TINJAUAN TENTANG TENAGA KEPENDIDIKAN, KHUSUSNYA GURU DAN PERSPEKTIF PEMBINAAN SERTA PENGEMBANGANNYA DALAM RANGKA PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2TAHUN 1989 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

 

KATA PENGANTAR

Memorandum pandangan (position paper) ini menguraikan permasalahan yang menonjol yang berkaitan dengan tenaga kependidikan serta upaya-upaya sebagai alternatif pemecahan terhadap permasalahan tersebut, dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN).

            Menurut Pasal 27 UUSPN, tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.

            Tenaga kependidikan meliputi tenaga pendidik (guru, dosen, tutor, fasilitator), pengelola satuan pendidikan (kepala sekolah, dekan, rektor), penilik/pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.

            Isi memorandum pandangan ini khusus menyoroti permasalahan yang menyangkut populasi terbesar tenaga kependidikan yang mempunyai peranan paling strategis yaitu guru pendidikan dasar dan menengah, serta tenaga kependidikan lain yang berkaitan erat dengan pelaksanaan tugas guru yaitu Kepala Sekolah dan Penilik/Pengawas.

            Saran-saran yang disampaikan dalam memorandum pandangan ini merupakan refleksi pikiran dan sikap Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (BPPN) yang digali dari dan dirumuskan berdasarkan harapan masyarakat luas terhadap pendidikan nasional, dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan ekonomi serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini dan pada saat mendatang. Diharapkan saran-saran itu dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah dalam menggariskan kebijakan di bidang tenaga kependidikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang untuk mewujudkan cita-cita yang tercantum dalam UUSPN.

Jakarta, Maret 1992

 

Makaminan Makagiansar

                                                                                     Ketua Badan Pertimbangan                                                                                         Pendidikan Nasional

 

 

I. PENDAHULUAN

Pendidikan nasional berperan sentral dalam mentransformasikan masyarakat yang sedang berkembang menjadi masyarakat modern berdasarkan Pancasila.

Dalam program pembangunan nasional, pengembangan pendidikan merupakan salah satu wahana yang sangat penting karena melalui pendidikan itulah usaha peningkatan mutu sumber daya manusia terutama dilakukan. Sumber daya manusia bermutu merupakan modal pokok dalam seluruh proses pembangunan hari ini dan masa mendatang.

Pembangunan pendidikan nasional telah memperoleh prioritas utama dalam rangka pembangunan nasional, namun masih dijumpai berbagai kendala dan permasalahan serius yang menghambat tercapainya cita-cita pendidikan nasional itu.

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan pendidikan, guru memegang peran kunci dalam upaya mewujudkan keberhasilannya. Karena itu perlu ditingkatkan segala usaha yang dapat menciptakan kondisi dalam mana guru dapat berperan sebaik-baiknya dalam mensukseskan pelaksanaan sistem pendidikan nasional. Dewasa ini guru masih dihadapkan pada sejumlah permasalahan dan kendala yang serius yang cenderung menghambat keterlibatannya dalam mensukseskan pelaksanaan misi sistem pendidikan.

Salah satu di antara permasalahan yang serius adalah kesejahteraan dan imbalan gaji yang belum sebanding dengan tuntutan tanggung jawab profesionalnya, sehingga guru masih berkutat untuk memenuhi kebutuhan fisik minimalnya dengan berbagai cara di luar profesinya. Akibat selanjutnya adalah kurangnya kesempatan bagi mereka untuk selalu mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan zaman dan profesinya. Karena itu bisa dipahami adanya berbagai keluhan mengenai kemampuan dan wibawa guru di berbagai jenjang pendidikan. Sejalan dengan itu sikap dan penampilan dalam pelaksanaan tugas cenderung merupakan masalah yang perlu ditangani.

Berdasarkan gejala-gejala kenyataan tersebut di atas, aspirasi masyarakat secara umum terhadap profesi guru menjadi berkurang. Salah satu refleksi dari kurangnya harapan masyarakat terhadap profesi guru, antara lain adalah kecenderungan tidak berminatnya putra-putri terbaik bangsa untuk memasuki profesi guru. Kenyataan seperti digambarkan di atas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh negatif terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan dewasa ini.

