah-sekolah nasional yang berkelas dunia ini menggunakan
kurikulum nasional ditambah dengan kurikulum lain yang diakui dan berstandar internasional,
menggunakan dua bahasa pengantar Indonesia dan Inggris, diajar oleh guru Indonesia dan guru
asing dalam persentase yang bervariasi serta menggunakan sistem penilaian nasional dan
internasional sekaligus. Dalam kasus ini GMS adalah salah satu contoh, di mana lulusan SMU
diberikan ijazah nasional (Indonesia), sertifikat internasional, dan sertifikat negara acuan
(India).
Menurut pengalaman, tingginya biaya di sekolah internasional sangat sulit dihindari. Uang
pangkal atau uang pembangunan yang dipungut saat masuk sekolah mencapai 10 juta rupiah sampai
dengan 20 juta rupiah, dan uang sekolah perbulan 1 juta rupiah sampai dengan 2 juta rupiah.
Hal ini disebabkan fasilitas pendidikan yang lengkap, seperti ketersediaan berbagai
laboratorium IPA, Fisika, Bahasa, komputer, dan sarana olahraga dari berbagai cabang, serta
peralatan musik dan kesenian lainnya. Fasilitas antar jemput juga disediakan.
Selain dari itu, dan yang paling utama adalah ketersediaan tenaga pengajar yang berkualitas
internasional karena direkrut melalui seleksi yang ketat. Sekolah Global Jaya misalnya,
merekrut guru expatriate melalui jasa
Head Hunter di Australia yang khusus menangani
tenaga kerja bidang pendidikan. Gaji atau penghasilan yang diterima oleh para guru cukup
memadai. Dari dialog dengan pimpinan dan kepala sekolah diperoleh data bahwa Sekolah Global
Jaya membayar guru expatriate antara 2.000 sampai
dengan 3.500 dolar AS berikut fasilitas lainnya. Sementara itu, JJS membayar gaji guru Jepang
dimulai dari 200.000 yen. Besar kecilnya gaji tergantung pada pengalaman atau senioritas.
Mereka juga mendapat fasilitas perumahan. GMS membayar gaji guru mulai dari 650 sampai dengan
2.400 dolar AS. Untuk guru lokal diberikan gaji yang berbeda.
Ditinjau dari proses belajar mengajarnya antara sekolah internasional dengan sekolah nasional
pada dasarnya tidak jauh berbeda. Bila ada perbedaan, perbedaan tersebut terletak pada
ketersediaan prasarana dan fasilitas pendidikannya; di samping juga terjalinnya keakraban
hubungan siswa dengan guru dengan tetap mengindahkan disiplin etika. Dengan input
instrumental yang lengkap dan didukung para guru yang berkualitas dan profesional, maka
proses belajar mengajar menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi siswa, mereka menjadi gemar
belajar. Dalam situasi belajar yang demikian maka konsep siswa belajar aktif
(active learning process) dapat dilaksanakan dan
dikembangkan.
Berdasarkan uraian di atas, hal yang perlu mendapat perhatian serius oleh para pembuat
keputusan adalah pertama, bagaimana menciptakan peluang agar putra bangsa dapat mengenyam
pendidikan jenis ini. Kedua, bagaimana mengatur dan mengelola sistem pendidikan nasional agar
mutunya menyamai sekolah internasional. Kehidupan dalam pergaulan global sulit dibendung
lagi. Untuk ke depan Indonesia harus membuka diri dalam dunia pendidikan. Investasi barang
dan jasa di sektor ekonomi dan perbankan sudah lama hadir di bumi pertiwi, kini giliran
investasi jasa pendidikan harus dibuka dan diberi peluang yang sama. Untuk itu, perlu
ditemukan alternatif atau model investasi jasa pendidikan yang saling menguntungkan,
sehingga diharapkan putra bangsa mendapat kesempatan dan peluang yang lebih luas lagi di
dalam mengembangkan dirinya agar mampu bersaing dan bekerja sama.
C. Arah Kebijaksanaan Pengembangan Sekolah Internasional
Sekarang ini sudah tiba saatnya paradigma membangun manusia seutuhnya tidak hanya membentuk
manusia Indonesia yang berjiwa kebangsaan, tetapi seiring dengan itu juga membentuk manusia
Indonesia yang berwawasan internasional, yaitu di dalam jiwanya terkandung semangat mengabdi
pada nusa dan bangsa dimanapun ia berada, dan dalam bentuk dan nuansa apapun dia berkiprah.
Untuk itu, arah kebijaksanaan dalam pengembangan sistem pendidikan nasional sudah sepatutnya
ditinjau kembali. Khususnya menyangkut kebijakan yang membatasi ruang gerak dunia pendidikan
nasional kita, dengan memberi kebebasan dan keterbukaan yang lebih nyata antara lain
menyangkut hal-hal berikut.
1. Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi sekolah internasional di dalam kerangka sistem
pendidikan nasional. Belantara pendidikan nasional kita tidak lagi dihuni oleh sekolah negeri
dan sekolah swasta di lingkup sekolah nasional, tetapi didalamnya terdapat pula penghuni
lain, yaitu sekolah internasional. Perkembangan sekolah internasional yang terjadi sebagai
akibat dari tuntutan masyarakat dan era globalisasi hendaknya diberi peluang yang sama dengan
sekolah nasional. Namun demikian, pengaturan tetap diperlukan sejauh menyangkut kualitas dan
kejelasan misi yang diemban, dan di dalam pengelolaan dan penyelenggaraannya dapat dilakukan
pengawasan semestinya.
2. Berorientasi pada mutu pendidikan berkelas dunia dengan mendapat pengakuan standar
penilaian internasional, seperti penilaian mutu pendidikan dari IBO dan penilaian mutu
manajemen ISO 9000.
3. Didukung oleh peraturan perundang-undangan yang kondusif terhadap perkembangan sekolah
jenis ini. Oleh karena itu, ketentuan dan kebijakan yang bertentangan dengan arah
perkembangan di masa yang akan datang harus diubah dan disempurnakan.
4. Mengembangkan model sekolah internasional untuk dijadikan pola pengembangan
sekolah-sekolah nasional, baik sekolah negeri maupun swasta. Dengan demikian, mutu
pendidikan nasional mampu berakselarasi menuju mutu pendidikan bertaraf internasional,
terutama pada saat otonomi daerah dilaksanakan.
5. Mengembangkan model sekolah internasional meskipun tetap memerlukan biaya pendidikan yang
tinggi, akan tetapi dengan metode pengelolaan tertentu, misalnya diberlakukannya sistem
subsidi silang, beasiswa terhadap anak yang kurang mampu tetapi berprestasi, dan sebagainya,
memungkinkan sistem sekolah ini dapat dinikmati pula oleh anak-anak miskin yang berpotensi.
6. Apabila butir 1-5 di atas sudah dapat diwujudkan dan dimanfaatkan, maka dunia pendidikan
kita dapat dijadikan ajang investasi untuk menghasilkan devisa bagi negara. Artinya, terdapat
peluang besar untuk mendatangkan pelajar dan mahasiswa manca negara bersekolah di
Indonesia.
BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dapat ditegaskan kembali bahwa berkembangnya sekolah internasional
merupakan sesuatu yang tidak mungkin dihindari dalam masyarakat modern. Era globalisasi sudah
bergulir sehingga kepada segenap komponen bangsa telah dihadapkan pada situasi dan kondisi
untuk tidak lagi memperdebatkan boleh atau tidak sekolah internasional berkembang di
Indonesia, tetapi hendaknya bersama-sama membangun suatu sistem pendidikan nasional yang
dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas baik di tingkat nasional maupun di
tingkat internasional.
Departemen Pendidikan Nasional yang mempunyai tanggung jawab mengelola seluruh sistem
pendidikan nasional hendaknya dapat menetapkan langkah nyata bagi bertumbuhnya
sekolah-sekolah yang berkualitas tersebut.
B. Saran-saran
1. Pemerintah perlu memberi peluang berkembangnya sekolah-sekolah internasional di Indonesia
di dalam jumlah yang proporsional dan kualitas yang memadai, dan mendorong masyarakat
dan sektor swasta untuk lebih berperan dalam menyelenggarakan sekolah-sekolah
internasional. Kehadirannya diharapkan dapat merangsang tumbuhnya motivasi untuk
berprestasi, bukan justeru mematikan bagi sekolah-sekolah nasional.
2. Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan pemerintah segera meninjau kembali Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan peraturan pelaksanaan lainnya
agar ketentuan-ketentuan yang antara lain melarang penggunaan bahasa pengantar di kelas
dengan Bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, diubah dan disempurnakan agar tidak
membatasi sekolah internasional menerima siswa putra bangsa.
3. Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan masyarakat dan
sektor swasta mengembangkan model sekolah internasional. Karakteristik model tersebut
antara lain berkualitas; bersifat internasional, artinya dapat bekerja sama dengan
sekolah bermutu dari luar negeri; dapat memanfaatkan guru asing; dapat menggunakan
sistem penilaian prestasi belajar dari luar negeri selain penilaian yang berlaku di
Indonesia.
4. Mengembangkan kebijaksanaan sistem pendidikan nasional ke arah sistem pendidikan yang
terbuka dengan memberi kesempatan kepada orang asing bersekolah di Indonesia. Untuk
jangka panjang dapat diupayakan tumbuhnya sekolah internasional pilihan di Indonesia
yang dapat bersaing pada tingkat internasional.
5. Pemerintah mewajibkan pengelola sekolah internasional dengan metode tertentu untuk membuka
kesempatan yang lebih besar kepada anak-anak Indonesia yang berpotensi secara akademis
tetapi kurang mampu secara ekonomis agar dapat mengikuti pendidikan di dalamnya.
6. Sekolah internasional dapat melakukan pembinaan pada beberapa sekolah nasional sebagai
sekolah binaannya.
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK
1. Ahmad Amiruddin (Ketua)
2. Suheru Muljoatmodjo (Sekretaris)
3. Awaloedin Djamin (Anggota)
4. Supriyoko (Anggota)
5. Soetjipto Wirosardjono (Anggota)
6. I Made Bandem (Anggota)
7. August Kafiar (Anggota)