Di samping permasalahan umum seperti di atas, dalam praktek di lapangan juga dijumpai beberapa permasalahan mikro. Adanya duplikasi program pengadaan guru yang tumpang tindih antara program reguler dan program non-reguler (seperti program darurat/crash program) yang sifatnya sementara dan lebih mengutamakan segi kuantitatif. Hal ini ikut mempengaruhi mutu guru, karena lulusan program non-reguler ini pengangkatannya lebih diutamakan daripada lulusan program reguler yang pada hakikatnya lebih bermutu.

Diterapkannya program kenaikan pangkat otomatis bagi guru ternyata tidak mendorong semangat guru untuk berprestasi, karena kenaikan pangkat otomatis itu dalam prakteknya lebih menekankan aspek kesejahteraan daripada prestasi di bidang profesinya. Hal ini dapat terjadi karena kebanyakan atasan dengan mudah memberikan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) yang memungkinkan bagi mereka untuk selalu naik pangkat meskipun prestasi kerjanya kurang memadai.

Berbagai program penataran guru melalui cara konvensional dan non-konvensional hasil akhirnya kurang memberi dampak yang diharapkan bagi peningkatan mutu proses belajar-mengajar di kelas. Kurangnya supervisi dan bimbingan, padatnya kurikulum, banyaknya beban tugas administratif, serta kurangnya faktor pendukung lainnya, berakibatkan program pendidikan dan latihan kurang efektif, dan adanya sikap dan motivasi guru yang kurang mendukung upaya pembaharuan pendidikan.

Untuk menanggulangi permasalahan makro dan mikro sebagaimana diuraikan di atas dalam bagian lain dari tulisan ini dikemukakan beberapa alternatif pemecahan yang dapat dikategorikan sebagai usaha jangka panjang dan jangka pendek, dengan mempertimbangkan kemungkinan aplikasi teknologi yang perkembangannya sangat pesat dewasa ini.

 

II.GURU

Uraian tentang permasalahan guru dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kuantitas, kualitas, dan kesejahteraan guru. Pembedaan antara kuantitas dan kualitas dilakukan dengan harapan untuk mempermudah dalam analisis permasalahan, karena kedua hal tersebut pada hakikatnya memang sangat berbeda dan dengan demikian memerlukan cara pemecahan yang berbeda pula. Permasalahan kuantitas meliputi antara lain, keseimbangan antara jumlah kebutuhan guru untuk berbagai jenjang pendidikan dan bidang studi di satu pihak, dan persediaan atau produksi calon guru di lain pihak, dan pendayagunaan guru di sekolah-sekolah yang meliputi penyebaran serta penugasan guru di sekolah. Permasalahan kualitas meliputi, antara lain, tingkat pengetahuan, keterampilan, sikap, produktivitas kerja guru, dan kualitas akademik calon guru. Kesejahteraan guru yang pada dasarnya berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas diuraikan tersendiri karena permasalahan ini dianggap sangat sentral pada saat ini dan pada waktu yang akan datang.

 

A.   KUANTITAS GURU

1.    Masalah

Secara kuantitatif pengadaan guru oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) selama ini banyak mengalami masalah, baik dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaannya. Akibatnya adalah terjadinya kelebihan persediaan guru di satu pihak, dan kekurangan guru di lain pihak. Masalah ini tercermin pada banyaknya jumlah calon guru yang tidak dapat diangkat khususnya calon guru SD lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Sekolah Guru Olah Raga (SGO), dan calon guru SLTP/SLTA lulusan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan/Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP/FKIP) dalam bidang studi ilmu sosial; serta adanya kekurangan guru SLTP/SLTA khususnya dalam bidang studi Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia.

Secara langsung kekurangan guru akan mengakibatkan perangkapan tugas guru, pemberian tugas mengajar kepada guru yang tidak berwenang, dan tidak dapat diselenggarakannya suatu program pendidikan. Hal ini akan menghambat terlaksananya program peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan.

Kelebihan guru berarti pemborosan keuangan negara dan sumber daya manusia, serta dapat mengakibatkan keresahan sosial.

Di samping itu, upaya pendayagunaan guru yang sudah ada dirasa kurang efektif yang diakibatkan oleh penempatan guru yang kurang baik. Hal ini tercermin pada kenyataan adanya kekurangan guru di suatu daerah khususnya di daerah terpencil dan kelebihan guru di daerah lain, misalnya daerah perkotaan; serta adanya kekurangan guru bidang studi tertentu di suatu daerah/sekolah, dan kelebihan guru bidang studi tertentu di daerah/sekolah lain.

Dalam pada itu ternyata terdapat banyak pegawai yang berstatus sebagai guru yang tidak bertugas mengajar di sekolah tetapi bekerja di kantor. Hal ini menyebabkan terjadinya kekurangan guru di lapangan, meskipun secara statistik jumlah guru itu mungkin telah dapat memenuhi kebutuhan.

Di samping itu, dalam perencanaan kebutuhan dan pengadaan guru, orang sering tidak memperhitungkan kebutuhan guru secara benar untuk sekolah swasta.

2.    Program Untuk Mengatasi Masalah

          Untuk mengatasi masalah kelebihan guru, Pemerintah telah mengupayakan berbagai tindakan, seperti alih fungsi SPG dan SGO menjadi lembaga pendidikan lainnya, dan penutupan sementara jurusan tertentu di IKIP/FKIP. Untuk memenuhi kekurangan guru, Pemerintah telah melakukan hal-hal seperti: penyelenggaraan pendidikan calon guru SLTP/SLTA yang bersifat sementara, seperti program Diploma baik di LPTK (IKIP dan FKIP) maupun di beberapa perguruan tinggi (Universitas/Institut) lain yang ditunjuk (khusus Diploma bidang MIPA), serta program Diploma oleh lembaga penataran guru, misalnya Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG).

         Jelas bahwa penutupan LPTK atau jurusan pada LPTK tersebut tidak segera dapat mengurangi kelebihan calon guru. Di samping itu kebijakan penyelenggaraan program pendidikan calon guru yang bersifat sementara tidak selalu menjamin kualitas calon guru. Selanjutnya diperlukannya dana yang relatif lebih tinggi dibanding dengan pembiayaan program reguler.

         Untuk mengatasi masalah pemerataan guru yang tidak memadai, Pemerintah sedang melakukan sedikitnya dua hal ialah program pemetaan sekolah, untuk mengetahui data sekolah secara rinci, dan melakukan sensus guru untuk mengetahui angka jumlah guru yang sebenarnya, termasuk guru yang betul-betul mengajar di sekolah maupun guru yang tidak mengajar karena bekerja di luar bidang pengajaran. Informasi ini penting sebagai dasar untuk penyusunan perencanaan kebutuhan guru dan penempatan guru yang lebih baik di masa yang akan datang.

         Data tersebut amat penting untuk dasar penyusunan rencana untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan dan pengadaan guru, serta pendayagunaan guru secara lebih efektif dan efisien. Namun tercapainya tujuan itu banyak bergantung pada tindakan-tindakan konkrit lebih lanjut seperti keterpaduan perencanaan antar lembaga-lembaga terkait, dan kemauan lembaga-lembaga tersebut dalam melaksanakan rencana atau dalam menegakkan atura-aturan yang sudah ditetapkan. Hal ini adalah pokok dalam penetapan jumlah calon guru yang akan dididik dan dilatih serta dalam penempatan guru sesuai dengan kebutuhan. Selama ini didapat kesan bahwa penyediaan guru oleh LPTK lebih didasarkan pada kemampuan LPTK yang bersangkutan daripada berpegang pada perhitungan kebutuhan sesungguhnya. Adanya kelebihan dan kekurangan guru di suatu tempat atau sekolah lebih sering disebabkan oleh ketidaktegasan pejabat berwenang dalam menegakkan aturan yang berlaku, serta tidak adanya cara pemantauan yang memadai mengenai hal itu.

         Untuk mengatasi kekurangan guru khususnya di daerah terpencil telah diupayakan berbagai tindakan untuk menarik guru agar mau bertugas di daerah tersebut seperti: penyediaan perumahan guru dan tunjangan khusus, namun tindakan tersebut tampaknya masih belum bersifat baku (bersifat sementara/Proyek atau bersifat lokal).

3.    S a r a n

         Untuk memecahkan masalah yang diuraikan di atas disarankan berbagai strategi berikut:

a.     Jangka Panjang

Perlu dikembangkan sistem informasi terpadu/komputerisasi dalam perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengangkatan, penempatan dan pembinaan guru baik secara nasional, maupun secara regional/lokal. Sistem ini diciptakan untuk menghindari adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dan pengadaan guru di tanah air secara keseluruhan maupun menurut daerah/sekolah. Dengan melalui cara itu, data yang akurat tentang persediaan dan penyebaran guru dengan segala karakteristiknya dapat diperoleh dengan cepat sehingga proses pengangkatan dan penempatan dapat dilakukan secara cepat dan tepat, ini berarti tidak akan ada lagi guru yang terlalu lama menunggu pengangkatan, dan tidak ada lagi kelebihan dan kekurangan guru yang diakibatkan oleh penempatan guru yang tidak tepat. Dengan tersedianya data setiap guru termasuk latar belakang pendidikan dan pelatihan, program pembinaan guru dapat dilakukan secara tepat sesuai dengan kebutuhan.

b.     Jangka Pendek

Untuk menghindari adanya ketidakseimbangan antara jumlah guru yang dibutuhkan dengan jumlah yang diproduksi, perlu segera dilakukan koordinasi yang lebih terpadu antara lembaga-lembaga yang menangani perencanaan kebutuhan guru di satu pihak dengan lembaga-lembaga penghasil calon guru di pihak lain.

LPTK sebagai penghasil calon guru perlu ditetapkan sebagai lembaga kedinasan, yang mengikat lembaga itu untuk menghasilkan guru sesuai dengan kebutuhan, baik untuk sekolah negeri maupun swasta.

Perlu segera dibentuk aparat (mungkin setingkat Direktorat atau Direktorat Jenderal) yang khusus bertugas menangani pengembangan di bidang pendidikan, termasuk di dalamnya perencanaan kebutuhan dan pengadaan calon guru, untuk lebih menjamin tercapainya jumlah dan kualitas calon guru dari berbagai jenjang pendidikan sesuai rencana.

Untuk menghindari duplikasi dan pemborosan dalam pengadaan calon guru, berbagai program pengadaan calon guru yang sudah ada pada saat ini agar segera ditata kembali dan diserahkan kepada LTPK yang bertugas mengadakan guru dengan koordinasi yang lebih baik dan dengan memperhatikan kualitas calon guru yang akan dihasilkan.

Untuk menghindari adanya kelebihan guru di satu wilayah/sekolah dan kekurangan guru di wilayah/sekolah lain, mutasi guru perlu segera dilakukan sesuai kondisi  setempat, dan penempatan guru harus dilakukan sesuai dengan kebutuhan yang sesungguhnya di lapangan.

Setelah dilakukan pendataan tentang status guru dan tempat tugasnya, perlu segera diterbitkan status kepegawaian guru yang tidak bertugas mengajar, atau mengembalikan mereka untuk bertugas lagi di sekolah.

Untuk mengisi kekurangan guru khususnya di daerah terpencil, perlu adanya suatu sistem insentif yang memadai yang dapat menarik guru untuk mau bekerja di sana, seperti pemberian tunjangan khusus, percepatan kenaikan pangkat, penyediaan dana transpotasi untuk menengok keluarga, sistem rotasi tugas guru yang lebih baik, penyediaan perumahan guru.

Cara lain yang dapat ditempuh ialah dengan mendidik calon guru dari daerah setempat pada suatu program pendidikan pra-jabatan yang secara khusus didirikan untuk mendidik calon guru untuk daerah terpencil. Pola semacam ini kenyataannya sangat diperlukan di daerah-daerah, seperti Irian Jaya, Maluku, Kalimantan, Riau dan sebagainya.

 

B.    KUALITAS GURU

1.     Masalah

Kenyataan menunjukkan bahwa pada umumnya kualitas guru dilihat dari segi pengetahuan, keterampilan, dan pelaksanaan tugas masih dianggap belum mencapai tingkat yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator seperti rendahnya prestasi belajar murid di semua jenjang pendidikan, dan penampilan guru dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Namun demikian disadari bahwa penyebab rendahnya prestasi belajar murid bukanlah hanya disebabkan oleh faktor guru saja.

2.     Program Untuk Mengatasi Masalah

            Berbagai program telah dilaksanakan oleh Pemerintah untuk meningkatkan kemampuan guru, antara lain berupa:

a.      Peningkatan taraf pendidikan calon guru SD dari SPG yang setara dengan SLTA, menjadi PGSD yang setara dengan Diploma II.

b.     Penyetaraan pendidikan guru SD yang sudah mengajar dari setingkat SPG menjadi setingkat PGSDDiploma II melalui Universitas Terbuka (UT).

c.      Penataran guru SD dan SLTP/SLTA yang dilakukan secara terus-menerus mencakup berbagai bidang studi.

Untuk meningkatkan prestasi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan guru, telah diberlakukan fungsionalisasi jabatan guru sesuai dengan Surat Keputusan Menpan Nomor 26/MENPAN/1989, yang memungkinkan guru yang berprestasi untuk memperoleh kenaikan pangkat lebih cepat dan mencapai pangkat tertinggi tanpa ada pembatasan seperti yang berlaku sebelumnya.

Kendala yang dihadapi oleh program-program tersebut ialah karena Program PGSD masih baru. Karena itu mutu lulusannya belum diketahui. Di samping itu jumlah lulusan PGSD belum dapat memenuhi kebutuhan guru baru untuk mengganti guru yang pensiun.

Program penyetaraan lewat program UT masih harus dilihat apakah betul-betul dapat meningkatkan kualitas sesuai dengan harapan, mengingat program pendidikan tersebut dilakukan dengan sistem pendidikan jarak jauh. Kita menyadari program pendidikan dengan tatap muka saja masih banyak yang hasilnya tidak memuaskan. Di samping itu prosentase guru yang dapat disetarakan lewat program tersebut dirasa masih sangat rendah (+ 2 % dari guru yang ada dalam setiap angkatan). Program ini pun kurang memperhitungkan potensi atau kemampuan awal setiap guru. Jadi permasalahan pokok kembali lagi pada hal-hal yang menyangkut pemilihan strategi dan prosedur pendidikan jabatan yang selama ini kurang efektif.

Singkatnya, penataran guru yang selama ini dilaksanakan dengan berbagai metode masih dirasa belum dapat mengubah/meningkatkan tingkah laku guru dalam mengajar. Keadaan ini dikarenakan aneka sebab, seperti kemampuan guru yang rendah, sarana mengajar yang belum memadai, sikap guru yang tidak mendukung, cara mengajar yang kurang baik, kurangnya pengawasan dan bimbingan profesional, dan tidak adanya sistem penghargaan (reward system). Di samping itu seperti disinggung di atas penataran-penataran seperti itu sering kurang memperhitungkan kemampuan awal setiap guru, penjatahan waktu serta tindak lanjut program penataran.

Fungsionalisasi guru baru saja diterapkan sehingga keberhasilan program tersebut masih memerlukan waktu untuk mengetahui, apakah program ini betul-betul dapat mendorong guru untuk berprestasi lebih baik. Pelaksanaannya sangat kompleks karena menyangkut jumlah guru yang sangat besar dengan kondisi masing-masing yang sangat bervariasi.

3.     Saran

Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, dapat ditempuh beberapa strategi sebagai berikut di bawah ini.

a.     Jangka Panjang

Untuk memperoleh guru yang profesional, yang dapat mencurahkan seluruh perhatian dan kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya, dan yang dapat selalu mengembangkan kemampuannya sesuai dengan tuntutan profesi dan zamannya perlu diupayakan agar: (1) guru diberikan imbalan finansial yang memadai dan relatif lebih tinggi dari profesi lain yang setara; (2) adanya sistem insentif yang mendorong guru untuk selalu meningkatkan prestasinya, dan yang membedakan antara guru yang berprestasi tinggi dan guru yang kurang berprestasi; (3) guru diberikan jaminan kesejahteraan non-finansial lainnya serta dukungan agar dapat selalu mengembangkan kemampuan profesionalnya seperti penyediaan sarana belajar, dan pemberian kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya lewat berbagai pelatihan dan pendidikan. Untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut diperlukan pula adanya organisasi profesi guru yang lebih baik; dan (4) diberlakukan skala gaji khusus untuk guru.

Selain itu untuk memperoleh calon guru dari bibit unggul dalam masyarakat, serta calon guru yang berkualitas tinggi, setiap guru harus diseleksi dengan cara-cara yang lebih tepat dan dididik melalui pendidikan pra-jabatan yang sifatnya buku/reguler dengan tingkat pendidikan selama beberapa tahun setelah SLTA. Dalam hubungan ini perlu dipertimbangkan dengan serius pengadaan asrama bagi siswa LPTK, sehingga mereka akan terbiasa memperoleh pendidikan disiplin yang tinggi serta dapat mengembangkan sikap dan kemampuan lain yang amat dibutuhkannya sebagai bekal bagi seorang calon guru yang akan bertugas tidak hanya sebagai pengajar tetapi sekaligus juga sebagai pendidik yang profesional. Dalam kehidupan kampus LPTK yang lengkap dengan fasilitas pendukung seperti perpustakaan, laboratorium, tempat praktikum, pusat sumber belajar, dan asrama tempat tinggal, diharapkan dapat dihasilkan calon guru yang profesional.

Untuk menarik calon siswa LPTK yang berprestasi tinggi, perlu adanya ikatan dinas atau beasiswa bagi guru, terutama untuk jurusan-jurusan yang sulit memperoleh calon siswa yang berkualitas tinggi, dan bagi mereka yang akan ditugaskan di daerah yang relatif sulit.

b.     Jangka Pendek

Selain pemberlakuan fungsionalisasi guru yang mulai diterapkan pada saat ini untuk mendorong peningkatan profesionalisme dan sekaligus peningkatan kesejahteraan guru, perlu diupayakan pula adanya tunjangan khusus bagi guru agar tujuan tersebut dapat terwujud.

Program pengadaan guru yang bersifat non-reguler dan dianggap kurang dapat menghasilkan calon guru yang berkualitas, dan program-program yang kurang efisien agar segera dihentikan. Perlu dikembangkan program-program pengadaan guru non-reguler yang memberi kemungkinan bagi lulusannya untuk melanjutkan pada program pendidikan reguler yang tingkatnya lebih tinggi jika kesempatan telah memungkinkan.

Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru, kepada para guru, khususnya di daerah terpencil agar disediakan sarana belajar yang memadai berupa buku-buku, majalah-majalah, dan lain-lain.

Program penataran maupun penyetaraan guru yang ada perlu dibenahi agar efektif dan efisien, dengan mempertimbangkan kemampuan awal setiap guru serta disediakannya sarana pendukung yang memadai seperti penyediaan pusat sumber belajar di setiap wilayah (misalnya di kecamatan) di mana sarana belajar dan bahan-bahan pelajaran yang tersedia dapat dimanfaatkan oleh setiap guru. Di samping perlunya bantuan profesional guru serta supervisi yang cukup pada saat guru bertugas mengajar di sekolah. Adalah wajar apabila sistem pembinaan profesional guru-guru SD yang sekarang sedang berlangsung pada gugus-gugus SD perlu dikembangkan terus.

Untuk memperoleh calon guru yang tinggi kualitasnya, seperti telah diketengahkan sebelumnya, perlu dirintis suatu program beasiswa dan ikatan dinas bagi calon siswa LPTK yang berprestasi tinggi, terutama pada jurusan tertentu yang sulit memperoleh calon siswa dengan prestasi tinggi.

Peraturan-peraturan atau birokrasi yang dirasa menghambat peningkatan kemampuan dan prestasi guru perlu dihilangkan, sehingga tidak ada tindakan lagi dari pihak berwenang yang menghambat hal-hal positif seperti timbulnya kreativitas guru dalam mengajar, adanya keinginan guru dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi atas biaya sendiri, dan lain-lain.

 

C.   KESEJAHTERAAN GURU

1.     Masalah

Di atas telah disinggung bahwa penyebab rendahnya kualitas guru, antara lain, adalah tingkat kesejahteraan guru yang kurang memadai. Guru pada saat ini bukanlah merupakan profesi yang cukup menarik karena tidak berimbangnya antara tingkat kesejahteraan yang diperoleh dengan beratnya tugas dan tanggung jawab yang dipikulnya. Sehingga profesi guru tidak diminati lagi oleh putra bangsa yang terbaik. kesejahteraan yang tidak memadai ini pun juga tidak dapat mendorong mereka untuk mampu dan mau meningkatkan kemampuan dan penampilannya sesuai dengan tuntutan tugas dan zaman. Tingkat kualitas guru yang tidak memadai membawakan dampak negatif pada keseluruhan upaya pendidikan bangsa. Salah satu cara yang paling ampuh untuk menaikkan status guru dan kualitasnya ialah dengan menaikkan kesejahteraan guru baik secara finansial maupun non-finansial.

Di samping kesejahteraan guru yang masih belum memadai masih sering terjadi adanya pemotongan gaji guru dengan berbagai alasan, adanya kelambanan penerimaan gaji guru khususnya di daerah terpencil, dan terjadinya ekses-ekses negatif birokrasi dalam pengangkatan, penugasan yang terlalu lama di daerah terpencil, penempatan maupun pembinaan guru, yang semua ini lebih memperberat keadaan.

2.     Program Untuk Memecahkan Masalah

Berbagai program telah dilaksanakan oleh Pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan guru baik yang bersifat finansial maupun non-finansial, dengan tujuan akhir agar peningkatan kesejahteraan guru tersebut dapat menyebabkan peningkatan prestasi kerjanya.

Pemberlakuan Kenaikan Pangkat Otomatis (KPO) bagi guru selama ini diperkirakan tidak dapat mendorong guru untuk berprestasi lebih baik, karena dalam prakteknya KPO tersebut tidak membedakan antara guru yang berprestasi tinggi dengan mereka yang berprestasi rendah, yang pada akhirnya malahan dapat menyebabkan melemahnya semangat kerja guru yang berprestasi tinggi.

Fungsionalisasi jabatan guru yang mulai diberlakukan pada tahun 1989, diperkirakan dapat lebih mendorong guru untuk meningkatkan prestasinya, tetapi jabatan tersebut masih tidak memberikan tunjangan tambahan bagi profesi guru. Di samping itu karena kompleksitas pelaksanaannya, dampak dari fungsionalisasi jabatan guru tersebut masih harus ditunggu hasilnya.

Di beberapa daerah terpencil/daerah tertentu guru diberi tunjangan khusus seperti di propinsi Timor Timur dan Irian Jaya, tetapi hal itu berlaku bagi semua PNS dan tidak hanya berlaku khusus bagi guru. Di samping itu, tunjangan serupa tidak diberikan di daerah-daerah lain yang juga merupakan daerah sulit dan memerlukan biaya hidup yang mahal.

Pemberian tunjangan khusus pendidikan guru SD, SLTP, dan SLTA yang berjumlah Rp. 10.000,00, Rp. 15.000,00, dan Rp 20.000,00 sebulan, dirasa masih belum mencukupi kebutuhan minimun mereka, dan tidak sebanding dengan tunjangan pendidikan bagi dosen, yang jauh lebih besar.

Upaya memberantas adanya praktek pemotongan gaji telah dilakukan, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa kita masih sering mendengar adanya kejadian pemotongan gaji seperti itu khususnya pada guru SD.

3.     Saran

            Untuk memberantas adanya praktek pemotongan gaji telah dilakukan, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa kita masih sering mendengar adanya kejadian pemotongan gaji seperti itu khususnya pada guru SD.

a.     Jangka Panjang

Seperti dikemukakan sebelumnya, perlu diupayakan adanya sistem kesejahteraan guru yang lebih baik dari sistem kesejahteraan bagi profesi lain yang setara, baik yang bersifat finansial, maupun non-finansial, yang dapat menjamin guru untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, dapat mendorong mereka meningkatkan kemampuan profesionalnya secara terus-menerus, dan menempatkan citra guru sedemikian rupa sehingga memperoleh apresiasi yang tinggi di mata masyarakat. Hal ini diharapkan dapat mendorong putra terbaik bangsa kita untuk memasuki profesi guru.

b.     Jangka Pendek

Diakui bahwa peningkatan kesejahteraan guru memerlukan dana yang tidak sedikit, sehingga setiap kebijakan dalam hal ini perlu mengingat kondisi keuangan pemerintah dan keadaan ekonomi negara pada umumnya. Dengan mengingat hal tersebut berikut ini adalah beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan butir-butir dalam penyusunan suatu strategi nasional peningkatan kesejahteraan guru.

Pelaksanaan fungsionalisasi jabatan guru perlu diikuti dan dinilai dengan seksama agar dapat betul-betul mendorong peningkatan prestasi guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraannya. Jika diperlukan, penyesuaian-penyesuaian harus segera dilakukan agar kedua tujuan tersebut dapat tercapai.

Tunjangan pendidikan bagi guru SD, SLTP, dan SLTA yang dirasa masih terlalu kecil jumlahnya, perlu disesuaikan dengan kebutuhan nyata sehingga lebih mendorong prestasi kerja mereka.

Tunjangan pendidikan khusus perlu diberikan kepada semua guru yang bertugas di daerah terpencil, dan atau di daerah yang biaya hidupnya lebih tinggi.

Semua bentuk praktek pemotongan gaji dengan dalih apapun tanpa seizin guru harus dihentikan, dengan cara, misalnya pembayaran gaji lewat Bank atau lembaga keuangan yang ada. Untuk daerah yang belum memiliki lembaga keuangan, misalnya di daerah terpencil, gaji guru untuk beberapa bulan sebelumnya dapat diterimakan kepada mereka. Strategi tersebut juga dimaksudkan untuk menangkal terjadinya kelambatan pembayaran gaji guru yang masih sering kita dengar; dengan catatan bahwa pembayaran uang muka tersebut dilakukan dengan memperhitungkan dampak-dampak yang bisa terjadi.

Guru perlu pula dihindarkan dari ekses-ekses birokrasi yang bersifat negatif, yang terjadi pada proses pengangkatan, penempatan, dan pembinaannya. Jika tidak, semua ini akan berpengaruh negatif terhadap tingkat kesejahteraan guru yang sudah rendah.

Untuk memperoleh tambahan dana bagi peningkatan kesejahteraan guru seperti disarankan di atas perlu adanya penjatahan kembali (realokasi) dana pendidikan, ialah dengan mengalihkan dana yang ada selama ini untuk menyediakan prasarana fisik seperti pembangunan gedung sekolah dasar yang sudah mulai jenuh, ke arah dana untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Cara lain yang perlu ditempuh ialah dengan menggali sumber dana tambahan dari masyarakat (swasta), antara lain melalui pajak pendidikan.

 

III. KEPALA SEKOLAH

           

Kepala sekolah memerlukan keahlian manajerial yang belum tentu dikuasai oleh setiap guru, namun dalam prakteknya kepala sekolah selalu diangkat dari guru yang biasanya belum didahului dengan pelatihan khusus untuk calon kepala sekolah. Pelatihan itu perlu direncanakan secara sistematik dengan memperhatikan keterpaduan tugas kepala sekolah, tugas penilik/pengawas dan guru. Karena itu tujuan dan isi kurikulum pelatihan bagi guru, kepala sekolah dan penilik/pengawas perlu direncanakan bersama secara terpadu. Model sistem pembinaan profesional yang sekarang senga diujicobakan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk tujuan ini.

Untuk mengatasi hal itu pelatihan khusus bagi calon kepala sekolah perlu dilembagakan. Pengangkatan kepala sekolah masih terbatas dari guru yang ada di lingkungan kabupaten/kotamadya, propinsi, atau bahkan lingkungan sekolah sehubungan dengan keterbatasan biaya, sehingga kurang menunjang peningkatan mutu pendidikan.

Untuk mengatasi hal itu perlu disediakan dana yang memungkinkan pengangkatan kepala sekolah dari propinsi yang satu ke propinsi lain, yang dapat memacu peningkatan mutu pendidikan dan sekaligus menerapkan wawasan Nusantara.

 

IV. PENILIK/PENGAWAS

Penilik/pengawas memerlukan keahlian kepenilikan/kepengawasan yang belum tentu dikuasai oleh guru/kepala sekolah, padahal pada umumnya mereka diangkat dari guru/kepala sekolah tanpa didahului dengan pelatihan pra-jabatan kepenilikan/pengawasan. Berlakunya jabatan fungsional guru di samping adanya jabatan penilik/pengawas menimbulkan duplikasi dalam pembinaan terhadap guru, karena guru dibina oleh guru yang lebih senior dan juga oleh penilik/pengawas.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dipertimbangkan untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut.

Guru/kepala sekolah yang dicalonkan menjadi penilik/pengawas harus terlebih dahulu mengikuti pra-jabatan calon penilik/pengawas. Sementara itu dalam pengangkatan penilik/pengawas perlu adanya sistem seleksi yang baik yang menjamin terpilihnya calon penilik yang benar-benar berkualitas tinggi, dan bukan suatu sistem seleksi berdasarkan kriteria lain seperti untuk perpanjangan masa pensiun bagi pejabat tertentu, dan lain-lain.

Dalam pelaksanaan tugas pokoknya penilik/pengawas mutlak lebih mengutamakan segi teknis edukatif daripada segi administrasi seperti yang sering terjadi selama ini.

Di samping itu perlu adanya pembagian tugas pembinaan guru yang jelas dalam segi teknis edukatif antara penilik/pengawas dengan guru senior untuk menghindari duplikasi tugas antara mereka.

Kelemahan-kelemahan yang masih ada pada sistem dan prosedur penilikan/pengawasan perlu segera mendapat perhatian khusus; antara lain dengan menerbitkan pedoman penilikan/pengawasan teknis edukatif, pengadaan umpan-balik di tempat untuk memperbaiki mutu proses belajar-mengajar, pengelolaan dan analisis hasil-hasil penilikan/pengawasan sebagai umpan-balik kepada guru, kepala sekolah, guru dan unit kerja yang sesuai, penjajakan pengembangan pola penilik mutu pelajaran di sekolah lanjutan tingkat pertama dan pada jenjang pendidikan menengah, pengadaan rasio penilik/pengawas dan sekolah secara luwes dan pengadaan biaya serta sarana penilikan/pengawasan.

 

KEMBALI KE MENU SARAN PERTIMBANGAN

KEMBALI KE MENU UTAMA